Mohon tunggu...
Kevin Julianto
Kevin Julianto Mohon Tunggu... Administrasi - Writer. Banker. Announcer.

A Passion Worker.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Psikolovea "The Rooftop"

6 April 2021   09:48 Diperbarui: 6 April 2021   12:29 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: www.pegipegi.com

Sebelumnya di Psikolovea

Begin Again

'Kak, di isolasinya di ruangan berapa?' Tiba-tiba WA masuk dari Pratiwi, pacar dari Edison. Edison adalah adikku yang sekarang bekerja di perusahaan pengendalian hama di Jakarta bersama Eduardo, adikku juga yang merupakan kembarannya Edison.

'Aku di ruangan Tulip 311 Prat, ada apa? Mau ngirim paket makanan ya?' jawabku.

'Iya kak ada yang mau ngirim paket makanan titip kemana ya kak, gak boleh jenguk kan?'

'Simpen aja di lemari hijau deket lift ya Prat, dari siapa Prat?' Tanyaku. Karena aku punya feeling yang mengirim paket makanan bukan Pratiwi.

'Kak, udah disimpen di lemari hijau deket lift ya' jawab Pratiwi singkat.

Aku pun mengirim pesan Whatsapp kepada perawat PIC ruangan. Karena mekanisme titipan kiriman baik itu makanan ataupun barang lainnya harus dengan cara disimpan di lemari hijau dekat lift dan nanti perawat yang akan mengambilnya.

'Mbak ada titipan paket untuk saya di lemari hijau nanti boleh minta dikirim naik keataskan ya'

'Ohiya baik kak nanti saya kirim ke ruangan kakak ya'

Sekitar 10 menit kemudian seorang perawat menggunakan APD lengkap mengetuk pintu dan masuk ke ruanganku, sambil membawa kresek putih dan sebuah papper bag. Perawat tersebut meletakkan di meja sebelah kasur, aku mengucapkan terima kasih dan perawat itu kembali ke ruangannya.

Dalam paper bag tersebut ada buku yang masih tersegel dengan judul kumpulan doa. Juga ada sepucuk surat. Surat yang sudah sangat lama tidak kuterima. Hampir 6 bulan yang lalu terakhir aku menerima surat seperti itu. Ternyata benar, dari Agnes.

'Hai Aa, apa kabar?'

***

Kalimat pembuka suratnya saja sudah membuatku menarik nafas panjang. Sebelum aku diisolasi, aku membeli beberapa keperluan dari mulai alat mandi, sandal sampai makanan. Salah satu makanan yang aku beli adalah susu indomilk rasa strawberry dan melon ukuran satu kali minum. Aku masih ingat saat pertama aku cerita kalau aku suka susu indomilk rasa strawberry dan melon. Besoknya Agnes mengirimiku makanan masakannya sendiri lengkap dengan dua susu indomilk kesukaanku. Dengan hanya menyentuhnya saja membuatku ingat, semua memori terputar kembali dari mulai sejak awal kenal hingga akhirnya kita harus pelan pelan belajar letting go each other. Sesaat setelah aku masuk ke ruang isolasi karena hasil Swab PCR katanya positif, aku mengabari Agnes, aku teringat Agnes karena aku membeli satu paket susu indomilk tersebut. Dan jujur, hingga saat ini, jika ego diredam, dia masih yang terbaik dari yang terbaik.

Kalimat selanjutnya setelah kalimat pembuka pada surat tersebut adalah 'Semoga aa cepat sembuh ya, ini ada buku doa supaya aa nggak jauh jauh dari Tuhan. Semoga aa suka ya' diakhiri dengan tanda tangannya yang khas. Ohiya, ngomong-ngomong tentang tulisan tangan, kedekatanku dengan Agnes memang diawali dari sebuah pelatihan Public Speaking yang aku bawakan, aku sebagai trainernya dan Agnes sebagai pesertanya. Aku memerhatikan ada peserta yang mencuri perhatianku dari mulai bicaranya yang lembut dan cenderung lucu sampai pesona kecantikan dan senyumannya. 

Tidak bisa dipungkiri waktu pelatihan yang berlangsung selama empat hari dengan timestamp dua kali weekend itu, cukup membuatku jatuh cinta pada Agnes. Darisana aku mulai berpikir bagaimana cara mendekati Agnes ya? Supaya tidak terlalu mencolok. Disanalah aku mulai melakukan modus pendekatan. Ditambah Agnes adalah salah satu peserta terbaik, aku memberikannya voucher gratis untuk konseling berdasarkan analisa tulisan tangan. Aha moment. Selain itu posisinya tidak hanya sekedar konseling biasa, karena set tempatnya sangat tidak biasa. Coba pikir, dimana ada konseling atau tes analisis tulisan tangan di roof top hotel yang pemandangannya sangat romantis? Nobody will ever do that, unless clearly tujuannya apalagi kalau bukan untuk PDKT.

Aku masih ingat, meski aku sering mengisi pelatihan, talkshow di radio maupun memberikan konseling, aku juga punya semacam dewan penasihat. Such an advisor of council. Dari mulai seorang yang memberikan motivasi praktis seperti 'udah buru tembak aja sih', sampai yang memberikan saran kalau pendekatan sebaiknya jangan terlalu ketara, kemas dalam bentuk yang relate dengan awal kita saling kenal, ya apalagi kalau bukan training dan konseling? 

