Mohon tunggu...
Kevin Fahlevi
Kevin Fahlevi Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa di UPN VETERAN Yogyakarta

Lahir di kota Yogyakarta 26 Juli 2001, hobi bermain basket, game, dan juga jalan-jalan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Terorisme di Abad ke 21 dan Pemberantasan Terorisme

5 Juni 2023   09:40 Diperbarui: 5 Juni 2023   09:59 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Menurut Kacung Marijan terorisme pada sejarahnya berasal dari kata terror yang disebutkan dalam istilah System, Regime de terreur yang pertamakali muncul pada tahun 1789 di dalam literatur The Dictionnaire of The Academic Francaise (Marijan, 2003). Konteks revolusi Prancis tak lepas pada penggunaan istilah itu. 

Oleh karena itu, istilah dari terorisme pada masa itu memiliki konotasi atau arti yang positif, yaitu adalah sebuah aksi-aksi yang dilakukan untuk menggulingkan pejabat zalim yang sedang berkuasa. 

Aksi-aksi itu sukses dilakukan dan dapat menggulingkan pejabat zalim tersebut. Akan tetapi dengan seiring perkembangan masa, makna dari terorisme sendiri bergeser menjadi sebuah kata dengan konotatif negatif. Terorisme sendiri sekarang diartikan sebagai sebuah aksi-aksi yang menimbulkan sebuah terror atau rasa takut kepada masyarakat dengan maksud dan tujuan yang bermacam-macam.

Sedangkan menurut sudut pandang liberalisme aktor-aktor dari aksi-aksi terorisme merupakan non state actor yang mempunyai arti bahwa pelaku-pelaku terorisme tersebut tidak terafiliasi oleh negara manapun, liberalisme melihat fenomena terorisme ini menggunakan sistem analisis yang mendalam terhadap akar penyebab dari sebuah tindakan terorisme terjadi. 

Menurut sudut pandang Liberalisme, akar masalah dari terorisme adalah sebuah hal kompleks yang terdiri dari masalah ekonomi, dogma-dogma yang tersebar di masyarakat, faktor pembulian yang berujung aksi terorisme seperti yang terjadi pada sekolah-sekolah di amerika, diskriminasi ras, masalah sosial dan juga masalah politik yang ada di pada negara tersebut. Akar dari penyebab tersebut sangat perlu dianalisa agar bisa dicegah sebelum aksi-aksi terorisme terjadi.

Liberalisme juga menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia yang ada, terutama pada kebebasan untuk hidup. Jadi Liberalisme sendiri menentang aksi-aksi terorisme yang ada dikarenakan Liberalisme sangat menentang penggunaan kekerasan dalam suatu konflik dan mengecam tindakan terorisme yang merampas banyak sekali nyawa-nyawa manusia tak bersalah yang ada serta merampas hak-hak individu untuk hidup. 

Liberalisme sendiri cenderung mendorong penggunaan dialog perdamaian dan juga diskusi sebagai jalur untuk menyelesaikan sebuah konflik agar terhindar dari tindakan-tindakan yang dapat merampas hak hidup manusia.

Lalu dengan adanya era globalisasi pada abad ke 21 yang menimbulkan kemajuan pesat di setiap aspek kehidupan, tindak terorisme pun juga tak luput dari perkembangan tersebut, terorisme bertambahnya kompleksitas dari aksi terorisme tersebut. 

Salah satu penyebab aksi terorisme adalah doktrin-doktrin agama yang radikal, pada hakikatnya agama tidaklah bersalah atas kasus-kasus terorisme yang dilatar belakangi oleh agama. Yang salah adalah doktrin agama yang melenceng dari ajaran utama agama tersebut. Para pelaku dijanjikan akan masuk surga dan bidadari jika mati dengan syahid. 

Doktrin tersebut secara intensif dimasukan kepada orang-orang tersebut hingga membentuk kepercayaan yang kuat. Contoh dari doktrin-doktrin agama tersebut adalah kasus pengeboman di Polsek Astanaanyar Bandung. Agus Sujatno (34) masuk kedalam jaringan Jamaah Ansharut Daulan (JAD). Agus Sujatno di duga mendapatkan doktrin-doktrin radikal di JAD yang membuatnya melakukan pengeboman.

Faktor lain penyebab terorisme di abad ke 21 ini adalah faktor sosial dan politik, seperti contohnya adalah kasus penyerangan terhadap gedung World Trade Center (WTC). 

Walaupun sebenarnya penyebab dari aksi terror di gedung WTC tak hanya disebabkan oleh faktor sosial dan politik dan lebih kompleks, akan tetapi faktor sosial dan politik merupakan salah satu faktor utama dalam tindakan aksi penyerangan di WTC. faktor politik dan sosial mendorong ketidakpuasan terhadap kebijakan luar negeri Amerika Serikat di beberapa wilayah, terutama di Timur Tengah. 

Beberapa masalah yang sering disebutkan adalah pendukungan AS terhadap rezim otoriter, seperti di Arab Saudi atau Mesir, dan kehadiran militer AS di wilayah tersebut. 

Kehadiran militer yang dimaksud Amerika Serikat telah melakukan beberapa intervensi militer di Timur Tengah jauh sebelum kejadian 9/11 terjadi, termasuk dengan Perang Teluk (1991) dan intervensi di Somalia (1992-1993). 

Beberapa kelompok ekstremis melihat intervensi ini sebagai bentuk campur tangan asing dan melihat Amerika Serikat sebagai musuh mereka lalu melakukan penyerangan gedung World Trade Center pada tangal 11 September 2001 yang merenggut lebih dari 3000 korban jiwa yang tak bersalah.

Contoh lain dari faktor sosial penyebab tindakan terorisme adalah tindakan perundungan yang terjadi di sekolah Amerika. Pada tahun 2012 silam, terjadi kasus penembakan oleh siswa di sekolah Ohio Amerika Serikat. Kasus penembakan tersebut menewaskan 3 siswa dan juga sejumlah korban luka lainya. Menurut teman sekelas TJ Lane selaku saksi penembakan tersebut mengaku bahwa ia (Lane) sering mengalami perundungan oleh teman-teman sekelasnya, bahkan teman-teman sekelas yang melakukan perundungan menyebut bahwa Lane adalah anak buangan.                               

Berbagai definisi dan arti yang menjelaskan terorisme cukup berkaitan satu dengan yang lainnya. Walaupun PBB belum mendefinisikan terorisme secara sah, namun garis besar yang sama dari berbagai arti dan penggambaran dapat mendefinisikan terorisme. 

Penulis mendefinisikan terorisme sebagai tindakan kekerasan yang dilakukan secara terencana dan terorganisir dengan maksud mencapai tujuan-tujuan tertentu dengan cara menimbulkan ketakutan dan rasa tidak aman kepada objek penargetan dan cenderung menimbulkan kerusakan yang besar dan berkelanjutan.

Dikarenakan masifnya kerusakan yang ditimbulkan dan penargetan tindakan terorisme yang ditujukan pada masyarakat sipil secara umum, maka terorisme dikatakan sebagai crime against humanity (kejahatan terhadap manusia) dan dikategorikan sebagai extraordinary crime (kejahatan yang luar biasa) oleh hukum pidana Internasional. 

Digolongkan sebagai extraordinary crime karena beberapa hal, yakni 1) penargetan yang acak dan merugikan pihak atau masyarakat tidak bersalah, 2) mengganggu nilai-nilai asas yang terdapat pada hak asasi manusia seperti nyawa, rasa aman, dan lain-lain, 3) menggunakan senjata-senjata pemusnah yang sudah dilarang oleh hukum internasional seperti senjata kimia, nuklir, dan lain-lain, 4) menimbulkan rasa takut yang meluas dan mengandung ancaman, gertakan, hingga kekerasan.

Dengan ditetapkannya terorisme menjadi crimes against humanity, maka hukum yang berlaku dalam penanganan, pencegahan, hukuman adalah hukum internasional. Selaras dengan formulasi Principle VI tahun 1950 yang berbunyi "Murder, extermination, enslavement, deportation and other inhumane acts done against any civilian population, or persecution on political, racial, or religious grounds, when such acts are done or such persecutions are carried on in execution of or in connexion with any crime against peace or any war crimes"

Terorisme menjadikan banyak elemen di dunia menjadi aktor dalam menanggapi tindakan terorisme. Dalam tulisan International Law and Terrorism, Anthea Roberts menyebutkan beberapa peran negara dalam menanggapi isu terorisme, yaitu mencegah terjadinya tindakan terorisme, melindungi rakyatnya dari bahaya terorisme, bekerja sama dengan negara lain dalam menanggapi isu terorisme yang ada, dan melakukan semua tindakan diatas dengan tetap menjaga hak asasi manusia. Bentuk perilaku yang mencerminkan hal-hal tersebut dilihat dari produk-produk hukum yang dikeluarkan dan kegiatan diplomasi yang dilakukan.

