Ketidaksetaraan gender masih menjadi masalah sosial kontemporer yang utama dan bukan masalah yang dihadapi individu, oleh karena itu masalah ini sudah tertanam kuat dalam struktur masyarakat.Â
Menurut Global Gender Gap Report (2022), perlu 132 tahun lagi untuk menutup ketidaksetaraan gender global. Ketidaksetaraan gender dibuat ke dalam peraturan pernikahan dan keluarga, politik, agama, perkerjaan dan ekonomi, dan produksi budaya lainnya, bahkan bahasa yang kita gunakan (Wulansari, 2013).Â
Ketidaksetaraan gender menunjukkan bagaimana lingkungan di sekitar kita memperlakukan perempuan dan laki-laki berbeda, dimana perlakuan tersebut cenderung melemahkan wanita di berbagai bidang.Â
Perlakuan tersebut muncul dari perbedaan biologi, psikologi, atau norma budaya yang berlaku di masyarakat. Bentuk-bentuk dari ketidaksetaraan gender yang ada di masyarakat pun bermacam-macam, yaitu subordinasi, stereotip, kekerasan, beban ganda (double burden), dan marjinalisasi.
Ketidaksetaraan Gender menjadi salah satu masalah yang mengakar kuat bagi Jepang dan Indonesia. Berdasarkan data dari World Economic Forum’s Global Gender Gap Index (2022), Jepang menempati urutan ke-116, sedangkan Indonesia menempati urutan ke-92 dari 146 negara.Â
Ketidaksetaraan gender ini mencakup pada Partisipasi dan Kesempatan Ekonomi, Pencapaian Pendidikan, Kesehatan dan Kelangsungan Hidup, dan Pemberdayaan Politik. Pemerintah Jepang selama dekade terakhir telah membuat proklamasi dan menetapkan tujuan untuk mencapai kesetaraan gender yang lebih besar, namun kemajuan terus jauh dari niat yang dinyatakan (Elstrom et al, 2022).Â
Begitu juga dengan pemerintah Indonesia yang meratafikasi Konvensi Penghapusan Bentuk Diskriminasi terhadap perempuan sekitar 22 tahun yang lalu, tetapi tidak memiliki data dan informasi yang dibedakan berdasarkan gender untuk menilai situasi secara menyeluruh dan mengembangkan tanggapan dan kebijakan yang sesuai dan berbasis bukti (Bintari, 2022)
Tempat kerja menjadi salah satu bidang yang tidak luput dari fenomena ketidaksetaraan gender di Jepang dan Indonesia. Stereotip bahwa perempuan lebih cocok melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan rumah tangga karena memiliki kemampuan yang lebih rendah untuk memperoleh keterampilan yang lebih kompleks dan kekuatan fisik yang lebih rendah dibandingkan laki-laki sudah mengakar selama bertahun-tahun.Â
Perempuan seringkali menerima pendapatan yang lebih rendah dibandingkan laki-laki, meskipun memiliki tingkat pendidikan yang sama. Sulit bagi para perempuan untuk mendapatkan promosi atau jabatan yang lebih tinggi didalam sebuah pekerjaan atau yang juga dikenal dengan istilah glass ceiling.
- Kesenjangan Upah Gender
Berdasarkan UN Women Indonesia (2020), secara global perempuan dibayar lebih rendah dibandingkan laki-laki. Kesenjangan upah gender diperkirakan sebesar 16%, dengan perempuan memperoleh 77 sen untuk setiap dolar yang diperoleh laki-laki untuk pekerjaan yang nilainya sama.Â