Konten medis di media bentuk panjang lainnya, seperti YouTube, lebih bermanfaat karena penonton mendapat kesempatan untuk mengetahui kejelasan tentang siapa yang menerbitkan konten dan kesempatan untuk mempelajari topik lebih dalam.
Kesimpulan
Sebaiknya informasi kesehatan yang diperoleh dari media sosial hanya digunakan sebagai informasi tambahan dan dikonfirmasikan kebenarannya terhadap seorang dokter.
Meskipun informasi umum dapat membantu, dokter kita mengetahui riwayat kita dan faktor-faktor lain yang terkait dengan kesehatan pribadi kita. Kumpulkan pertanyaan dan informasi yang anda miliki dan tanyakanlah kepada seorang dokter di kunjungan anda berikutnya.
Daftar Pustaka:
Brabham, M. 2022. “Can You Trust Social Media for Health Advice?”, https://www.shondaland.com/live/body/a40061850/can-you-trust-social-media-for-health-advice/, diakses pada 24 Mei 2022 pukul 20.222
Curtis, L. 2022. “TikTok and social media can distort mental health information for teens”, https://ksltv.com/494157/tiktok-and-social-media-can-distort-mental-health-information-for-teens/, diakses pada 23 Mei 2022 pukul 14.42
Haikal, H. (2020). Persepsi Masyarakat terhadap Hoax Bidang Kesehatan. Jurnal Manajemen Informasi Dan Administrasi Kesehatan (JMIAK), 3(2), 7–11. https://doi.org/10.32585/jmiak.v3i2.836
Mastel. (2019). "Hasil Survey Wabah Hoax Nasional 2019", Website Masyarakat Telematika Indonesia, p. 35. https://mastel.id/hasil-survey-wabah-hoax-nasional-2019/. diakses pada 8 Juni 19.32
Vidi, A. 2021. “Banyak Hoaks Kesehatan Beredar, Riset pada TikTok Dianggap Masih Minim”, https://www.liputan6.com/cek-fakta/read/4721514/banyak-hoaks-kesehatan-beredar-riset-pada-tiktok-dianggap-masih-minim, diakses pada 23 Mei 2022 pukul 14.28
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H