Dalam tulisan tersebut juga ditekankan tentang penting dan perlunya kerja sama antar negara. Kerja sama yang dimaksud adalah bagaimana negara satu dan yang lainnya bisa bertukar informasi tentang pihak-pihak yang dicurigai, antisipasi ancaman, dan hal-hal lain yang berkaitan tentang intelegensi negara dalam menghadapi terorisme. Kerja sama dalam hal menegakan hukum juga sangat diperlukan. Ekstradisi pelaku, penangkapan pelaku dan penjatuhan hukuman yang sesuai bisa dilakukan dengan kerjasama antar negara.

Sampai saat ini sudah banyak sekali konvensi yang diselenggarakan guna membahas berbagai aspek dan lingkup terorisme. Seperti International Convention for the Suppression of Terrorist Bombing yang berbicara tentang hukum-hukum tindakan terorisme di ruang publik, fasilitas negara, dan lain-lain. Selain itu ada juga konvensi tentang pemberhentian pendanaan kepada pihak-pihak yang dicurigai sebagai pelaku terorisme. 

Resolusi Dewan PBB juga mengeluarkan beberapa resolusi terkait terorisme termasuk pencegahan, penanganan, pemberantasan dan lain-lain. Langkah-langah ini menunjukan kesadaran negara-negara akan bahaya dari terorisme. Sikap antisipasi dan tegas yang dilakukan banyak negara ini juga menunjukan bagaimana dunia internasional bekerja sama dalam menolak, memberantas, dan melawan terorisme.

Semua negara setuju bahwa terorisme adalah musuh kemanusiaan dan harus dihilangkan dari muka bumi. Maka dari itu diperlukan cara dan strategi yang komprehensif dalam memberantas terorisme. Langkah yang bisa dan sudah dilakukan adalah membekukan keuangan kepada pihak-pihak yang dicurigai sebagai teroris seperti yang tertera pada International convention for the suppression of financing of terrorism yang diselenggarakan pada tahun 1999. Dengan berhentinya dana yang dipasok kepada teroris, pergerakan mereka akan melambat dan mudah dilacak.

Bekerja sama antar negara dengan saling memberikan info terkait terorisme dari intelijen masing-masing negara juga akan mempermudah melacak dan mencegah tindakan-tindakan teror yang akan dilakukan. Masing-masing negara juga bisa memfasilitasi berbagai kebutuhan guna melacak dan membekukan kegiatan teror sebelum terjadi. Seperti yang dilakukan beberapa negara terhadap Indonesia terkait penyelesaian dan penangkapan pelaku Bom Bali pada akhir tahun 2002. Alhasil, pada tahun 2003 pelaku Bom Bali dapat dibekuk-kan dan dijatuhi hukuman yang setimpal.

Berbagai upaya yang telah dilakukan tidak bisa dijalankan oleh masing-masing negara secara sendiri, namun diperlukan kerja sama antar negara yang terstruktur dan terorganisir. Tindak pidana terorisme dapat ditegakkan dengan mematuhi dan mengacu pada hukum-hukum internasional yang berlaku. Kepatuhan setiap negara kepada hukum internasional yang terkait dengan terorisme membuat suatu sinergi yang terpusat dan terarah. Ditambah dengan transparansi dan kuatnya produk hukum yang dibuat, membuat terorisme sangat memungkinkan terlacak dan diantisipasi pergerakannya agar tidak terjadi lagi aksi-aksi teror seperti yang sudah kita lalui di masa lalu.

            Semua manusia dimuka bumi ini memiliki Hak untuk hidup dengan layak namun dengan aksi-aksi terorisme yang terjadi, Hak-hak tersebut dirampas dengan kejamnya. Sudah banyak tindakan pencegahan terhadap terorisme seperti contohnya tindakan deradikalisasi, kerjasama antar negara untuk mencegah terorisme yang ada, hukum-hukum internasional yang dapat mencegah terjadinya tindak terorisme yang ada, dan masih banyak lagi upaya-upaya pencegahan aksi terorisme. Walau upaya-upaya tersebut dapat mengurangi presentase terjadinya aksi terror, namun aksi terrorisme tetap terjadi di dunia ini, kami harap terorisme di dunia dapat diberantas secara 100% dari muka bumi ini agar tidak ada lagi korban-korban jiwa yang melayang akibat aksi teror-teror tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun