Mohon tunggu...
KEVIN MALAU
KEVIN MALAU Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA

Seorang mahasiwa Ilmu Komunikasi, Universitas Pembangunan Nasional " Veteran " Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Fenomena Childfree pada Generasi Gen-Z

19 Desember 2024   16:07 Diperbarui: 19 Desember 2024   13:34 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ramai persoalan childfree ( source: Kompas.com )

Indonesia dikejutkan beberapa belakangan ini dengan kasus CHILDFREE atau keputusan untuk tidak memiliki anak, bahkan menurut kajian DATAin BPS menganalisis bahwa fenomena childfree di Indonesia dari sisi maternal, menggunakan data survei sosial ekonomi nasional ( Susenas ) 2022. Hasil Nya adalah perempuan berusia 15-49 tahun yang pernah menikah, namun belum pernah melahirkan anak dalam keadaan hidup. Dalam Susenas 2022, pertanyaan terkait anak ini diberikan khusus kepada mereka yang tidak pernah menggunakan alat KB. "Menurut hasil susenas 2022, persentase perempuan childfree di Indonesia saat ini sekitar 8 persen, hampi setara dengan 71.000 orang," bunyi kajian DATAin BPS. jumlah ini setara dengan 0,1 persen perempuan berusia 15 - 49 tahun. Jadi, dari 1000 perempuan dewasa di Indonesia, satu diantaranya telah memutuskan untuk childfree. 

Penyebaran kasus childfree dipengaruhi oleh masifnya pengguna media sosial. Survei dari We Are Social (2023) menunjukkan bahwa lebih dari 70% pengguna internet di Indonesia aktif menggunakan media sosial untuk berdiskusi dan berbagi pendapat tentang berbagai topik sosial, termasuk isu childfree. Dengan masifnya penyebaran informasi dan terbukanya ruang diskusi, topik childfree menjadi perbincangan yang menarik banyak perhatian dari berbagai kalangan. Selain itu, isu dan topik childfree juga dapat berpengaruh pada perusahaan, seperti kasus sebuah perusahaan yang bergerak di industri produk anak-anak, menjadi pusat perhatian masyarakat setelah munculnya tuduhan terkait keamanan produk yang diluncurkan. Tuduhan ini memicu respons signifikan dari konsumen, organisasi perlindungan anak, media, sehingga mengharuskan kasus childfree segera diselesaikan dengan solusi yang tepat. 

Fenomena childfree ini mengacu kepada keputusan individu atau pasangan untuk secara sukarela tidak memiliki anak terlepas dari kemampuan biologis ataupun finansial mereka untuk melakukannya. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa angka kelahiran di Indonesia telah mengalami penurunan secara konsisten dalam beberapa dekade terakhir, yang sebagian besar dipengaruhi oleh pergeseran pandangan terhadap pernikahan dan kehidupan berkeluarga.  dalam perspektif sosiologi komunikasi fenomena ini dapat dipahami melalui berbagai konsep yang berkaitan dengan komunikasi sosial, norma, nilai konstruksi sosial, dan juga identitas individu secara kolektif.

Childfree dalam Perspektif Sosiologi Komunikasi

Dalam sosiologi komunikasi, fenomena childfree dapat dianalisis melalui berbagai teori:

  1. Teori Interaksi Simbolik (Herbert Blumer, 1969):
    Media sosial menjadi ruang di mana makna keluarga dan peran orang tua didefinisikan ulang. Individu atau kelompok menggunakan platform ini untuk mendiskusikan dan mempertanyakan norma tradisional.

  2. Teori Spiral of Silence (Elisabeth Noelle-Neumann, 1974):
    Pendukung childfree sering dianggap menentang norma sosial dan menghadapi tekanan opini mayoritas. Meski begitu, media sosial memberi mereka ruang untuk membangun narasi alternatif dan memperjuangkan legitimasi keputusan mereka.

  3. Teori Konstruksi Sosial Realitas (Peter Berger & Thomas Luckmann, 1966):
    Pilihan untuk tidak memiliki anak dianggap sebagai konstruksi sosial baru yang muncul sebagai respons terhadap perubahan budaya dan ekonomi.

Alasan perempuan memilih childfree

Menurut survei, ada 3 alasan yang sering dikemukakan untuk memilih childfree.

  1. Faktor Ekonomi
    Tingginya biaya hidup membuat banyak orang merasa tidak siap secara finansial untuk memiliki anak. Dengan kebutuhan seperti pendidikan dan kesehatan yang semakin mahal, keputusan childfree dianggap sebagai solusi yang lebih realistis.

  2. Kesadaran Lingkungan
    Kekhawatiran terhadap dampak populasi berlebih membuat sebagian orang memilih untuk tidak memiliki anak. Mereka percaya bahwa keputusan ini dapat membantu mengurangi beban lingkungan dan menjaga keberlanjutan planet.

  3. Kemandirian
    Banyak individu memilih childfree agar dapat fokus mengejar karier dan kebahagiaan pribadi. Keputusan ini dianggap sebagai cara untuk hidup lebih bebas tanpa tekanan sosial untuk berkeluarga.

Dampak Childfree dalam Kehidupan Sosial dan Budaya

Fenomena childfree membawa perubahan signifikan terhadap pandangan tradisional mengenai konsep keluarga. Keputusan untuk tidak memiliki anak memicu diskusi mengenai kesiapan masyarakat dalam menerima pergeseran norma keluarga, atau justru bertahan pada pandangan konservatif yang sudah ada. Dalam jangka panjang, pilihan ini berpotensi memengaruhi angka kelahiran, mengubah struktur sosial, serta mendorong penyesuaian kebijakan publik di Indonesia.

Kesimpulan

Fenomena childfree merupakan refleksi dari perubahan nilai, norma, dan persepsi dalam masyarakat modern yang dipengaruhi oleh dinamika sosial, ekonomi, dan budaya. Pilihan untuk tidak memiliki anak tidak hanya dipengaruhi oleh faktor ekonomi, kesadaran lingkungan, dan kemandirian, tetapi juga didukung oleh peran media sosial sebagai ruang diskusi dan penyebaran informasi. Dalam perspektif sosiologi komunikasi, fenomena ini mencerminkan proses redefinisi makna keluarga dan identitas individu dalam tatanan sosial yang terus berkembang.

Dampaknya terhadap kehidupan sosial dan budaya di Indonesia cukup signifikan, mulai dari penurunan angka kelahiran hingga perubahan struktur keluarga dan norma tradisional. Melalui analisis sosiologi komunikasi, kita dapat memahami bagaimana keputusan ini dipengaruhi oleh interaksi simbolis, tekanan opini mayoritas, dan konstruksi sosial baru. Fenomena ini tidak hanya mencerminkan perubahan pola pikir individu, tetapi juga dinamika sosial yang lebih besar di era digital.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun