Apakah Boleh Pengambilan Gen Plasma Nutfah dari Negara Lain Untuk Dikembangkan di Negara Sendiri?
Kita pasti pernah dengar kata reproduksi, tapi apa sih reproduksi itu? Reproduksi atau perkembangbiakan adalah kemampuan makhluk hidup untuk menghasilkan individu baru yang sifatnya sama atau menyerupai induknya.Â
Cara perkembangbiakannya ada yang dengan cara kawin (generatif), ada yang dengan cara tidak kawin (vegetatif). Reproduksi seksual adalah perkembangbiakkan yang dilakukan oleh dua organisme yang memiliki sel sperma dan sel ovum. Reproduksi aseksual adalah perkembangbiakkan yang dilakukan tidak diperlukan sel.
Pada tumbuhan, reproduksi vegetatif  dibagi lagi menjadi vegetatif alami dan vegetatif buatan. Namun saya akan menjelaskan lebih lanjut mengenai reproduksi vegetatif buatan, spesifiknya yaitu kultur jaringan.Â
Kultur jaringan merupakan budidaya dengan menggunakan jaringan tanaman untuk membuat tanaman baru dengan sifat yang sama dengan induknya. Atau, kita bisa juga mengartikan kultur jaringan sebagai memelihara dan menumbuhkan organ tanaman seperti tunas, embrio, bunga, dan sebagainya, atau jaringan tanaman seperti sel, protoplas, dan sel, pada kondisi yang aseptik.Â
Singkatnya, kultur jaringan atau biasa disebut tissue culture sendiri adalah suatu metode yang dilakukan dengan mengisolasi bagian  tanaman berupa sel, jaringan, dan organ, kemudian bagian tersebut ditumbuhkan dalam suatu medium aseptik agar bisa beregenerasi menjadi suatu tanaman yang lengkap.
Teknik kultur in vitro adalah metode penanaman bagian tanaman (protoplas, sel, jaringan, atau organ) secara aseptis dan ditumbuhkan dalam botol sehingga membentuk tanaman yang sempurna atau menghasilkan produk metabolit tertentu.Â
Dewasa ini, kultur in vitro seringkali disebut sebagai kultur jaringan walaupun yang dikulturkan tidak hanya berupa jaringan. Pembahasan diawali dengan kronologi munculnya teori-teori dalam sejarah kultur jaringan.Â
Schleiden dan Schwan (1838) merupakan orang pertama yang menyatakan kultur jaringan berdasarkan teori totipotensi (total potential genetic). Haberlandt (1902) mencoba membuktikan teori totipetensi tersebut walaupun belum berhasil membentuk tanaman lengkap (planlet) karena belum ditemukan zat pengatur tumbuh (ZPT).Â
Kegagalan Haberlandt ini disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya adalah penggunaan unsur-unsur hara yang relatif sederhana sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan nutrisi bagian tanaman secara optimal, penggunaan sel-sel yang sudah sangat terdiferensiasi, dan kemungkinan adanya kontaminasi bakteri pada bagian sel yang akan dikultur karena pada saat itu Haberlandt tidak melakukan tahap sterilisasi. Setelah penelitian Haberlandt, muncul penelitian-penelitian yang berkaitan dengan ZPT.Â
ZPT yang pertama ditemukan adalah giberelic acid (GA3) pada 1926 yang terdapat pada benih padi yang terserang Giberella fujikuroi. Kecambah yang terserang cendawan tersebut lebih tinggi daripada yang tidak terserang. Selanjutnya, auksin ditemukan oleh Went dan Thiman (1936). Pada tahun 1950, ditemukanlan sitokinin yang berasal dari sperma ikan hering. Â
Thidiazuron ditemukan pada tahun 1957. Fenol (difenol atau ortodifenol) ditemukan oleh Nitch dan Nitch (1962). Pada tahun 1965, Â ditemukanlah ABA dan pada 1968, GA3 dapat disintesis. ZPT yang terkini ditemukan antara lain brassinosteroid, asam jasmonat, dan asam salisilat. Penemuan ZPT tersebut memacu penelitian di bidang kultur jaringan.
Hal yang mendasari teknik kultur jaringan ini yaitu sifat totipotensi (Total Genetic Potential) yang dimiliki oleh sel. Teori totipotensi sel (Total Genetic Potential),artinya setiap sel memiliki potensi genetik seperti sel zigot yaitu mampu memperbanyak diri dan berdiferensiasi menjadi tanaman lengkap.Â
Dengan demikian, pengertian totipotensi adalah kemampuan setiap sel tumbuhan untuk membentuk individu baru yang sempurna. Jadi, sifat totipotensi ini pada jaringan tumbuhan dimanfaatkan untuk memperoleh keturunan secara seragam dalam jumlah banyak serta terjadi dengan cepat.Â
Karena sel-sel pada tumbuhan bersifat totipotensi yakni memiliki potensi penuh maka hal itu dapat mempertahankan potensi zigot untuk melakukan pembentukan pada semua bagian organisme secara matang.Â
Selain satu bagian pada tanaman dapat dilakukan kloning menjadi tanaman identik dengan metode genetik. Schleiden dan Schwann berpendapat bahwa sel mempunyai kemampuan autonom dan totipotensi.Â
Sifat totipotensi tersebut membuat sel mampu untuk tumbuh dan berkembang dalam medium aseptik, dengan syarat medium tersebut haruslah mengandung unsur-unsur hara yang dibutuhkan.
Prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah perbanyakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman menggunakan media buatan yang dilakukan di tempat steril. Metode kultur jaringan dikembangkan untuk membantu memperbanyak tanaman, khususnya untuk tanaman yang sulit dikembangbiakkan secara generatif.
Teknik kultur jaringan ini dapat dilakukan dengan cara merendam dalam bahan kimia (sterilan) selama beberapa menit lalu dicuci dengan air steril atau bisa disebut juga sterilisasi eksplan, hal ini bertujuan untuk membunuh mikrobia yang menempel pada eksplan. Kemudian menanam eksplan pada media kultur yang dilengkapi dengan unsur makro dan mikro (inokulasi).Â
Dilanjutkan Meletakkan botol yang berisi eksplan pada ruangan yang suhu dan penyinarannya terkontrol sampai terbentuk kalus. Kemudian Subkultur memindahkan ke media yang menggunakan hormon auksin sampai beberapa kali sampai tumbuh menjadi plantlet.Â
Plantlet dikeluarkan dari botol dan akarnya dibersihkan dengan air bersih. Plantlet ditanam ke pot-pot kecil dan diletakkan di tempat yang tidak terkena cahaya matahari langsung. Bila plantlet sudah tumbuh kuat, tanaman bisa dipindahkan ke media tanah atau lahan pertanian yang terkena cahaya matahari langsung ( Aklimatisasi ).
Tujuan dari kultur jaringan sendiri di antaranya adalah memperoleh bibit tanaman dengan sifat yang sama dalam waktu singkat, menghasilkan bibit tanaman yang bebas penyakit dalam jumlah besar, melestarikan tanaman-tanaman langka dan tanaman yang sukar dikembangbiakkan secara tradisional.
Teknik kultur jaringan tidak hanya bisa dilakukan pada tumbuhan, namun teknik kultur jaringan bisa juga dilakukan pada hewan. Mengapa teknik kultur jaringan lebih mudah diterapkan pada tumbuhan? Â Teknik kultur jaringan lebih mudah diterapkan pada tumbuhan karena sel tumbuhan memiliki sifat totipotensi yang lebih tinggi daripada sel hewan, yang menyebabkan tingkat keberhasilan teknik kultur jaringan pada sel hewan lebih rendah dari pada sel tumbuhan. Jadi semakin tinggi sifat totipotensi, tingkat keberhasilan diterapkannya teknik kultur jaringan semakin tinggi pula.
Kultur jaringan pada hewan juga membutuhkan media tumbuh sama seperti kultur jaringan pada tumbuhan. Nah, media tumbuh tersebut dapat berupa nutrisi-nutrisi yang dibutuhkan sel yang dikulturkan seperti karbohidrat, asam amino, garam, hormon, mineral, serum, vitamin, zat-zat bioaktif, lemak.
Teknologi kultur jaringan telah banyak digunakan untuk kelestarian dan pemanfaatan sumber hayati. Negara maju mulai mengembangkan teknologi ini untuk mengambil gen plasma nutfah dari negara lain agar dapat dikembangkan di negaranya masing-masing. Bolehkah suatu negara mengambil gen asli plasma nutfah dari negara lain untuk dikembangkan di negaranya sendiri?
Kita ambil contoh saja tanaman eceng gondok. Eceng gondok pertama kali ditemukan secara tidak sengaja oleh seorang ilmuwan bernama Carl Friedrich Philipp von Martius, seorang ahli botani berkebangsaan Jerman pada tahun 1824 ketika sedang melakukan ekspedisi di Sungai Amazon Brasil.Â
Eceng gondok memiliki kecepatan tumbuh yang tinggi sehingga tumbuhan ini dianggap sebagai gulma yang dapat merusak lingkungan perairan. Eceng gondok dengan mudah menyebar melalui saluran air ke badan air lainnya.
Menurut sejarahnya, tanaman eceng gondok di Indonesia dibawa oleh seorang ahli botani dari Amerika ke kebun Raya Bogor. Akibat pertumbuhan yang cepat (3% per hari), eceng gondok ini mampu menutupi seluruh permukaan suatu kolam (blooming). Sedangkan di Sungai Amazon Brasil, tanaman eceng gondok ini tidak mengalami blooming. Mengapa demikian? Tanaman eceng gondok di Brasil tidak mengalami blooming karena di Sungai Amazon Brasil terdapat predator yang memakan tanaman eceng gondok ini.
Jadi, ketika seseorang mengkultur gen asli dari tanaman suatu negara, dan ia membawa hasil pengkulturannya itu ke negaranya masing-masing untuk dikembangkan, maka orang tersebut harus dapat menjamin bahwa produk hasil pengkulturannya itu tidak akan menghambat tumbuh kembang keanekaragaman lainnya.Â
Nah, dapat kita simpulkan bahwa masing-masing organisme memiliki sifat yang berbeda-beda dan belum tentu bisa cocok satu sama lain dan juga negara lain tidak diperbolehkan untuk mengambil gen asli plasma nutfah suatu negara, karena hal tersebut dianggap bisa mengurangi keanekaragaman hayati yang dimiliki oleh suatu negara, bahkan menghilangkan kekhasan dari negara tersebut.
Cukup sekian artikel mengenai kultur jaringan dan pengaplikasiannya. Mohon maaf jika terdapat kesalahan, dan semoga artikel ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA
BBBiogen. Dasar-Dasar Teknik Kultur Jaringan Tanaman. http://biogen.litbang.pertanian.go.id/2014/07/ringkasan-kuliah-prof-r-dr-ika-mariska-s-1-dasar-dasar-teknik-kultur-jaringan-tanaman/ . (diunduh pada tanggal 19 Agustus 2019 pukul 18.48)
Dodds, John, H, Roberts, Lorin, W. 1985. Experiments in Plant Tissue Culture Second Edition. Cambridge University Press, Australia.
Fikr. Kultur Jaringan, Pengertian dan Manfaatnya untuk Budidaya Tumbuhan. http://masfikr.com/pengertian-kultur-jaringan/ . (diunduh pada tanggal 19 Agustus 2019 pukul 19.16 WIB)
Henuhili, Victoria. 2013. Kultur Jaringan Tanaman. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Yogyakarta, Yogayakarta.
Mastuti, Retno. 2017. Dasar-Dasar Kultur Jaringan Tumbuhan. Malang : UB Press.
Sari, Maya. 2015. Pengertian Totipotensi dan Kultur Jaringan. https://dosenbiologi.com/tumbuhan/pengertian-totipotensi . (diunduh pada tanggal 18 Agustus 2019 pukul 11.25 WIB)
Sriyanti, Daisy, P, Wijayani, Ari. 1994. Teknik Kultur Jaringan. Yogyakarta : Kanisius.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H