Menurut Fred Madgoff dan Jhon Bellamy Foster solusi akan permasalahan lahan untuk sumber kehidupan sosial dalam masyarakat adalah organisasi lingkungan, dan bagaimana organisasi tersebut dapat menciptakan masyarakat yang baru. Label aktivisme terkadang dicap sebagai masyarakat yang bisa nya mengkritik pemerntah. Â Padahal jika dinilai secara metode, gerakan sosial masyarakat apalagi atas kepentingan rakyat sangat membantu oposisi dari pemrintah. Dimana kedua kepentingan yang berbeda itu dapat menciptakan keharmonisasian. Namun, Indonesia sangat menutup peran kritik dan tidak mewadahi aspirasi masyarakat.Â
Internet, pers, dan media online sangat membantu Pemerintah atau penguasa menumbuhkan citra dalam masyarakat. Kita pun dengan gampang nya terpukau oleh pemimpin yang dapat membersihkan sungai namun mengobral kekayaan alam besar-besaran.
Saya teringat diskusi terbuka di Kedai Kalimetro Malang pada Selasa 15 Mei yang lalu mengenai "Pergulatan Model Gerakan Konservasi Lingkungan Berkelanjutan," penulis teringat apa yang dikataka oleh Rachmad K Dwi Susillo, Ph. D bahwa Akademisi atau Mahasiswa memang harus berperan aktif dalam gerakan konservasi lingkungan.
"Akademisi melakukan Penelitian yang tajam mengenai Lumpur Lapindo di kota Sidoarjo yang kala itu adalah peristiwa yang menggetakan Indonesia dan masyarakat asli sana. Penelitian berhasil. Akademisi itu jadi Profesor, Lumpur Lapindo tetap seperti itu. Tidak membawa dampak apa-apa," begitulah sekira nya Rachmad mengucap dengan dibumbui lelucon ala Akademisi.
Ia pun memberikan penilaian mengenai mentalitas suku jawa dan mengapa kita tidak mampu bersikap kritis ditengah situasi yang sudah berangkat jauh dari yang kita inginkan. dengan mengutip dari kata-kata Franz Magnis Suseno bahwasanya "Masyarakat Jawa itu menjaga keharmonisan.
Oleh karena itu Oligarki menyusp ruang untuk menciptakan hegemoni capital. Dimana mereka diam saja melihat penggusuran dan pembangunan," penulis menilai, bahwa Oligarki telah berangkat sangat jauh dalam menumbuhkan tatanan sosial dalam masyarakat. Dimana Jawa adalah sasaran utama yang harus dibuat tidur terlebih dahulu, kemudian tumbuh daerah-daerah di luar Jawa dibumbu-bumbui oleh dalih kontribusi yang katanya sikap Nasionalisme harus mendukung apa yang di progam kan oleh Pemerintah.
Perjuangan rakyat saat ini di anggap kuno, sudah sepatutnya kita memberikan prestasi terhadap Negara agar di cap warga Negara yang baik. Begitulah hegemonidicampur adukan dengan kepentingan-kepentingan.
Saya jadi berpikir, apakah demokrasi akan ada saat nya menuju ke arah fasisme? Dimana rakyat dibungkam terlebih dahulu agar sejahtera di kemudian hari. Konteks politik dan kekuasaan, bukan tidak mungkin. Â Atau kebebasan yang dianut adalah kebebasan Investasi para pemangku kebijakan? Prinsip tersebut bukan lah prinspip kesetaraan, tapi liberalisme sama hal nya Liberalisme Keynesian.
Jika berbicara teori Kapital nya Adam Smith, seharusnya membela habis kebebasan pasar dan melindungi segenap masyarakat dalam menjalani kehiudpannya sehingga menciptakan new social dalam bidang perdagangan.
Namun mengapa usaha-usaha mandiri dari pribumi tidak didukung sama sekali, sama hal nya dengan kasus Pasar Pandugo warga nya di diskriminasi dengan mewajibkan semua warga nya menyerahkan KTP kemudian dicap usaha legal dan tidak legal oleh Kartu Tanda Penduduk.
Padahal itu merupakan usaha yang tidak meresahkan dan membuat kemacetan lalu lintas karena jalanan pasar tersebut bukanlah jalanan utama masyarakat dan sudah terpetakan sebagai letak geografis pasar.