"Iya, itu benar. Tapi, sebelum kau meneruskan posisi kakakmu sebagai jendral, aku akan memberimu dua ujian. Dua ujian itu akan menentukan apakah kau layak meneruskan posisi kakakmu atau tidak. Jadi, apakah kau bisa menyanggupinya, Nona Narumi?"
"Baiklah, aku siap dengan dua ujian yang akan Anda berikan itu, Raja Haruto. Berhasil atau tidaknya... kita lihat saja nanti."
Setelah itu, Raja Haruto mengeluarkan pedang sepanjang 75 sentimeter dari dalam karung goni di sampingnya, lalu beliau mengelap pedang itu dengan sapu tangannya. "Dengarkan aku dengan seksama. Akan kujelaskan singkat tentang dua ujian yang akan kuberikan kepadamu. Ujian pertama, kau akan melawan dua bawahan Jendral Tomoya, yaitu Ryo dan Riku. Jika kau berhasil mengalahkan mereka berdua, kau lolos ujian pertama. Selanjutnya, ujian kedua, bawakan dua kepala jendral Kerajaan Amagumo, Kazuki dan Ryota. Bulan depan, kau akan diikutkan dalam pertempuran melawan Kerajaan Amagumo. Itulah ujian keduamu. Habisi dua jendral itu! Sekaligus balaskan dendam kakakmu."
“Kukira ujian yang akan Anda berikan kepadaku bakalan susah, ternyata semudah ini. Ujian pertamanya kapan, Yang Mulia?” tanyaku dengan nada angkuh.
Raja Haruto tersenyum tipis mendengar ucapanku barusan. “Hmm, angkuh sekali kau ini, hahaha. Ujian pertama akan dimulai besok pagi di depan pondok ini dan aku akan menonton pertarunganmu dari dalam pondok. Nanti malam, Ryo dan Riku akan datang ke sini membahas strategi untuk pertempuran bulan depan sekaligus bersiap-siap untuk bertarung denganmu.” Beliau kemudian menyodorkan pedang yang tadi diusapnya dengan sapu tangan ke arahku. “Terimalah pedang ini, anggap ini hadiah dariku.”
“Baiklah, Yang Mulia, terima kasih. Apakah tidak ada lagi yang ingin Anda bicarakan dengan saya? Kalau tidak ada, saya akan pulang karena jadwal latihan saya hari ini banyak sekali.”
“Tidak ada, kau bisa pulang sekarang. Nona Narumi, pangkat jenderal tidak hanya dimiliki oleh para pria. Wanita juga memiliki kesempatan untuk mencapai pangkat jenderal. Anggapan bahwa wanita itu lemah dan tidak cocok untuk menjadi jenderal adalah salah besar. Karena untuk menjadi seorang jenderal itu tidak terbatas pada kekuatan fisik, tetapi lebih pada kepemimpinan, kecerdasan strategi, kemampuan pengambilan keputusan, dan dedikasi terhadap tugas dan pasukan. Seorang jenderal harus mampu mengambil keputusan sulit dalam situasi yang serba cepat dan penuh tekanan, dan harus memiliki pemahaman yang mendalam tentang taktik militer, strategi, dan logistik.”
Aku hanya mengangguk tanpa sepatah kata pun keluar dari mulutku. Setelah itu, aku beranjak keluar pondok dan langsung bergegas menuju kudaku.
Kevin Dias Syahputra
[Mojokerto, 11 Juli 2024]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H