Mohon tunggu...
Kevin Marandika Arizona
Kevin Marandika Arizona Mohon Tunggu... Lainnya - Fotografer

Sedang merintis karir sebagai fotografer peristiwa alias pewarta foto dan penggemar olahraga bernama sepakbola. Mengunggah tulisan jika senggang atau sekedar menghabiskan waktu kala tidak memotret.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Realitas Kehidupan di Bantaran Sungai Ciliwung

16 Mei 2021   12:08 Diperbarui: 16 Mei 2021   12:14 829
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penumpang sedang menunggu "kolek" untuk menyeberang sungai Ciliwung. (SINERGI/Kevin Marandika)

Melihat realitas kehidupan warga bantaran sungai Ciliwung, Kelurahan Kampung Melayu, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur. Saat hendak pergi ke tempat tersebut, kita harus menaiki sejenis sampan yang dikenal warga setempat sebagai "kolek". 

Kendaraan tersebut akan mengantarkan kita ke tempat seberang, yaitu Kelurahan Kampung Melayu.

Warga bantaran Sungai Ciliwung mayoritasnya bekerja sebagai pengais sampah dan pekerja kasar. Beberapa dari mereka juga ada yang bekerja di sebuah perusahaan reklame. 

Menurut penuturan salah seorang warga, banjir merupakan musibah yang paling sering dialami setiap tahun dikarenakan sungai yang meluap akibat air kiriman dari salah satu daerah di Jawa Barat. 

Sebenarnya saat musim penghujan daerah bantaran tersebut tidak terlalu terdampak banjir yang sangat parah, kecuali saat mereka mendapatkan air kiriman tersebut. 

Warga menggunakan air sungai untuk keperluan mencuci pakaian dan mandi. Air sungai terlihat keruh dikarenakan banyaknya sampah dan limbah rumah tangga maupun industri yang sudah menjadi satu.

Warga sedang menjemur pakaian yang telah dicuci menggunakan air dari Sungai Ciliwung. (SINERGI/Kevin Marandika)
Warga sedang menjemur pakaian yang telah dicuci menggunakan air dari Sungai Ciliwung. (SINERGI/Kevin Marandika)

Sebenarnya jika ditinjau lebih dalam lagi, permasalahan di bantaran Ciliwung bukan hanya tentang banjir semata melainkan lebih kompleks lagi. Kondisi sosial dan ekonomi sangat memengaruhi daerah tersebut. 

Akar permasalah di bantaran Sungai Ciliwung memang sulit untuk dicabut. Baik dari pemerintah daerah yang kurang memperhatikan daerah tersebut dan warga yang memang sulit untuk meninggalkan daerah tersebut karena mereka sudah merasa nyaman dan cukup. 

Problematikanya terdapat diantara kedua belah pihak tersebut. Pemerintah yang mengalah atau warga yang mengalah dan pindah ke tempat yang sekiranya "lebih baik".

Seorang warga sedang mengambil sampah plastik berupa botol atau gelas di aliran sungai guna dijual kembali. (SINERGI/Kevin Marandika)
Seorang warga sedang mengambil sampah plastik berupa botol atau gelas di aliran sungai guna dijual kembali. (SINERGI/Kevin Marandika)

Warga di bantaran Sungai Ciliwung sudah menetap lebih dari 50 tahun dan sudah memiliki puluhan bahkan ratusan regenerasi kepala keluarga. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebenarnya ingin melakukan relokasi, namun para warga menolak karena tempat yang akan mereka huni nantinya jauh sekali dari tempat mereka bekerja. 

Selain itu permasalahan di bantaran Sungai Ciliwung adalah kurangnya lahan bermain untuk anak-anak. Jika kita lihat dan masuk ke sela gang rumah, tidak ada tempat yang bisa digunakan anak-anak untuk bermain.  Anak-anak lebih sering bermain di bantaran Sungai, hal tersebut sangatlah riskan karena dapat menyebabkan anak-anak jatuh ke Sungai. 

Menurut penuturan salah seorang warga, memang belum ada anak kecil daerah tersebut yang tenggelam maupun hanyut. Meskipun begitu, hal tersebut setidaknya harus diantisipasi guna terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.

Anak-anak sedang bermain di gang bantaran Sungai Ciliwung. (SINERGI/Kevin Marandika)
Anak-anak sedang bermain di gang bantaran Sungai Ciliwung. (SINERGI/Kevin Marandika)

Penumpang sedang menunggu
Penumpang sedang menunggu "kolek" untuk menyeberang sungai Ciliwung. (SINERGI/Kevin Marandika)

Jakarta merupakan salah satu tujuan dan magnet dari urbanisasi. Ribuan orang mengadu nasib, tak sedikit pula yang akhirnya hidup di pemukiman kumuh karena kalah daya saing dalam hal pekerjaan, pangan dan papan. 

Jakarta memang menjadi kota impian banyak orang dan Jakarta menjadi salah satu destinasi untuk mengadu nasib. Namun, bukan berarti saat datang ke Jakarta seseorang bisa langsung sukses. 

Potret Jakarta sebagai kota metropolitan sudah terlalu masif diberitakan, tapi potret pinggiran Jakarta seakan tenggelam bak tergerus zaman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun