Kaum lelaki yang gemar berkelakar, pasti kenal dengan istilah yang namanya selingkuh itu indah. Mindik-mindik, ngumpet, was-was menjadi tantangan tersendiri ketika melakukan sebuah perselingkuhan, itu seni katanya. Istilah rumput tetangga memang lebih hijau sebenarnya memang betul adanya. Ini yang saya rasakan sendiri kemarin selama dua hari dengan melakukan perselingkuhan berjamaah tersebut. Nikmaaat nyyyoooh abis.
Selama dua hari kemarin (23-24 Agustus 2016) saya dipaksa untuk menjajal langsung produk andalan terbaru asal negara Bollywood ini dari Jakarta menuju Karawang dan Purwakarta, dan terpaksa harus mengandangkan dulu tunggangan harian. Sebelum artikel ini berlanjut, perlu diketahui untuk saat ini saya masih menggunakan motor NS200, yang secara langsung menjadi kompetitor terdekat motor kelas ini. Apalagi sama-sama dari negaranya bang ganteng Shahrukh Khan. TVS Apache RTR 200 4V resmi diluncurkan di Indonesia pada awal tahun 2016, dan kebetulan saya diberikan kesempatan yang sangat menarik ini. Melalui pertimbangan ini, mudah-mudahan bisa menjadi pandangan yang jelas terkait artikel ini, saya paparkan dengan kondisi seobjektif mungkin, tanpa ada tendensi, atau bahkan karena kepentingan pihak pengundang. Jadi, enjoy!
Ulasan lebih lanjut akan saya bagi dengan beberapa poin penting yang akan sangat berguna untuk pertimbangan calon buyer yang berminat untuk mencari motor di kelas ini. Walaupun memiliki kubikasi mesin yang lebih besar, realitanya TVS Apache RTR 200 4V harus berjibaku dalam hal penjualan dengan motor di bawahnya, Vixion dan CB150R karena harga yang terlalu mepet. Sama halnya seperti NS200 yang harus habis-habisan bertempur melawan motor jepun, yang diakhiri dengan cerita tragis, pabrikan hijau lebih memilih mengobral unitnya dan menghentikan kerjasama. Huuufffth betek.
Handling. Menjadi hal yang paling krusial saat berniat untuk meminang tunggangan. Anda tidak mungkin rela mengeluarkan uang puluhan juta tapi setiap hari harus tersiksa karena badan kayak habis ditonjokin preman pasar. Anda harus benar-benar merasakan motor itu wajib menciptakan posisi yang wuuuuenak untuk tinggi dan berat badan Anda. Dengan tinggi kurang lebih 180cm dan berat badan kurang lebih 90-100kg --Saya jarang menimbang berat badan karena takut dengan realita-- saya harus membandingkan dengan NS200. Dalam kondisi handlebar standar, walaupun NS memiliki rise yang lebih tinggi pada kenyataannya justru masih kurang nyaman karena posisi tempat duduk yang juga ikutan tinggi, posisi rider menjadi sedikit menunduk.Â
Berbeda dengan RTR 200, dengan rise yang lebih pendek justru lebih nyaman karena posisi tempat duduk dan stang cukup seimbang buat rider yang memiliki tinggi di atas rata-rata orang Indonesia.Â
Tahu apa yang semakin membuat RTR 200 lebih gampak dibuat meliak-liuk? Sudah jadi rahasia umum biasanya motor Indihe punya selalu menggunakan ban asli India pula di setiap produknya, dan seluruh ban asli Indihe ini memiliki ciri khas yang sangat mencolok, demen banget geyal-geyol jika kondisi jalan basah, berpasir dan jika rem ditekan dengan keras. Di RTR 200, kalian bakalan dimodali dengan ban bawaan seharga dua jutaan Pirelli Sport Demon, hhhmmm. Menurut tim TVS yang juga ikut serta dalam rombongan, menjelaskan pemilihan ban ini melalui beberapa tahap dan beberapa Merk, dengan berbagai pertimbangan kualitas dan keselamatan akhirnya terpilih tipe ini. Ini spesial loh, karena di India sendiri justru masih menggunakan Remora.
Kekurangannya adalah posisi kaki. Jika dibandingkan dengan NS, posisi RTR 200 terlalu tegak, tidak membentuk sudut pas yang lebih miring ke belakang. Untuk pemakaian jarak jauh pasti akan kurang nyaman karena kaki akan lebih cepat pegal. NS lebih unggul di sektor ini. Dan yang cukup mengecewakan adalah sektor pengereman yang terlalu smooth, sebenarnya enak ketika ditekan. Tapi saat dilakukan hard braking, terlalu lama untuk melakukan pengereman, saat saya pacu dengan topspeed lalu saya paksa dengan rem, alhasil saya was-was, beruntung enggak nubruk kumpulan optimus prime yang mendominasi jalan Karawang. Fyyyuh.
Benar kata om Baskoro Endrawan yang juga mengikuti test ride kali ini, namanya lakik yang doyan motor pasti gatel, akan ada saja perangkat yang bakal diubah, motor tidak akan dibuat dalam kondisi standar. Jika saya memiliki TVS Apache RTR 200 4V ini, langkah awal saya tentu akan mengubah posisi footstep yang lebih mundur, dan mengganti stang aslinya dengan fatbar. Sumpeh, stang aslinya enggak ada aura streetfighternya, enggak lakik.
Desain. Sekarang kita beralih ngobrolin desain, tipe ini sebenarnya terinspirasi dari motor konsepnya yang pernah diluncurkan tahun lalu yaitu TVS Draken --silakan googling-- dan melewati sedikit penyesuaian, tapi garis lekukan, bentuk fuel tank, speedometer dan velg masih memiliki aura Draken namun dengan dimensi yang lebih kecil tentunya.