Media sosial merupakan sarana bagi manusia untuk saling berkomunikasi dan menjalin hubungan satu sama lain tanpa dibatasi oleh jarak. Media sosial dapat berfungsi sebagai media yang kuat untuk menyampaikan pesan atau mendidik sekelompok orang.
Di era modern ini, banyak sekali konten edukasi yang dapat kita ditemukan di platform media sosial, salah satunya adalah konten edukasi kesehatan. Namun seperti banyak hal lainnya dalam dunia maya, kejelian terhadap informasi tersebut sangat diperlukan. Pada tahun 2017, Persatuan Wartawan Indonesia merilis hasil survei yang menempatkan konten kesehatan diperingkat pertama sebanyak 27% sebagai konten yang paling banyak memiliki unsur hoax (Haikal, 2020). Selain itu, berdasarkan survei dari Masyarakat Telematika Indonesia, media yang digunakan untuk penyebaran hoax ialah Facebook/Twitter/Instagram dengan nilai 92,4%, kemudian Whatsapp/Line/Path serta situs web sebanyak 62,8% dan 34,9% (Mastel, 2019).
Dr. Leslie Saltzman, seorang dokter dan kepala petugas Ovia Health, mengatakan, "Saya pikir media sosial sangat bagus dalam banyak hal, karena orang dapat menemukan informasi yang mereka minati. Mereka dapat mendengar dari orang-orang yang mirip dengan mereka. Namun, saya pikir sulit untuk mengetahui apakah yang anda dengar adalah fakta atau opini seseorang."
Pertanyaan dan keraguan mengenai informasi kesehatan online sudah ada sejak awal diciptakannya internet. Apakah media sosial merupakan alat yang berguna untuk masalah ini? Atau haruskah orang waspada dan berhati-hati terhadap informasi yang tampaknya bagus yang mereka temukan? Jawabannya, menurut para ahli medis, mungkin keduanya.
Manfaat informasi kesehatan di media sosial
Andrey Zheluk, peneliti dan dosen manajemen layanan kesehatan di Charles Sturt University, menganalisis pro dan kontra TikTok sebagai sarana bagi pengguna untuk menerima informasi medis. Ia menemukan bahwa media sosial berguna dan penting dalam satu faktor besar di bidang medis, yaitu kesadaran.
"Dalam video-video Tiktok ini, sebagai contoh pengguna dapat berbicara tentang informasi seperti gejala ADHD, kecemasan, atau depresi mereka, atau gejala seputar diagnosis lain."
Dalam kasus ini, pembuat video tidak memberi tahu penontonnya untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu; mereka hanya meningkatkan kesadaran bagi mereka yang mungkin pernah mengalami situasi serupa, yang dapat memiliki efek menenangkan atau membuka mata. Area lain di mana media sosial dapat membantu adalah di area perawatan diri, yang merupakan segmen penting dari kesehatan.
Media sosial juga merupakan tempat yang baik bagi para profesional medis berlisensi untuk tidak hanya membuat konten pendidikan secara gratis, tetapi juga menjawab pertanyaan sehingga pendengar atau penonton dapat merasa nyaman dengan informasi yang mereka dapatkan.
“Saya pikir media sosial sangat berguna ketika dapat digunakan dengan cara itu untuk mempromosikan kebaikan daripada kejahatan,” kata Raenell William, seorang dokter dari Sentara Family.
Tantangan informasi kesehatan di media sosial
Meskipun ada tips dan sumber pendidikan yang dapat dipercaya di platform seperti TikTok, Instagram, Twitter, dan Facebook, ada juga epidemi informasi yang salah dan mitos.
Penonton dapat menjadi rentan terhadap informasi medis yang tidak akurat di media sosial ketika mereka mengalami rasa sakit yang tidak kunjung sembuh, belum mengunjungi dokter.
Mereka akan terus mencari informasi dengan harapan mendapatkan jawaban untuk penyembuhan. Bahkan jika suatu sumber dapat memberikan manfaat, ia tetap bisa menyebabkan masalah bila tidak mendorong penonton untuk menemui dokter atau terapis untuk didiagnosis secara resmi.
Beberapa tenaga medis juga menggunakan platform media sosial mereka bukan sebagai sumber informasi terpecaya namun sebagai alat marketing, mereka menjanjikan solusi cepat terhadap masalah kesehatan mereka menggunakan metode atau produk yang belum terbukti kebenarannya.
Hingga saat ini, masih tidak ada peraturan pada platform media sosial yang meregulasi isu ini, dan dapat menjadi sulit bagi penonton untuk menemukan sumber informasi yang benar.
Pertimbangkan sumbernya
Di dunia maya, kita tidak boleh menerima mentah-mentah informasi yang ada, kita harus dapat menyeleksi sumber informasi dengan baik. Bila kita mendapatkan informasi kesehatan dari seorang tenaga medis yang terlisensi atau seseorang yang mengaku sebagainya, kita dapat mengecek informasi tentang dirinya seperti organisasi dimana ia berada, latar belakangnya, bidang keahliannya, dan informasi resmi lain yang bisa ditemukan. Kita juga dapat membandingkan informasi yang kita peroleh dengan informasi lain yang didapat dari sumber berbeda.
Spesialisasi dari informan tersebut juga merupakan poin penting, sebagai contoh seorang dokter spesialis neurologi akan lebih berpengetahuan mengenai masalah dan kondisi neurologis daripada seorang dokter umum.
Informasi dari influencer atau selebriti dengan jumlah pengikut yang besarpun juga harus dicermati dengan baik, terutama pada mereka yang memperoleh keuntungan dari media sosial.
Jika mereka mempromosikan sesuatu secara ekstrim atau mereka terlihat terlalu mendukung suatu produk, maka kita harus berhati-hati. Media sosial masih belum memiliki peraturan yang melindungi pengguna dari promosi dan iklan yang tidak bertanggung jawab.
Pertimbangkan isinya
Ketika mendapatkan informasi kesehatan secara online, ada baiknya kita mengecek kebenarannya melalui riset sederhana. Carilah artikel, jurnal, ataupun berita yang membahas masalah tersebut. Semakin banyak dan berkualitas publikasi yang telah dilakukan pada hal tersebut maka informasi tersebut semakin dapat dipercaya.
Sebagai penonton yang bijaksana, konten yang dapat kita percaya adalah konten yang memiliki referensi yang bereputasi baik. Hal ini harus semakin diperhatikan ketika kita mendapatkan informasi yang berkaitan dengan penyakit serius.
Pertimbangkan platformnya
Platform yang digunakan sebagai sarana penyampaian juga berpengaruh. Sebagai contoh, Tiktok dan Twitter hanya bisa digunakan untuk menyampaikan pesan pendek sehingga sulit untuk membahas topik yang kompleks. Kebanyakan penonton di Tiktok pun hanya menginginkan informasi pendek dan bukan penjelasan yang rinci dan lengkap.
Konten medis di media bentuk panjang lainnya, seperti YouTube, lebih bermanfaat karena penonton mendapat kesempatan untuk mengetahui kejelasan tentang siapa yang menerbitkan konten dan kesempatan untuk mempelajari topik lebih dalam.
Kesimpulan
Sebaiknya informasi kesehatan yang diperoleh dari media sosial hanya digunakan sebagai informasi tambahan dan dikonfirmasikan kebenarannya terhadap seorang dokter.
Meskipun informasi umum dapat membantu, dokter kita mengetahui riwayat kita dan faktor-faktor lain yang terkait dengan kesehatan pribadi kita. Kumpulkan pertanyaan dan informasi yang anda miliki dan tanyakanlah kepada seorang dokter di kunjungan anda berikutnya.
Daftar Pustaka:
Brabham, M. 2022. “Can You Trust Social Media for Health Advice?”, https://www.shondaland.com/live/body/a40061850/can-you-trust-social-media-for-health-advice/, diakses pada 24 Mei 2022 pukul 20.222
Curtis, L. 2022. “TikTok and social media can distort mental health information for teens”, https://ksltv.com/494157/tiktok-and-social-media-can-distort-mental-health-information-for-teens/, diakses pada 23 Mei 2022 pukul 14.42
Haikal, H. (2020). Persepsi Masyarakat terhadap Hoax Bidang Kesehatan. Jurnal Manajemen Informasi Dan Administrasi Kesehatan (JMIAK), 3(2), 7–11. https://doi.org/10.32585/jmiak.v3i2.836
Mastel. (2019). "Hasil Survey Wabah Hoax Nasional 2019", Website Masyarakat Telematika Indonesia, p. 35. https://mastel.id/hasil-survey-wabah-hoax-nasional-2019/. diakses pada 8 Juni 19.32
Vidi, A. 2021. “Banyak Hoaks Kesehatan Beredar, Riset pada TikTok Dianggap Masih Minim”, https://www.liputan6.com/cek-fakta/read/4721514/banyak-hoaks-kesehatan-beredar-riset-pada-tiktok-dianggap-masih-minim, diakses pada 23 Mei 2022 pukul 14.28
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H