Keadilan Korektif dalam Trans Substansi
Prinsip keadilan korektif, menurut Aristotle, berkaitan dengan pemulihan keseimbangan ketika terjadi ketidakadilan. Dalam konteks perpajakan, prinsip ini diterapkan untuk memastikan bahwa ketidakpatuhan wajib pajak, baik disengaja maupun tidak disengaja, dapat diperbaiki melalui pemeriksaan dan penagihan.
1. Pengakuan atas Kesalahan Substansial Pemeriksaan pajak sering kali menemukan bahwa laporan wajib pajak tidak sepenuhnya benar, baik karena kesalahan administratif maupun penghindaran pajak. Dalam pendekatan trans substansi, pemeriksa tidak hanya mencari kesalahan teknis tetapi juga berupaya memahami niat di balik laporan tersebut. Misalnya :
- Jika kesalahan adalah akibat ketidaktahuan, maka edukasi dan koreksi sederhana mungkin cukup.
- Jika kesalahan disengaja, maka diperlukan sanksi korektif yang proporsional.
2. Koreksi Transaksi Fiktif Dalam banyak kasus, transaksi yang dilaporkan oleh wajib pajak dapat bersifat fiktif atau sengaja dimanipulasi untuk mengurangi kewajiban pajak. Prinsip trans substansi menuntut pemeriksa untuk mengidentifikasi :
- Apakah transaksi memiliki nilai ekonomi nyata?
- Apakah tujuan transaksi semata-mata untuk menghindari pajak tanpa manfaat komersial lainnya? Transaksi yang tidak memiliki substansi ekonomi dapat dianggap batal demi hukum, dan kewajiban pajak dikoreksi sesuai keadaan sebenarnya.
3. Proporsionalitas dalam Sanksi Dalam keadilan korektif, sanksi tidak dimaksudkan sebagai hukuman semata tetapi sebagai alat untuk memulihkan ketidakseimbangan. Pendekatan ini relevan dalam pengenaan denda, bunga, atau penagihan paksa. Prinsip trans substansi memastikan bahwa :
- Sanksi seimbang dengan tingkat pelanggaran.
- Tidak ada diskriminasi dalam penerapan sanksi.
- Wajib pajak diberikan kesempatan untuk memperbaiki kesalahan mereka sebelum tindakan lebih keras diambil.
Model Penagihan Pajak dalam Perspektif Aristotle
1. Prinsip Keadilan dalam Penagihan Pajak
Penagihan pajak adalah langkah untuk memastikan bahwa kewajiban pajak yang telah ditetapkan dapat dipenuhi oleh wajib pajak. Dalam pandangan Aristotle, penagihan pajak harus mencerminkan keadilan distributif :
- Kemampuan Membayar Penagihan harus mempertimbangkan kondisi ekonomi wajib pajak. Misalnya, dalam situasi pandemi, wajib pajak yang terdampak secara ekonomi dapat diberikan kebijakan penangguhan atau keringanan pembayaran.
- Kesempatan untuk Saling Berkomunikasi Sebelum mengambil langkah penagihan paksa, wajib pajak harus diberikan pemberitahuan dan kesempatan untuk menyelesaikan kewajibannya secara sukarela.
2. Sanksi dalam Penagihan
Sesuai prinsip keadilan korektif, sanksi dalam penagihan pajak bertujuan untuk memulihkan kerugian negara akibat ketidakpatuhan. Namun, sanksi harus memiliki elemen pendidikan, yaitu mendorong kepatuhan di masa depan, bukan sekadar menghukum.