Mohon tunggu...
Khabibah Solikhah
Khabibah Solikhah Mohon Tunggu... Psikolog - Clinical Psychologist

Psikolog Klinis

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Baby Blues & Postpartum Depression: Masalah Emosi yang Sering "Menghantui" Ibu Pasca Melahirkan

26 Februari 2024   11:30 Diperbarui: 26 Februari 2024   15:51 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

Bagi Ibu, kehadiran anak sebagai anggota baru dalam keluarga tentu menghadirkan perasaan bahagia. Bahkan sejak kehamilan, tentu momen melahirkan dan menyandang gelar baru sangat dinanti. Namun, tak jarang, momen hadirnya anak dalam keluarga justru menjadi momok yang menakutkan bagi seorang Ibu

Masih segar diingatan berita tentang seorang Ibu (A) di Jakarta Selatan melakukan tindakan membahayakan dengan menceburkan bayinya yang berusia 3 bulan ke dalam ember. Saat dilakukan pemeriksaan, Ibu A mengaku tindakannya hanya bercanda saja. 

Berdasar penelusuran oleh Komnas PA, diketahui Ibu A memiliki 3 orang anak yang masih balita. Sedangkan anak yang diceburkan ke dalam ember adalah anak nomer tiga . Ada indikasi Ibu A mengalami baby blues (Susilawati, 2023). Apa sebenarnya kondisi baby blues itu?

Ibu paska melahirkan mengalami perubahan besar dalam hidupnya. Hadirnya anak, menghadirkan peran dan tanggung jawab baru. Paska persalinan, Ibu akan mengalami fase  taking in, taking hold, dan letting go. 

Di fase taking in, terjadi sehari hingga hari kedua paska melahirkan. Pada fase ini, Ibu akan cenderung pasif dan sangat tergantung dengan bantuan orang di sekitar (suami, orangtua, dll). 

Kontak dengan bayi masih terbatas karena Ibu akan cenderung memprioritaskan kebutuhan diri. Selanjutnya memasuki fase taking hold, di hari 3 - 10 paska persalinan, ibu akan mulai belajar mengasuh anak sendiri meski tetap dengan bantuan orang di sekitar. 

Pada fase ini, Ibu akan mulai muncul kecemasan. Salah satunya kekhawatiran jika tidak bisa mencukupi kebutuhan ASI bayi. Pada fase inilah rentan muncul gejala baby blues. Dan setelahnya, Ibu diharapkan bisa beradaptasi dengan peran baru dengan berbagai tanggung jawabnya. Inilah fase letting go. 

Baby blues sendiri merupakan salah satu bentuk stres yang biasanya terjadi dalam 14 hari pertama setelah melahirkan dan cenderung lebih buruk sekitar hari ketiga atau keempat pasca persalinan. 

Gejala yang muncul saat baby blues yakni merasa cemas, gangguan tidur, gangguan makan, mengalami ayunan emosi, dan menangis tanpa sebab (Makkar, 2018). Penelitian yang dilakukan oleh Susanti & Sulistiyanti (2017) menunjukkan angka kejadian ibu paska persalinan di Indonesia yang mengalami  sindrom baby blues sebanyak 50 - 70%.

Bukan hanya baby blues, kondisi postpartum depression juga menjadi gangguan mood yang perlu diwaspadai bagi Ibu paska melahirkan. Istilah postpartum depression mengacu pada gangguan mood yang dialami oleh wanita dimulai sejak kehamilan atau 4 minggu setelah kelahiran hingga 1 tahun paska kelahiran (American Psychiatric Association, 2013). 

Kondisi postpartum depression berbeda dengan baby blues. Gejala baby blues biasanya lebih ringan, berlangsung sementara dan cenderung sembuh dengan sendirinya. Sedangkan gejala postpartum depression berdampak pada terganggunya aktivitas sehari-hari dan cenderung memerlukan perhatian medis (Torres, 2020).

Dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder Fifth Edition (DSM-V) disebutkan gejala yang ditunjukkan pada kondisi postpartum depression yakni suasana hati depresif, penurunan minat atau kesenangan dalam beraktivitas, perubahan pola makan, penurunan kualitas tidur, kehilangan energi yang ditandai dengan kelelahan, rasa bersalah dan tak berharga, penurunan konsentrasi, adanya pemikiran untuk menyakiti diri dan atau orang lain, adanya pemikiran berulang tentang kematian. Gejala tersebut dirasakan secara persisten setidaknya selama dua minggu berturut-turut dan dapat terjadi selama kehamilan atau dalam 4 minggu paska persalinan (American Psychiatric Association, 2013).

Agrawal dkk (2022) menyebutkan penyebab munculnya gejala postpartum depression terbagi dalam beberapa kategori, yakni faktor biologis (misalnya : usia saat kehamilan, kehamilan berisiko, proses kelahiran, dll), faktor psikologis (misalnya : adanya riwayat depresi selama hamil, kehamilan yang tidak diharapkan, penolakan terhadap jenis kelamin bayi, stress pengasuhan, dll), dan faktor sosial (misalnya : kurangnya dukungan sosial, mendapat KDRT, tingkat pendidikan dan pendapatan).

Postpartum depression merupakan salah satu jenis gangguan mood yang tercantum dalam DSM -- V. Kondisi postpartum depression bisa muncul dengan atau tanpa gejala psikotik. Gejala psikotik yang bisa muncul yakni adanya halusinasi suara, misalnya suara yang meminta Ibu menyakiti dirinya dan atau bayinya. Oleh karenanya, kondisi tersebut tidak bisa dianggap enteng.

Kadang kala keluarga maupun lingkungan sosial mengganggap bahwa gejala-gejala baby blues atau postpartum depression yang ditunjukkan oleh Ibu paska persalinan sebagai cara mencari perhatian lingkungan. Hingga akhirnya gejala cenderung terabaikan. 

Penelitian yang dilakukan oleh Cho dkk (2021) menunjukkan bahwa dukungan sosial berpengaruh pada munculnya postpartum depression. Semakin besar dukungan sosial yang didapatkan Ibu paska melahirkan, maka akan semakin kecil potensi gejala postpartum depression muncul. Khususnya pada Ibu yang belum memiliki pengalaman sebelumnya, ibu bekerja, dan ibu yang memiliki body image rendah.

 

Dukungan dari lingkungan sosial yang bisa diberikan bagi Ibu paska melahirkan yakni

  • Bantuan terkait tugas harian (memasak makanan, mencuci baju, dll)
  • Memberi ruang aman baginya bercerita, mendengar dengan penuh empati dan tanpa penghakiman
  • Bantuan terkait urusan bayi (memberi susu, memandikan bayi, dll)
  • Memberi waktu untuknya rehat dan melakukan hal yang dia sukai
  • Memberikan dorongan untuk mengakses bantuan profesional jika dirasa gejala semakin memburuk.

Tindakan yang dilakukan oleh Ibu A dan berbagai berita tentang tindakan membahayakan yang dilakukan oleh Ibu kepada bayinya menunjukkan bahwa "Baby blues and postpartum depression are real". Jadi, jangan sepelekan gejala yang muncul, karena akan berdampak pada kondisi Ibu, bayi dan orang di sekitar. Sama dengan gangguan yang lain, kondisi baby blues dan postpartum depression bisa disembuhkan, tentunya dengan pendampingan yang tepat. 

Salam sehat jiwa untuk Ibu di seluruh dunia.

Referensi :

Agrawal I, Mehendale A M, and Malhotra R. 2022. Risk Factors of Postpartum Depression. Cureus 14(10): e30898. DOI 10.7759/cureus.30898

American Psychiatric Association. 2013. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder Edition (DSM - V). Washington : American Psychiatric Publishing

Cho, Hayeon et al. 2021. Association Between Social Support And Postpartum Depression. Research Square. DOI : https://doi.org/10.21203/rs.3.rs-753172/v1

Makkar, D. 2018. Postpartum Depression -- An Overview. Pan Asian Journal of Obstetrics  Gynecology, September 2018; 1 (2): 11- 17

Susanti, L. W., & Sulistiyanti, A. 2017. Analisis Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Baby Blues Syndrom Pada Ibu Nifas. Jurnal Ilmiah Rekam Medis Dan Informatika Kesehatan, 7(2), 12--20

Susilawati, Tina. (2023, Oktober 17). Fakta-fakta Ibu Tenggelamkan Bayinya dalam Ember di Jakarta Selatan. DetikNews. https://news.detik.com/berita/d-6987796/fakta-fakta-ibu-tenggelamkan-bayinya-dalam-ember-di-jakarta-selatan 

Torres, F. 2020. What Is Postpartum Depression. Retrieved from https://www.psychiatric.org/patients-families/postpartum-depression/what-is-postpartum-depression

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun