Mohon tunggu...
Kezia Grace L
Kezia Grace L Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi Ilmu Komunikasi

Tulisanku adalah aku

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Memangnya Benar, Diam Itu Emas?

8 Oktober 2020   00:47 Diperbarui: 15 Mei 2021   10:01 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Ket Quang from freeimages.com

Saat saya akhirnya tahu bahwa mata saya minus, selanjutnya apa yang saya lakukan?  Tidak ada, saya diamkan saja. Saya menganggap remeh masalah mata ini. 

Sampai saya semakin merasa menderita karena tidak bisa mengenali orang yang menyapa saya dari jauh, sampai saya semakin tertinggal oleh pelajaran demi pelajaran di SMP saya, sampai saya merasa malas keluar rumah, karena di lingkungan yang luas sekalipun, kemampuan mata saya memandang ya tetap segitu-gitu saja.

Bayangkan berapa banyak ilmu yang lewat sia-sia saat saya SMP, hanya karena saya memilih diam dan tidak menceritakannya kepada orang tua saya. Dulu saya nggak enak karena takut ngerepotin, takut nambah beban keluarga, takut malah terjadi konflik, dan masih banyak lagi ketakutan-ketakutan lainnya.

Menjadi pasif memang se-merugikan itu kok.

Solusinya? Komunikasi Asertif!

Jika kamu termasuk tipe orang yang pasif yang susah untuk mengekspresikan isi pikiranmu. Cobalah berlatih menjadi asertif. 

Poots (2013)  menyatakan bahwa perilaku asertif adalah ekspresi yang terbuka dan jujur tentang perasaan, pendapat, dan kebutuhan seseorang, dengan cara mengkomunikasikan apa yang seseorang inginkan dengan jelas, dengan menghormati hak-hak diri  sendiri dan hak orang lain.

Orang yang asertif adalah orang  yang mampu untuk mengungkapkan pendapat dengan percaya diri tanpa menunjukan perilaku pasif, agresif, atau manipulatif. Artinya, orang ini tuh bisa speak up tentang hak-haknya dia secara jujur tapi tetap respect terhadap hak-hak orang lain juga. 

Kamu bisa melatih diri menjadi asertif dengan cara: belajar mengatakan "tidak", memberanikan diri menyampaikan pendapat yang berbeda, mengungkapkan emosi dengan intonasi suara yang stabil dan pemilihan diksi yang baik, dan yang tidak kalah pentingnya, tetap menghargai orang lain ya. Karena kalau kamu bicara jujur namun dengan bahasa yang kasar dan tidak menghargai orang lain, itu bukan asertif namanya, tapi agresif.

Memang menjadi asertif tidak bisa se-instan memasak mi instan. Maka dari itu harus terus dilatih ya! Saya pun tidak akan pernah berhenti belajar menjadi asertif.

Kesimpulan:

Jadi apakah diam itu benar-benar emas? ya tergantung. Kalau kamu diam saat ada masalah, jelas itu bukan emas. Masalah yang didiamkan tidak akan hilang begitu saja. Karena, ibarat melempar bumerang, ia akan tetap kembali padamu.

Lalu apakah "diam adalah emas", itu salah? saya tidak bilang begitu,  kita harus tahu situasi dan kondisi saat ingin menerapkan pernyataan ini. Diam itu emas, saat kamu tidak tahu apa-apa tentang topik pembicaraan yang sedang berlangsung, daripada asbun 'asal bunyi' dan jatuhnya hoaks, lebih baik diam, kan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun