Mohon tunggu...
Kesya Agnes Maria
Kesya Agnes Maria Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

~ Keysa ~ Saya adalah lulusan akuntansi keuangan. Karena saya menyukai analisis keuangan, jadi mari kita belajar bersama. #AnalystWannaBe

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Analisis Rasio: Apa yang Ada di Balik Angka?

25 April 2024   23:14 Diperbarui: 26 April 2024   09:31 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hai, Financial Addict! Sebagai anak akun, kita pasti udah nggak asing lagi sama yang namanya rasio keuangan. Rasio bisa didefinisikan sebagai hubungan matematis antara dua besaran. Dengan menganalisis rasio keuangan, kita dapat mengetahui kondisi atau tren yang sulit di deteksi kalo kita cuma memeriksa masing-masing komponen yang membentuk rasio tersebut. 

Contohnya gimana tuh ce? Kalo misalnya, perusahaan itu penjualannya naik dari tahun ke tahun, apakah kita sudah bisa bilang bahwa bisnisnya semakin menguntungkan? Enda dong, kalo bicara tentang profitabilitas, kita harus selalu ngeliat laba, nggak bisa cuma dari penjualan aja. 

Penjualan naik belum tentu labanya juga naik. Tapi, kalo labanya udah ikutan naik, apa sudah bisa dipastikan tren bisnisnya semakin menguntungkan? Belum sih... Bisa jadi kan margin labanya semakin lama semakin menurun. Kita bisa tahu margin laba dari analisis rasio profitabilitas dengan membandingkan angka penjualan dengan laba. That's why kita butuh analisis rasio.

Pak Subramanyam membagi tiga area penting dalam analisis rasio, yaitu analisis kredit, analisis profitabilitas, dan valuasi. Analisis kredit mengevaluasi kemampuan perusahaan dalam melunasi utangnya. 

Untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam melunasi utang jangka pendek, kita pake rasio likuiditas. Sedangkan untuk utang jangka panjang kita mengukurnya pake rasio solvabilitas atau struktur permodalan. Rasio likuiditas meliputi current ratio, acid ratio, collection period, dan days to sell inventory. 

Source: Subramanyam (2011)
Source: Subramanyam (2011)

Current ratio digunakan untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam melunasi utang jangka pendeknya menggunakan aset lancar. Nah, tapi nggak semua aset lancar itu bener-bener bisa dicairin dalam waktu deket guys. Kek misal ngejual persediaan itu nggak segampang membalikkan telapak tangan loh. Ataupun beban dibayar dimuka kan nggak bisa secara langsung kita konversiin jadi kas. 

Oleh karena itu, kalo kita pengen tahu kemampuan perusahaan melunasi utang jangka pendek menggunakan aset yang "paling lancar," kita harus ngitung acid test ratio, atau nama lainnya quick ratio. Acid test ratio mengecualikan persediaan dan beban dibayar dimuka dari aset lancar. Akibatnya, pembilang acid test ratio hanya berisi kas dan setara kas, ditambah sekuritas dan piutang. Penyebutnya tetep kok, liabilitas lancar.

Selain acid test ratio, ada juga collecting period yang menunjukkan seberapa cepat waktu yang dibutuhkan perusahaan dalam menagih piutang pelanggan. Dan days to sell inventory menunjukkan waktu yang dibutuhkan untuk menjual persediaan. Semakin kecil angka collection period dan days to sell inventory semakin baik karena semakin cepet piutang dilunasi. Semakin cepet persediaan dijual, maka semakin cepet juga kita dapet kas. Kalo Financial Addict masih inget, ini pernah aku jelasin di kontenku yang berjudul "Working Capital Funding Gap: Cepetlah Bayar, Please!" (Link: kompasiana.com). 

Source: Subramanyam (2011)
Source: Subramanyam (2011)

Berikutnya, rasio solvabilitas ada debt to equity, long term debt to equity, debt to asset ratio, dan times interest earned. Debt to equity (DER) menunjukkan perbandingan antara penggunaan utang dan liabilitas dalam struktur permodalan perusahaan. Long term debt to equity (LTDER) juga mirip-mirip dengan DER, tapi utang yang digunakan hanya utang jangka panjang saja.

 Debt to asset ratio (DAR) menunjukkan sejauh mana perusahaan memakai utang dalam membiayai asetnya. Semakin besar DER, LTDER, dan DAR semakin besar risiko gagal bayar karena perusahaan udah kebanyakan utang. Rasio times interest earned (TIE) menunjukkan berapa kali perusahaan dapat membayar bunga utang menggunakan laba operasinya. Semakin besar rasio TIE menunjukkan bahwa semakin besar kemampuan perusahaan dalam membayar beban bunganya. 

Inget beban bunganya aja, enggak termasuk pokok hutangnya. Jadi TIE yang tinggi nggak menjamin bahwa perusahaan pasti mampu melunasi pokok utangnya. Kalo pengen tahu apakah perusahaan mampu ngelunasin pokok utangnya atau nggak, Financial Addict bisa ngitung rasio debt service coverage ratio (DSCR). Rumusnya adalah laba operasi dibagi dengan pokok dan beban bunga.

Source: Subramanyam (2011)
Source: Subramanyam (2011)

Next, untuk analisis profitabilitas terbagi menjadi tiga, yaitu return on investment, operating performance, dan asset utilization. Namanya juga return on investment, berarti kita menilai efisiensi investasi dalam menghasilkan pendapatan. Kelompok rasio return on investment ada dua, yaitu return on asset (ROA) dan return on equity (ROE). ROA mengukur seberapa efisien perusahaan menggunakan asetnya untuk memperoleh laba. 

Rumus ROA menurut Subramanyam, cukup kompleks, tapi dalam praktiknya kita lebih sering menggunakan rumus yang simple aja, laba bersih dibagi rata-rata aset. 

Cuma kalo ujian ya tetep pake rumusnya Pak Subramanyam aja sih buat lebih amannnya. Temennya si ROA, ada ROE yang mengukur efisiensi penggunaan ekuitas dalam menghasilkan laba. Semakin besar ROA dan ROE semakin baik karena menunjukkan bahwa perusahaan semakin efisien dalam menggunakan investasi untuk menghasilkan laba.

Source: Subramanyam (2011)
Source: Subramanyam (2011)

Untuk kelompok rasio operating performance, kayaknya Financial Addict udah nggak asing lagi nih. Aku biasanya sih nyebutnya margin laba. Ada margin laba kotor, laba operasi, dan laba bersih. 

Semakin besar margin laba semakin baik, ini menunjukkan bahwa perusahaan semakin profitable. Tapi, kita nggak cuma liat besar kecilnya margin laba aja loh. Kita bisa ngeliat apa yang menyebabkan margin laba semakin kecil. Sudah umum bahwa margin laba kotor itu masih buesar banget nilainya, dan turun drastis di margin laba operasi, sehingga pas udah jadi margin laba bersih itu nilainya nggak terlalu besar. 

Apa sih yang menyebabkan penurunan margin laba? Jelas adanya beban-beban yang harus ditanggung perusahaan. Misalnya aja, kenapa perusahaan memiliki margin laba kotor yang besar banget, tapi margin laba operasinya nggak terlalu besar. Karena adanya beban penjualan, beban administrasi dan umum yang cukup gede sehingga menggerus laba. Terus kenapa margin laba bersihnya turun lagi? Oh karena kena potong beban pajak penghasilan. Gitu deh guys cara nganalisisnya.

Source: Subramanyam (2011)
Source: Subramanyam (2011)

Selanjutnya ada kelompok rasio asset utilization, yang biasanya disebut juga turnover atau perputaran. Kelompok rasio ini digunakan untuk menilai efektivitas dan intensitas aset dalam menghasilkan omset atau penjualan. 

Dari definisinya aja udah ketebak rumusnya. Pembilangnya pasti penjualan, kecuali untuk inventory turnover pembilangnya pake HPP. Kalo penyebutnya ya sesuai dengan nama rasionya masing-masing, misal cash turnover berarti penyebutnya rata-rata kas dan setara kas; account receivable turnover berarti penyebutnya rata-rata piutang; dan seterusnya. 

Semakin besar nilai rasio asset utilization maka semakin baik karena berarti semakin besar penjualan yang dihasilkan dari penggunaan aset perusahaan, baik itu yang berupa kas, piutang, persediaan, modal kerja, dan seterusnya kalian interpretasiin sendiri sesuai dengan nama rasionya.

Source: Subramanyam (2011)
Source: Subramanyam (2011)

Last one, kelompok valuasi atau market measurer yang bertujuan untuk mengestimasikan nilai intrinsik dari suatu saham. Kelompok valuasi terdiri dari lima rasio yaitu price to earnings, earnings yield, dividend yield, dividend payout rate, dan price to book. Price to earnings (PER) menunjukkan berapa harga saham yang rela dibayarkan oleh investor untuk menerima laba perlembar saham. Kalau pembilang dan penyebut rasio PER dibalik posisinya, maka akan menghasilkan rasio earnings yield. Price to book value (PBV) membandingkan antara harga saham perusahaan terhadap nilai bukunya. 

Nah, semakin kecil PER dan PBV perusahaan, menunjukkan bahwa saham tersebut berada pada harga yang cukup murah sehingga layak dibeli. Tapi, ada juga prespektif yang menyatakan bahwa PER dan PBV yang tinggi itu enggak selalu buruk karena menunjukkan optimisme pasar terhadap perusahaan tersebut. 

So, kalo ditanya yang bagus PER atau PBV yang rendah atau yang tinggi, Ce? Aku bakal jawab yang rendah, sesuai dengan materi di sertifikasi WPPE dan RSA, walaupun aku juga enggak asal ngejudge bahwa PER dan PBV yang tinggi itu pasti jelek.

Dua rasio terakhir berhubungan dengan dividen, yaitu dividend yield dan dividend payout ratio. Dividend yield menunjukkan besarnya dividen yang dibayarkan perusahaan kepada pemegang saham dibandingkan dengan harga sahamnya. 

Sedangkan, dividend payout ratio (DPR) menunjukkan berapa persen dari laba perusahaan yang dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen tunai. Seperti yang kita tahu, laba perusahaan kan ada yang terapropriasi (direstriksi) untuk tujuan tertentu, misalnya untuk diinvestasikan kembali, untuk pembayaran utang, ataupun sekedar untuk cadangan kas.

 Sedangkan, sisanya baru dibagikan dalam bentuk dividen. Kalo Financial Addict sebagai investor sukak perusahaan yang dividend yield dan DPR-nya gede atau kecil? Yaa jelas yang gede dong Cee, karena kan kita pengen gitu dapet dividen yang lebih gede. Nah, Financial Addict mulai ngerti kan gimana caranya nginterpretasiin rasio-rasio keuangan? Aslinya nggak susah kok. Cuma harus tau, rasio ini makin gede makin bagus atau makin jelek.

Sampe sini kalian pasti bertanya-tanya deh kenapa dari tadi jawabanku terkesan ngambang gitu, nggak berani sebut angka, cuma bilang oh rasio ini bagusnya kalau angkanya besar atau kecil. Bukannya lebih enak kalo ada patokannya ya, Ce? Misal, ada yang bilang current ratio itu bagus kalo lebih dari satu. 

Cece kok nggak mau nyebut angka gitu sih? Hmm... Karena bagus enggaknya rasio itu bergantung sama benchmark industri guys, yang gerak terus dari tahun ke tahun. Benchmark industri itu kita dapet dengan mencari nilai rata-rata atau median dari rasio keuangan industri yang se-subsektor. Jadi nggak tetap guys nilainya. Kalau kalian liat dari beberapa sumber juga, kan beda-beda hasilnya ada yang bilang current ratio itu harus diatas satu, ada yang bilang harus diatas dua, ada juga yang bilang maksimal dua, nggak sama kan antara satu sumber dan sumber yang lain.

Setahuku, nanti pas ujian itu tabel benchmark industri bakal disediain. Enggak mungkin juga kan klean harus ngitung sendiri satu-satu rasio satu subsektor, terus dirata-rata, belum lagi buang outlier. Dengan waktu dua jam, nggak akan nutut mah kalo disuruh gituan. Enggak jadi ujian ALK, malah jadi ujian hidup. Dah ya segitu dulu kontenku kali ini, semoga sukses ujiannya. Buat malem ini, good night and have a nice dream all!

Source: 

SUBRAMANYAM, K.R.. (2014). Financial Statement Analysis (Edisi ke- 11). New York: McGraw-Hill.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun