"Wooww! Bisa terbang!"seru Alan.
Masih diliputi takjub, heran, penasaran, Alan mendongak. Ia berpegang erat pada stang. Sejenak matanya memejam, lantas berucap: " Terbaaang!"
Wuuss...Alan dan sepedanya melesat terbang ke atas. Membubung tinggi. Alan panik, sepedanya terasa sangat berat. Dia berusaha menahanya, namun tak kuasa. Terlepas, dan meluncur ke bawah. Alan balik mengejar, tapi nyalinya ciut. Ia kembali melesat ke atas. Masih kebingungan ia berhenti. Menyadari menggantung di angkasa, Alan makin panik. Tubuhnya diterbangkan kesana- kemari tak menentu. Sampai akhirnya, mendaratkan tubuhnya di atas gedung yang menjulang tinggi.
"Aduh! Panaaas! Coba ada payung! Huff.." gerutu Alan.
Tiba-tiba ada payung di depanya. Dengan heran, ia membuka payung dan berteduh. "Haus, aku mau es campur!" teriak Alan.
Semangkuk es campur tersedia di depanya. Ketika akan menyebut keinginan lainya, ia teringat pesan Kakek pengemis.
"Aku tidak boleh serakah, gunakan seperlunya" Alan bergumam sambil manggut-manggut.
Setelah cukup beristirahat, Alan memilih untuk kembali ke rumah. Ia sibuk memikirkan cara mencari sepeda dan alasan bingkisan Tante Harin yang tak sampai.
"Terbaaang!" ucap Alan.
Tubuh kecilnya melayang tanpa sayap. Meliuk kemana mata memandang. Dalam hati ingin sekali menjelajahi dunia dengan terbang kemana suka. Lagi-lagi Alan ingat akan pesan Kakek pengemis, agar digunakan seperlunya. Kemampuan cincin titipanya.
Dari atas, Alan sudah melihat tempatnya biasa bermain bola. Sebuah lapangan luas dekat sekolahnya. Pohon-pohon palem berjejer ditepinya.