Juga ada yang memberi saran praktis seperti nanti kalau lagi jalan bukain pintu buat dia, jadi pemimpin jangan bikin dia yang mikir dan memutuskan, puji penampilannya yang spesifik (yang akhirnya aku lakukan sesederhana bilang 'baju kita sama ya' dan lately I thought that was absurd even funny). Ada juga yang selalu menenangkan 'udah sih jangan tegang sama terlalu deg-degan'. Karena tidak bisa tidak, kalau jatuh cinta itu pure bawaannya memang tulus meski kadang suka jadi takut salah.

***

Aku juga ingat, saat akhirnya kita janjian di sebuah rooftop hotel, tepatnya Hotel Horison. Pemandangannya indah dan romantis karena viewnya pemandangan satu kota di samping kolam renang. Satu-satunya rooftop yang paling worthed. Aku berusaha tampil se-manner mungkin. Agnes agak ngejailin juga sih sebenernya, jadi dia bilang dia masih di lobby. Pas aku nengok ternyata dia sudah persis di sebelahku, yang sedang duduk di kursi yang agak tinggi. Aku spontan loncat karena ingin mempersilakan duduk. Kalau dipikir-pikir sekarang lucu juga momen itu. Ngapain coba udah enak enak duduk harus loncat, ya kalau mau turun juga turun aja pelan-pelan kan bisa. 

Lebih elegan. Aku ingat satu stel pakaian apa yang Agnes pakai. Setelah basa basi hangat, aku persilakan ia duduk dan berikan ia kertas hvs polos dan pulpen, eh ternyata dia sudah membawa pulpen sendiri dan katanya lebih bagus. Hahaha ya iyalah pulpen yang aku bawa standar banget. Pulpen sejuta umat kalau nggak salah pilot. Sedangkan pulpen yang ia bawa merekny miniso. 

Saat dia mulai melakukan tes dengan menulis dengan tulisan tangan, aku memerhatikan dengan seksama dan memoto dia diam-diam. Aku kirim foto dia ke council of advisor dan mengatakan, 'Cantik banget dia'. Lalu salah satu dewan penasihat bilang, 'kendalikan dirimu nak, jangan norak'. Beberapa saat kemudian aku hendak memfoto dia yang sedang menulis tapi kali ini minta izin dulu. Aku bilang, 'Izin foto ya buat saya post di instagram training saya'. Dia hanya menggeser matanya menatap saya seraya berkata 'oh iya' sambil lanjut menulis. Saya bisa mengonfirmasi kalau apa yang ia katakan dalam hatinya adalah 'ya elah fotomah foto aja kali pake bilang segala'.

sumber 123rf.com
sumber 123rf.com
Sambil menunggu Agnes menulis, aku memesan makanan kepada waiters. Aku Tanya Agnes mau pesan apa dia bilang 'ikut aja' akhirnya aku pesankan dua French fries paket lengkap dengan sosisnya dan mango thai float. Sesaat kemudian makanan disajikan. Beberapa saat kemudian Agnes pun selesai menulis.

'Ini A' (aku dipanggil Aa)

'Oh iya aa baca dulu ya' aku meraih tulisan Agnes. Ada beberapa hal yang bisa aku langsung tafsirkan saat itu, selebihnya harus kubuat dalam bentuk laporan.

'Dimakan makanannya'

'Makasih A' sambil tetap tidak bergeming menyentuh makanannya. Aku sempat berpikir apa dia lagi diet atau tidak suka sama makanannya?

'Oh iya ngomong-ngomong Agnes ini tipenya perasa atau logis?' tanyaku sambil memerhatikan pola tulisan tangan Agnes.

'Aku orangnya perasa banget' jawab Agnes singkat sambil tersenyum.

'Oh iya, Aa sempet mikir kalau kamu orangnya logical thinking banget, ternyata perasa ya'.

Aku memerhatikan ada salah satu indikasi tulisan tangan yang mengindikasikan adanya beban masa lalu yang belum selesai.

'Ada hal di masa lalu yang masih mengganggu sampai sekarang?'

Agnes terdiam. Menarik nafas kemudian bercerita.

'Dulu aku sempet keterima di fakultas kedokteran, tapi mamah papah aku nyaranin aku kuliah ambil akuntansi. Padahal sebenernya aku nggak suka-suka banget akuntansi'.

Analisis kilat bahwa ia melewatkan peluang dan ada beban di masa lalu ternyata benar. Turns out ternyata aku juga menemukan kalau previous relationshipnya berakhir karena mantannya menyelingkuhinya.

Waktu menunjukkan pukul 23.00, Agnes pun sudah dijemput oleh pamannya, meski awalnya aku menawarkan diri mengantarnya pulang (dan diawali dengan menawarkan diri menjemput ke rumahnya).

Kita berjalan perlahan menuju lift dan saling bertanya. 'Abis ini mau ngapain?' Setelah dipikir-pikir lagi sekarang sepertinya pertanyaan itu biasa banget. Jawaban umumnya ya pulang tidur lah. Agnes jawab mau solat dulu paling. Akhirnya kita sampai ke pintu lobby, sesuai nasihat dari council of advisor, bukakan pintu, dan akhirnya Agnes-pun pamit.

Tiga puluh menit kemudian sesaat aku sampai rumah aku Whatasapp Agnes dan bertanya, sudah sampai rumah atau belum, beberapa menit kemudian notifikasi Whatsapp berbunyi, dari Agnes.

'Aku udah sampe :)'

to be continued

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun