Mohon tunggu...
Ari Santosa
Ari Santosa Mohon Tunggu... wiraswasta -

*Aku adalah aku, yang akan tetap menjadi aku. Tak mau, serta tak akan menjadi siapapun. Aku bangga menjadi aku.

Selanjutnya

Tutup

Dongeng

(FFA) Cincin Wasiat Kakek Pengemis

20 Oktober 2013   16:01 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:16 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

No.61. Ari Santosa


Alan duduk menyandar kursi rotan di beranda . Ia asik mengamati cincin kecil, pemberian Kakek pengemis . Cincin itu adalah tanda persahabatan keduanya. Alan menjadi sedih mengingatnya. Kira-kira sebulan yang lalu. Saat terakhir kali mereka berjumpa. Mereka bertemu di samping pertigaan sekolah. Seperti biasanya. Alan memberikan sisa uang jajan, pada Kakek itu. Mereka sempat saling becanda. Tapi akhirnya, si Kakek pengemis berpamitan yang mengejutkan.


"Alan, kamu anak yang baik. Selama mengenalmu sekian lama, kamu tidak memandang hina diriku. Tapi pertemuan kita cukup di sini. Kakek harus pergi jauh" ucapan Kakek pengemis terdengar sedih.


"Keeekk, Kakek mau kemana? Kenapa bilang begitu?" tanya Alan.


"Kakek harus menemui anak-anak baik sepertimu, ditempat lainya" Kakek tua menepuk-nepuk pundak Alan.


"Apakah kita tidak akan ketemu lagi, Kek?"


"Mungkin tidak. Mungkin juga, iya. Tidak ada yang tahu hari esok. Semua rahasia Tuhan" ujar Kakek. Bijak menasehati.


"Aku akan merindukan Kakek. Seperti dulu, sewaktu kehilangan Kakeku sendiri" sesal Alan. Kedua matanya berkaca-kaca.


Kakek pengemis mengambil sesuatu dari kantong kumalnya. Sebuah cincin, lalu diberikan pada Alan.


"Ini buatmu. Kalau ingat Kakek, pakailah dijarimu. Ini benda yang sangat berharga. Pergunakanlah seperlunya" ucap Kakek pengemis.


Alan menerima dengan senang hati. Ia menimang sebentar, lalu memakainya dijarimanis.


"Pas banget! Cocok dijariku, Kek" ucap Alan dengan riang.


Merekapun bersalaman. Alan meneruskan pulang ke rumah. Sementara si Kakek berbelok arah, menuju jalan berbeda. Dan benar. Sejak saat itu, Kakek pengemis tak pernah muncul lagi. Alan Pernah menunggu ditempat biasa mereka bertemu. Sia-sia belaka. Pengemis tua tidak muncul di sana.


"Kakek yang aneh. Tapi baik padaku" gumam Alan.


Alan beranjak masuk, saat Ibu memanggilnya. Ia bergegas dan mendapati Ibunya di ruangtengah.


"Alan, anterin bingkisan ini pada Tante Harin. Kamu sekalian potong rambut. Sudah panjang tuh. Kayak anak perempuan aja" suruh Ibu sambil mengemas di tas plastik.


"Ya, Bu. Nanti ambil sepeda dulu" Alan melangkah menuju gudang.


Setelah menerima ongkos buat potong rambut, Alan menaruh bingkisan di keranjang sepedanya. Tak menunggu lama. Sepeda onthel Alan, sudah melaju di jalanan.


Rumah Tante Harin, tidaklah jauh. Berada di kelurahan yang sama dengan dirinya. Namun ada yang membuatnya sebal. Jalananya banyak yang rusak berlubang. Alan menjadi tak leluasa disaat harus melewatinya.


Benar saja. Alan tampak ragu dan bimbang, saat di depanya jalanan penuh lubang di kanan-kiri.


"Huuffh! Coba kayak difilm, sepedaku bisa terbang. Weeerr.."ucap Alan. Ber-andai-andai.


Tak disangka. Sepeda dan Alan melesat terbang, melewati puluhan lubang di bawahnya. Mendarat pada jalanan yang mulus.


"Wooww! Bisa terbang!"seru Alan.


Masih diliputi takjub, heran, penasaran, Alan mendongak. Ia berpegang erat pada stang. Sejenak matanya memejam, lantas berucap: " Terbaaang!"


Wuuss...Alan dan sepedanya melesat terbang ke atas. Membubung tinggi. Alan panik, sepedanya terasa sangat berat. Dia berusaha menahanya, namun tak kuasa. Terlepas, dan meluncur ke bawah. Alan balik mengejar, tapi nyalinya ciut. Ia kembali melesat ke atas. Masih kebingungan ia berhenti. Menyadari menggantung di angkasa, Alan makin panik. Tubuhnya diterbangkan kesana- kemari tak menentu. Sampai akhirnya, mendaratkan tubuhnya di atas gedung yang menjulang tinggi.


"Aduh! Panaaas! Coba ada payung! Huff.." gerutu Alan.


Tiba-tiba ada payung di depanya. Dengan heran, ia membuka payung dan berteduh. "Haus, aku mau es campur!" teriak Alan.


Semangkuk es campur tersedia di depanya. Ketika akan menyebut keinginan lainya, ia teringat pesan Kakek pengemis.


"Aku tidak boleh serakah, gunakan seperlunya" Alan bergumam sambil manggut-manggut.


Setelah cukup beristirahat, Alan memilih untuk kembali ke rumah. Ia sibuk memikirkan cara mencari sepeda dan alasan bingkisan Tante Harin yang tak sampai.


"Terbaaang!" ucap Alan.


Tubuh kecilnya melayang tanpa sayap. Meliuk kemana mata memandang. Dalam hati ingin sekali menjelajahi dunia dengan terbang kemana suka. Lagi-lagi Alan ingat akan pesan Kakek pengemis, agar digunakan seperlunya. Kemampuan cincin titipanya.


Dari atas, Alan sudah melihat tempatnya biasa bermain bola. Sebuah lapangan luas dekat sekolahnya. Pohon-pohon palem berjejer ditepinya.


Alan menukik ke bawah. Sebuah perkebunan mangga menjadi tempatnya mendarat. Ia menuruni jalan setapak sebelum sampai di ujung jalan menuju rumahnya.


Setelah menyelinap jalan tembus, ia sampai di samping rumahnya. Sepi. Kemana Ayah dan Ibu? Alan duduk menyadar di kursi rotan beranda, pikiranya sedang merancang sesuatu...

***


"Sudah dicek ke gudang, Pah?"


"Sudah. Sepedanya di sana. Sama persis dengan sepeda yang ditemukan di kampung sebelah"


"Banyak keanehan. Kok, sudah tertidur di kamarnya. Bagaimana Alan masuk rumah, bukankah semua pintu terkunci?"


"Kita tanya nanti. Kalau Alan sudah bangun"


"Yang penting, dia baik-baik saja. Aku sudah panik tadi siang, mendengar sepeda jatuh dari langit"

Dua orang itu masih terlibat pembicaraan, setelah menutup pintu kamar Alan.

****


Nb. Untuk melihat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun