Mohon tunggu...
Kesya Agnes Maria
Kesya Agnes Maria Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

~ Keysa ~ Saya adalah lulusan akuntansi keuangan. Karena saya menyukai analisis keuangan, jadi mari kita belajar bersama. #AnalystWannaBe

Selanjutnya

Tutup

Financial

Analisis Return dan Profitabilitas Part 2: Nggak Sesimple Naikin Laba

23 Juni 2023   21:38 Diperbarui: 23 Juni 2023   21:42 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hai, Financial Addict! Hari ini kita akan lanjutin pembahasan kita tentang Analisis Return dan Profitabilitas. Masih ingetkan apa bedanya return dan profitabilitas? Yup! Profitabilitas itu kemampuan perusahaan buat ngasilin laba, sedangkan kalau nentuin return itu, kita nggak bisa cuma liat labanya doank, tapi kita juga harus mempertimbangin berapa modal yang kita tanem. Kata "modal" ini bisa didefinisiin sebagai modal biasa atau aset operasi, tergantung buat ngitung returnnya, kita mau pake rasio RNOA atau ROCI. Buat yang kepo sama kedua rasio ini, bisa liat part 1 konten ini yang judulnya "Analisis Return dan Profitabilitas: Janji Gak Cuma Liat Laba" (Link: https://www.kompasiana.com/kesyaagnesmaria/6433e4424806a8737e790a83/analisis-return-dan-profitabilitas-janji-ga-cuma-liat-laba). Buat part 2 ini kita bakalan langsung ngebreakdown rasio RNOA.

Semua orang punya cerita kan? Nah, setiap rasio keuangan juga punya ceritanya masing-masing. Kita mulai dengerin ceritanya RNOA dulu yaa. Sesuai namanya, karena RNOA itu kepanjangan dari Return on Net Operating Asset, maka rasio ini pasti menandingkan komponen profitabilitas dengan rata-rata aset operasi bersih. Komponen profitabilitas apa yang dipilih? Pastinya NOPAT margin (net operating profit after tax atau laba operasi bersih setelah pajak) karena kan komponen asetnya kita pake aset operasi bersih, jadi biar sebanding azahh...

Source: Subramanyam (2014)
Source: Subramanyam (2014)

Kita bisa memisahkan rumus RNOA menjadi dua bagian, yaitu NOPAT margin (NOPAT/Penjualan) dikalikan dengan perputaran aset operasi bersih (Penjualan/Rata-rata aset operasi bersih). Biar ada gambaran, Financial Addict bisa liat breakdown rasionya di Exhibit 8.3 di gambar yang aku lampirin. NOPAT sendiri tersusun atas penjualan dikurangi dengan biaya-biaya, seperti HPP, beban penjualan, serta beban umum dan administrasi. Kalo penjualan kan cuma terdiri dari satu komponen, jadi udah nggak bisa dipisahin lagi. Nah, kayak yang kita bahas di part sebelumnya, aset operasi bersih adalah aset operasi dikurangi dengan liabilitas operasi yang berguna bagi perusahaan dalam menjalankan bisnisnya, bisa berupa aset lancar ataupun tidak lancar. Kalau yang lancar namanya working capital, terdiri dari kas, piutang, persediaan, aset operasi jangka pendek lainnya, dikurangi dengan hutang lancar dan akrual lainnya. Sementara, aset tidak lancar terdiri dari aset tetap, aset tidak berwujud dan aset operasi jangka panjang lainnya, dikurangi dengan pensiun dan imbalan pasca kerja lainnya, serta liabilitas operasi jangka panjang lainnya.

So, kalo kita mau ningkatin return apa yang harus kita lakuin? Betulll... Gunain aset seefektif mungkin, jadi perusahaan nggak perlu nyediain aset dalam jumlah berlebihan, sehingga angka perputaran (turnover)-nya tetep rendah. But, tau nggak sih Financial Addict, kalo kita bisa juga ngutang buat ningkatin return kita. Whattt??? Beneran kalian nggak salah denger kok, tapi utang apa dulu nihh... Utang bukan sembarang utang, tapi harus dalam bentuk liabilitas operasi karena utang jenis ini biasanya nggak memerlukan biaya. Misalnya kita menunda buat bayar utang ke pemasok, ampe pada titik tertentu masih nggak papa nih, si pemasoknya masih maklumin, tapi kalo kita telatnya buangettt nah ini yang bahaya bisa-bisa kita kena denda yang bakal nurunin profitabilitas kita, bahkan kalo pemasoknya udah kesel to the max, kita bisa jadi nggak akan disupply barang lagi. Logika itu yang coba digambarin oleh Subramanyam (2014: 171) dengan rumus:

RNOA = (NOPAT/Sales) x (Sales/Average OA) x (1+OLLEV)

Kita nemuin ada 2 istilah baru yaitu OA (operating assets) dan OLLEV (operating liability leverage ratio). Kan kalo NOA itu aset operasi dikurang liabilitas operasi, tapi kalo OA itu aset operasi aja. Loh kok tumben pake OA, dirumus-rumus sebelumnya kan kita pake NOA? Yah karena dibagian ini kita mau ngeliat efek dari liabilitas operasinya jadi kita pisahin dulu. Si liabilitas operasinya bakal masuk ke OLLEV yang rumusnya adalah liabilitas operasi dibagi NOA. Gampang yah mbayanginnya? Kalo liabilitasnya besar, otomatiskan NOA-nya turun dan perputaran aset operasinya jadi tambah besar, finally return kita naik dech.

Cee, kenapa buat ningkatin return kita nggak mau mainin bagian profitabilitasnya, bukannya lebih gampang ya ce? Hmm... Sekilas keliatannya gitu yah padahal kenyataannya lebih susah loh. Yuk kita bayangin ya misalnya kita pengen naikin profitabilitas dengan cara ningkatin penjualan biar perputaran aset operasi bersihnya naik. Tapi, disisi lain, hal ini bakal nyebabin NOPAT marginnya turun karena kan posisinya penjualan di NOPAT margin itu sebagai penyebut. Belum lagi kalo kita inget NOPAT itu kan penjualan dikurangin biaya. Jadi kalo penjualannya naik berarti gimana hubungannya sama RNOA? Gajelas, malah pucing.

Terus kalo kita nyobak cara yang kedua, dengan nurunin biaya-biaya, ini juga bakalan ribet. Misal kalian nurunin biaya pemasaran, which is masuk di kelompok biaya penjualan, nah pasti kuantitas penjualan pasti akan terpengaruh. Nda percaya? Tanya aja tuh sama anak marketing. Betul apa betul? Contoh satu lagi yahh, misal biaya penelitian dan pengembangan (R&D) kalian tekan. Nah, berarti produk kalian akan jadi nggak inovatif dan ada kemungkinan kalah saing sama kompetitor, akibatnya kuantitas penjualan juga pasti menurun. Efek-efek nggak langsung gini malah sulit buat diperitungin. That's why aku saranin jangalah kalian mainin sisi profitabilitas ntar yang ada malah ribet.

A. Pemisahan Komponen Laba

Kalau bicara tentang NOPAT, berarti kita harus tau dulu laba operasi tersusun dari apa ajah. Ya karena kan NOPAT itu benernya laba operasi cuma udah memperitungin pajaknya. Laba operasi itu rumusnya laba kotor dikurangi beban penjualan dan beban administrasi. Laba kotor bisa kita dapetin dengan mengurangkan HPP dari penjualan. Perubahan laba kotor akan disebabin oleh perubahan harga jual perunit, biaya per unit, ataupun kuantitas penjualan. Menganalisis margin laba kotor itu mayan seru seh, karena bukan cuma liat angka tapi kita juga ngliat aspek psikologis yang ditimbulin dari perubahan angka tersebut. Misalnya, kalo margin laba kotor perusahaan menurun disebabkan karena perusahaan nurunin harga jual perunit, maka presepsi kita bakal pesimis. Kita bisa mikir bahwa perusahaan punya kelebihan kapasitas yang berakibat pada kelebihan jumlah produksi dan biar barangnya nggak rusak kelamaan disimpen akhirnya dijual agak murah. Beda lagi, kalo margin laba kotor perusahaan menurun karena biaya perunit meningkat, biasanya presepsi kita akan jadi lebih optimis. Misalnya, oh emang harga bahan baku lagi naik, bisa juga perusahaan coba pake bahan baku yang lebih baik, atau ini merupakan bagian dari langkah strategis manajemen. Kita juga perlu inget, ada pilihan metode akuntansi yang dimiliki manajemen dalam menentukan metode depresiasi atau terkait dengan perhitungan persediaan yang pasti berdampak ke HPP. Oleh karena itu, kita nggak bisa asal membandingkan laporan keuangan antara dua perusahaan yang berbeda, tanpa memperhitungkan faktor ini.

Next, kita lanjut ke komponen kedua, yaitu beban penjualan. Hubungan antara beban penjualan dan penjualan tentu terkait erat, namun sifat dari hubungan ini akan bervariasi antar industri. Contoh, ada perusahaan yang menetapkan biaya komisi tetap, tapi ada pula yang menetapkannya secara variabel sebagai persentase tertentu dari penjualan. Jika biaya komisi bersifat variabel, maka kenaikan biaya komisi akan dapat langsung dicek dengan peningkatan penjualan. Disamping itu, kita juga harus membedakan persentase beban penjualan ke penjualan untuk pelanggan baru dan pelanggan yang telah ada. Jika perusahaan harus selalu meningkatkan biaya penjualannya agar angka penjualannya meningkat, maka hal ini akan menyebabkan profitabilitasnya menjadi terbatas atau bahkan menurun. Bayangin aja biaya promosi, masa iya harus promosi terus biar penjualannya naik? Kan jatuhnya sama aja, penjualan emang naik tapi beban promosi juga naik. Nah, beban promosi ini juga sulit untuk diukur. Mungkin kita promosi sekarang, manfaatnya nggak cuma mencakup periode ini tapi juga di periode kedepan. Ini akan diukur dengan trend dari tahun ke tahun dan pasti akan ribet juga nglakuinnya.

Terakhir untuk pemecahan komponen profitabilitas adalah terkait dengan beban umum dan administrasi. Umumnya, beban ini bersifat tetap, ada kecenderungan meningkat, tapi biasanya cuma terjadi di masa-masa sejahtera. Misalkan, biaya perjalanan dinas, kan kalo perusahaan lagi krisis nggak mungkin tuh kita ngadain perjalanan dinas. Atau biaya gaji dan tunjangan buat admin. Misal perusahaannya sukses kan pasti punya banyak admin lah... Jadi, dalam menganalisis beban ini, kita harus mengarahkan perhatian pada tren pengeluaran dan pendapatan yang mereka konsumsi.

B. Pemisahan Komponen Perputaran Aset

Perputaran aset akan mencerminkan tingkat produktivitas aset. Artinya, berapa besar tingkat penjualan yang diperoleh dari setiap satuan uang yang diinvestasikan. Umumnya, kita menyukai tingkat perputaran yang tinggi untuk aset dan tingkat perputaran yang rendah untuk liabilitas. Kalo kita ditanya gimana caranya meningkatkan perputaran aset, pasti auto njawab cara yang simpel, ya kurangin aja asetnya. Tapi, tau nggak sih kalau pengurangan jumlah aset ini akan bersifat kontraproduktif di titik tertentu. Misalnya aja kalian nggak mau ngasi utang ke pelanggan, maka pelangganya bakal ngambek dan nggak mau belanja lagi ditempat kalian, so penjualan kalian pasti turun. Atau kalo kalian nurunin tingkat persediaan dan ternyata nggak cukup buat menuhin permintaan pelanggan, maka kalian akan kehilangan penjualan. Makanya, tadi aku bilang, kita usahain penggunaan aset seefisien mungkin bukan seminimal mungkin.

Bagian ini akan bahas perputaran untuk beberapa aset operasi, kayak perputaran piutang, perputaran persediaan, perputaran utang, perputaran modal kerja operasi bersih, dan perputaran aset operasi jangka panjang. Aku nggak akan jelasin terlalu banyak dibagian ini, soalnya untuk modal kerja kurang lebih bahasannya sama kayak di artikelku Working Capital Funding Gap: Cepetlah Bayar, Please! (Link: https://www.kompasiana.com/kesyaagnesmaria/63ec799a08a8b513812d49a3/working-capital-funding-gap-cepetlah-bayar-please). Kalau ada waktu bisa dibaca ya hehe...

Aku langsung masuk ke analisisnya ya. Subramanyam (2014: 477) menyebutkan bahwa piutang adalah aset yang harus dibiayai oleh sejumlah biaya modal. Piutang juga memiliki risiko tidak tertagih. Untuk menangani piutang yang diberikan ke pelanggan, maka perusahaan harus memiliki departemen kredit dan penagihan yang akan menimbulkan biaya overhead tambahan. Mengurangi jumlah piutang akan menurunkan biaya-biaya tersebut, namun pengurangan yang terlalu agresif akan menyebabkan kehilangan pelanggan. Oleh karena itu, hal ini harus diperhitungkan secara efektif. Jika berbicara tentang umur peredaran piutang, tentu semakin cepat suatu piutang tertagih akan semakin baik karena risiko gagal bayarnya lebih rendah.

Rasio perputaran persediaan yang rendah akan menjadi indikasi bahwa produk perusahaan kurang laku dipasaran, mungkin karena model atau teknologinya yang udah nggak up to date lagi dengan perkembangan jaman. Kita akan selalu berusaha biar rasio perputaran persediaan ini tinggi, tapi kita nggak bisa terlalu neken jumlah persediaan, karena perusahaan butuh cukup persediaan buat menuhin permintaan pelanggan. Ditinjau dari umur peredaran persediaan, semakin cepat persediaan terjual akan semakin baik. Hal ini bisa dicapai dengan pengiriman tepat waktu, pengurangan jumlah barang dalam proses, efisiensi produksi dengan menghilangkan bottleneck, dan memproduksi sesuai pesanan bukan perkiraan permintaan.

Utang usaha yang digunakan dalam membiayai aset operasi umumnya diberikan tanpa adanya bunga sehingga dapat menjadi sumber pembiayaan yang murah. Sebuah perusahaan umumnya akan menggunakan utang, jika hal tersebut memungkinkan. Istilahnya adalah leaning on the trade. Perusahaan akan menunda pembayaran utang sehingga perputaran utang akan menjadi rendah dan umur peredaran utang akan menjadi tinggi. Akan tetapi, dalam mendelay pembayaran, perusahaan juga harus memperhitungkan hubungan dengan pemasok.

Modal kerja operasi bersih dirumuskan dengan aset operasi bersih lancar dikurangi dengan liabilitas operasi bersih lancar. Perputaran modal kerja operasi bersih dirumuskan sebagai penjualan dibagi dengan rata-rata modal kerja operasi bersih. Perusahaan akan cenderung menyukai angka rasio yang tinggi, karena berarti perusahaan mampu untuk menghasilkan penjualan dengan lebih sedikit investasi di modal kerja. Jika dilihat, rasio ini sebenarnya merupakan gabungan efek dari perputaran piutang, persediaan, dan utang. Manajemen yang efektif dari masing-masing komponen akan mengjasilkan rasio perputaran modal kerja operasi bersih yang baik.

Terakhir, kita akan membahas tentang perputaran aset operasi jangka panjang. Perusahaan yang padat modal akan lebih banyak menggunakan aset operasi jangka panjang, sehingga akan menurunkan rasionya. Untuk menggunakan aset ini, tentu kita harus membelinya terlebih dahulu, kemudian harus diasuransikan dan dipelihara. Lagipula, setiap uang yang kita investasikan untuk membeli aset ini akan mengurangi jumlah uang yang dapat kita gunakan untuk membeli aset lain, karena aset operasi jangka panjang cenderung mahal. Oleh karena itu, dalam membeli aset ini kita harus mempertimbangkannya dengan baik. Perusahaan akan berusaha untuk meningkatkan perputaran aset dengan cara meningkatkan penjualan ataupun dengan mengurangi jumlah aset operasi jangka panjang yang biasanya akan lebih sulit untuk dilakukan. Cara perusahaan mengurangi jumlah aset operasi jangka panjang, diantaranya dengan cara menjual aset yang tidak terpakai, mengurangi jumlah pembelian aset dengan cara membeli aset tersebut bersama perusahaan lain.

Okey, kayaknya panjang banget yang kali ini. Segitu dulu yah untuk topik kita hari ini. See you on part 3, Financial Addict!

Daftar Pustaka

Subramanyam, K. R.. (2014). Financial Statement Analysis (11th). Singapore: McGraw-Hill Education.

Pixabay. (2023). Start-Up. Didapatkan dari: https://pixabay.com/photos/startup-start-up-people-593341/.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun