Mohon tunggu...
Kevin Julianto
Kevin Julianto Mohon Tunggu... Administrasi - Writer. Banker. Announcer.

A Passion Worker.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Psikolovea 'Time to Let Go'

21 Desember 2016   17:17 Diperbarui: 21 Desember 2016   17:36 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
source : wisatania.com

Psikolovea ‘Time to Let Go’

Special Invitation

Seminggu sudah berlalu dari tanggal resepsi pernikahan Putri. Dari suasana pestanya, dan tentu raut wajahnya, Putri nampak bahagia dengan pilihan hatinya, Fajar. Berbagai hidangan lezat disajikan.  Termasuk makanan ringan, dari mulai salad, ice cream sampai kebab. Dilengkapi dengan suguhan alunan musik Jazz kesukaan Putri.

Undangan yang kuterima bukanlah dari Putri. Fajar sengaja datang ke tempat kerjaku untuk memberi langsung undangan pernikahannya dengan Putri. Padahal, aku belum pernah sekalipun bertemu dengan Fajar. Hanya tahu saja, namanya Fajar. Tapi bertemu? Sebelumnya sekalipun, tidak pernah.

***

Siang itu aku janjian dengan Shinta, tunanganku, untuk makan siang bersama di sebuah restoran sunda. Aku menjemput Shinta menggunakan mobilku ke tempa kerjanya.

‘Eh ngomong-ngomong, Kita pakai batik biru ya di pesta pernikahannya Putri nanti, dresscode pesta pernikahannya katanya biru’ ucap Shinta membuyarkan lamunanku di tengah perjalanan.

‘Oh iya, batiknya kita beli jadi aja ya? Soalnya aku sibuk banget minggu ini’

‘Iya, aku udah pesenin yang modelnya couple-an kok’

Aku memang jarang begitu detail membahas pakaian untuk ke undangan atau pesta. Biar Shinta yang urus semua hal tentang dresscode.

‘Undangan nya Putri unik ya, isinya foto mereka semua, udah kayak album foto’ ucap Shinta sambil memperlihatkan undangan putri

‘Ya tapi kan itu foto-fotonya juga ngekonsep kali’

‘Cie, ngebelain Putri… Nggak relay a Putrinya dinikahin orang?’

‘Apaan sih, kan aku Cuma ngomentarin, bukan ngebelain’

Tapi terkadang Shinta benar, aku bukan sekedar berkomentar. Bahkan disaat-saat menjelang Putri menjadi milik orang lain, aku masih terpikir untuk membelanya.

***

‘Bisa bertemu dengan Pak Adri Admaja?’

Terdengar suara seseorang menyebut nama dan mencariku. Aku menghampiri orang tersebut yang sedang bertanya pada security Apotik tempatku praktik.

‘Ya dengan saya sendiri, ada yang bisa saya bantu? Atau kita sudah buat jadwal untuk konsultasi?’

‘Oh ini Pak Adri’ sosok tersebut spontan menjulurkan tangannya, menawarkan berjabat tangan,

‘Kenalkan, Saya Fajar, calon istri Putri’ ucap sosok pria tersebut mengenalkan dirinya, yang ternyata calon suami dari Putri. Aku pun menyambut ajakan jabat tangan pria tersebut.

‘Oh, hai, salam kenal juga Fajar. Adri’. Jawabku singkat.

‘Putri sering cerita tentang Anda, dan ngomong-ngomong, akhir-akhir ini saya sering dengar Talkshow Anda Mr. Adri. That’s a great talkshow I think, Saya sepertinya perlu berkonsultasi privat kepada Anda ha ha ha’ sambung Fajar berbasa basi.

‘O ya? Thank you thank you Mr Fajar. We could reschedule it next time. By the way, please get in to my guest room Sir’ jawabku sambil mempersilakan ia masuk ke ruang tamu khusus.

Kami duduk dan sesaat kemudian office boy menyajikan dua cangkir teh hangat dan biscuit coklat dalam sebuah toples.

‘Anyway, I come here for some reason Mr Adri’ ucap Fajar memulai percakapan.

‘Yes of course Mr Fajar, what a surprise a Malaysian visitor come to my office’ aku menimpali. Ya,selain sebagai calon suami Putri,  Fajar adalah seorang akuntan asal Malaysia.

‘Oh, Putri sudah bercerita sampai ke asal muasalku ya ha ha ha’ sambung Fajar dengan tawa khas melayu.

‘So, when the date, Mr Fajar?’ tanyaku to the point sembari member senyum lebar.

‘Sebentar lagi tentunya Mr Adri. I officially memberi undangan ini, langsung untuk Mr Adri. You could open that whenever you ready, Mr Adri’ jawab Fajar sembari menyerahkan Undangan bergambar foto preweding mereka berdua.

‘O… Thank you Mr Fajar, Sorry, ready?What that’s mean?’ tanyaku keheranan.

‘Oh maksud saya open that whenever you want, maaf salah ucap Mr Adri’ jawab Fajar sambil tersenyum simpul.

‘Bisa saja menyindir, eh maksudnya melucu, Mr Fajar ini’

‘Ha ha.. aku tidak bermaksud menyindir lho, tapi sepertinya aku serius perlu sesi khusus konsultasi dengan Mr Adri, terutama, bagaimana menghandle perempuan seperti Putri dengan sebaik-baiknya ha ha ha’ jawab Fajar, yang aku rasa statement ini penuh dengan makna tersirat.

‘Of course Mr Fajar, you got special schedule from me’ jawabku singkat.

***

The Beginning

‘Permisi Mbak Putri, ada kiriman paket’

Setelah menerima paket tersebut dari security tempatnya bekerja, Raut muka Putri nampak berbeda.Matanya berbinar lebih lebar, tersenyum lebih lebar, tawanya lebih renyah dari sebelumnya. Ia melihat masker berwarna biru muda, warna kesukaannya. Dan sebuah coklat batang. Seisi kantor Putri terdengar riuh, karena seseorang, tanpa nama, telah mengirim sebuah paket penuh perhatian, sebuah masker untuk melindungi dari serpihan abu vulkanik debu gunung kelud yang baru meletus, dan sebuah coklat, untuk menghangatkan hati.

Aku cek linimasa twitter Putri, dan tepat sesuai dugaanku. Ia memposting hadiah yang kuberikan. Tentunya postingan no mention, karena paket tersebut tidak disertai informasi pengirimnya. Malamnya, aku memulai percakapan melalui sms singkat pada orang yang baru aku kirim masker dan coklat.

‘Bisa beritahu info dokter gigi yang bagus?’

‘Emangnya mau dipasang behel juga ya? Haha..’

‘Ya ngga sih, nanya aja hehe.. Soalnya tadi kehujanan ya pas mau pulang dari dokter gigi. Emang dokter giginya bagus ya?’

‘Haha.. iya nih kehujanan soalnya nunggu redanya lama’

Twitter, social media terbaik dan terfavorit. Dari twitter aku menjawab pertnyaan fans dan klien. Dari twitter aku menginfokan jadwal talkshow dan seminar. Dari twtitter, aku tahu kemana Putri hari itu pergi. Dari twitter aku tahu kemana Putri menghabiskan weekendnya. Dari twitter aku tahu suasana hati Putri. Dari twitter, aku tahu tanggal ulang tahun Putri. Dari twitter aku tahu Putri kehujanan sepulang dari dokter gigi. Dari twitter aku tahu, Putri sudah punya pacar, namun kerap mentwit kata-kata seperti ‘Kosong… Sepi…’ dan aku  rasa dari twitter aku tahu aku punya lampu hijau.

source : wisatania.com
source : wisatania.com
Giving is Living

Suatu hari sepulang dari seminar di Yogyakarta, aku membeli beberapa oleh-oleh khusus. Salah satunya bakpia coklat. Tidak seperti biasanya, aku sengaja datang ke kantor tempat Putri bekerja. Aku ingin memberikan oleh-oleh ini, langsung pada Putri. Tidak lagi no name atau anonim. Meski aku rasa, anonym pun Putri tahu siapa yang mengirim bingkisan-bingkisan padanya.

‘Selamat Pagi, ada yang bisa saya bantu Pak?’ sapa security tempat Putri bekerja.

‘Pagi Pak, saya mau bertemu Bu Putri’

‘Oh silahkan langsung saja Pak’ security tersebut mempersilahkanku untuk menuju meja Putri.

Putri berdiri dan tersenyum, dengan senyum dan lesung pipitnya, yang sangat hangat.

Aku pun duduk. Terlihat kantornya tidak terlalu penuh. Kami mulai mengobrol ngalor ngidul, aku mencari cari topik dan alasan agar bisa berlama-lama berada di kursi depan Putri.

‘Eh ngomong-ngomong kalau aku mau setor uang, bisa ke kamu aja nggak?’ tanyaku iseng

 ‘Ya kalo setor langsung ke bagian penyetoran aja kali haha’ Putri tersipu sambil tertawa

‘Eh udah kelamaan ya aku duduk disini’

‘Nggak kok, lagian lagi nggak ada nomor antrian berikutnya. Eh tapi aku gaya nya diformal-formal-in ya, soalnya disebelah sana meja ibu kepala bagian’ jawab Putri sambil berbisik-bisik.

‘Oh iya iya, haha.. pura pura serius nih ceritanya. Eh tapi udah kelamaan ah nggak enak, by the way, aku kemarin pulang dari Jogja, bawa sesuatu buat kamu’ jawabku sambil membuka tas dan membawa sebuah bingkisan dalam kresek putih.

‘Eh Apaan ih? Nggak usah kali’

‘Nggak apa-apa, ini Bakpia, kemarin di sms bilang, bakpia coklat favorit kamu kan?’ aku meletakkan bingkisan bakpia di atas meja Putri.

‘Adri, di atas ada CCTV, aku nggak boleh nerima bingkisan, di sebelah juga ada ibu kepala, nanti aku bisa dimarahin… Bawa lagi Adri’ jawab Putri dengan mimik lebih serius.

Aku pun menengok ke sebelah meja Putri, dan ya, beberapa orang tengah melihatku dan Putri, termasuk yang dimaksud Putri sebagai ibu kepala.

‘Iya deh Put… Aku bawa lagi, lain kali aja aku berinfak-nya’ jawabku dengan nada bercanda

‘Ye emangnya aku wajib zakat apa, cari masalah aja nih bawa bingkisan ke tengah kantor’

‘Kok  waktu itu bingkisan nya dikasih ke kantor nggak apa-apa?’

‘Waktu itu? Emang kamu pernah ngirim bingkisan juga?’ Tanya Putri tampak keheranan.

‘Loh bukannya bingkisannya udah sampe ya? Masa nggak tahu?’ Giliran aku yang keheranan

‘Oh, jangan-jangan kamu ya yang ngasih masker?’ Tanya Putri padaku

‘Ini beneran nanya, apa pura pura nggak tahu?’

‘Haha.. beneran nanya, tapi berarti kamu tahu ya warna kesukaanku’

Aku sempat heran. Kenapa dia masih mempertanyakan siapa yang mengirimi bingkisan itu. Apa memang ada sosok lain yang kerap mengiriminya sesuatu atau memang dia ingin dengar langsung dariku kalau aku yang mengiriminya bingkisan itu?

Aku pun berpamitan, dan meninggalkan kantor Putri. Sebelumnya, aku memberikan bingkisan bakpia pada petugas security. ‘Titip untuk Putri ya Pak’

Setibanya di rumahku, ada dua sms masuk.

‘Hei.. makasih ya bakpianya’

‘Hei heii… kok gak di bales sih,, makasih yah bakpianya:)’

***

Deepening The Heart

‘Jadi, Putri itu emang udah punya pacar dan serius. Tapi  jauh. Makanya galau terus’ Papar Abbad, boleh dikatakan sohib sekaligus informan dan penasihat pribadi.

‘Jangan-jangan gue cuma pelampiasan Bad?’ tanyaku menimpali paparan Abbad.

‘Kalo menurut gue sih ya, nggak juga Dri’

‘Ah yang bener lo, katanya punya pacar dan serius?’

‘Serius itu menurut siapa dulu, lu kayak nggak ngerti konsep generalisasi. Tanya lagi dong, serius itu menurut siapa? Serius itu sebelah mananya? Jangan langsung generalisasi’

‘Ah lu pake bawa bawa ilmu NLP ngobrolin Putri, pake istilah generalisasi segala’

‘Tapi ini beneran Dri. Info yang gue dapet, serius itu karena Putri udah ngenalin pacarnya ke orang tuanya. Tapi nggak selalu kan, dikenalin ke orang tua itu serius bener-bener serius?’

‘Alasan lain selain belum tentu hasil stalking lu apa?’

‘Dia berani posting hadiah pemberian lu Dri. Menurut gue itu bentuk ekspresi natural’

Aku termenung sejenak. Betul juga kata Abbad. Kalau memang Putri merasa bingkisan dariku itu dari pacarnya, dia akan ringan-ringan saja posting foto bingkisan pemberianku. Karena dianggap dari pacarnya. Tidak ada yang perlu disembunyikan. Tapi, sudah jelas Putri tahu bingkisan itu dariku, bukan dari pacarnya. Dan dia tetap membiarkan postingan foto tersebut, tidak dihapus. Pacarnya? Mungkin tahu. Lalu kenapa pacarnya tidak cemburu? Kenapa Putri adem ayem saja posting foto bingkisan itu?

‘Ngomong-ngomong tentang NLP Dri, lu tahu kan konsep delesi?’ Abbad menyela dan bertanya padaku.

‘Tahu.. Delesi, menghapus info, infonya ada yang tidak lengkap, atau kita sangat fokus sehingga beberapa hal lain terhapus,kenapa nanya delesi ke gue Bad?’ Aku balik bertanya pada Abbad.

‘Jatuh cinta emang dahsyat, bisa bikin orang fokus luar biasa. Contohnya lu,  Bener-benerbisa fokus ke Putri, ke keindahan-keindahan yang ada dalam Putri sampai-sampai lu ngedelesi atau ngehapus hal hal lain pada diri Putri. Beberapa orang coba mempengaruhi lu dengan ngejelek-jelekin Putri dan lu nggak peduli. Ya karena lu fokus, fokus pada perasaan lu sama Putri’

‘Jelek jelekin Putr? Maksud lo? Shinta?’ Tiba tiba Abbad membahas masalah Shinta. Mantan pacarku yang sudah putus sekitar 3 bulan lalu.

‘Iya siapa lagi. Dibalik upayanya, menjelek-jelekan dalam tanda kutip ya,Shina pada sosok Putri, ada makna tersirat yang pasti lu tahu lah. Kalo kata gue, Shinta pengen balikan lagi sama lu Dri’

 ‘Tapi gue nggak mau Bad. Lu tahu sendiri Shinta udah ngekhianati gue!’ Jawabku dengan nada tinggi.

‘Bukannya Shinta udah minta maaf Dri?’

‘Apa menurut lo maaf aja cukup? Gue sama Shinta udah mau menuju jenjang pernikahan Bad, dan dia masih bisa bertindak seperti itu di belakang gue?’ Jawabku membela diri.

‘Iya gue Paham Dri, cuma gini, bukan gue bermaksud menceramahi elu ya. Gue ngomong gini karena elu sohib gue dari kecil. Gue tahu banget lu orangnya kayak gimana. Lu orangnya gampang maafin orang, nggak dendaman, mudah tersentuh, mudah tersugesti. Gue tahu betul lu Dri. Lu resisten ke Shinta karena di hadapan lu ada Putri kan? Inget Dri Posisi Putri udah punya pacar’ Abbad mulai menasihatiku.

‘Jadi sebenernya lu ngedukung yang mana sih Bad? Gue ke Putri apa gue ke Shinta? Lu nggak konsisten Bad’ aku menyela

 ‘Gue dukung yang terbaik buat lo Dri.. Kalo menurut gue, ada alasan Shinta melakukan itu.  Nggak semata mata karena dia pengen melakukan itu. Mungkin dia dalam hati kecilnya nggak mau mengkhianati lu. Mungkin dia Cuma butuh perhatian lu lebih. Secara lu sibuknya udah kayak Presiden Dri. Mungkin dia Cuma butuh waktu lebih banyak bersama lu. Dia Cuma butuh kejutan kejutan kecil dari lu kayak lu dulu pertama kenal. Atau bahkan, dia juga butuh tanggal, iya Dri, dia butuh tanggal yang pasti kapan lu mau ngelanjutin ke jenjang yang lebih serius. Karena katanya lu paling susah kalau udah diajak ngomongin tanggal. Dan satu lagi Dri, mungkin Shinta juga Cuma butuh ketulusan lu, seperti apa yang lu lakukan dan berikan ke Putri’

Meskipun ada resistensi dalam diriku mendengar paparan Abbad, kali ini aku harus mengakui kalau apa yang Abbad katakan benar.

‘Dari minta dukungan buat gue dan Putri, sekarang jadi dukung gue balikan ke Shinta. Makasih loh Bad nasihatnya’ jawabku singkat sambil melengos ke luar kamar menuju teras meninggalkan Abbad.

Sambil duduk di teras dan menyeruput teh tawar hangat, aku mencerna apa yang Abbad katakan. Tidak bisa tidak, memang bisa jadi benar yang Abbad katakan. Mungkin memang aku yang membuat Shinta berada di kondisi ia mau meladeni perhatian laki laki lain karena kesibukanku yang seringnya mencueki Shinta. Dan sosok Putri, hadir di persimpangan jalan yang memaksaku untuk mengambil keputusan.

 ***

To Be Continued

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun