Saya hanya terkejut dan terpukau, bahwa rupanya buah ini telah memiliki eksistensi setidaknya selama lebih dari 1300 tahun di Nusantara.
Satu bukti nyata bagaimana durian ini telah menjadi buah favorit sejak lama adalah relief di candi Borobudur. Durian menjadi salah satu buah sesembahan untuk raja, termasuk juga dibawa untuk diperjualbelikan sejak abad ke-8 Masehi.
Bagi saya, hal itu cukup memukau. Namun, saya masih ragu mengapa kemudian buah ini disebut sebagai "raja buah."
Jangan-jangan, ini hanya semacam strategi penjualan agar durian tetap dianggap buah istimewa sehingga harganya bisa terus didongkrak.
Baru kemudian ketika saya membaca buku Sejarah Nusantara (The Malay Archipelago), penyematan "raja buah" pada durian rupanya telah dilakukan sejak lama.
Buku ini terbit pertama kali pada 1869, ditulis oleh naturalis Inggris Alfred Russel Wallace. Dia melakukan perjalanan dari satu pulau ke pulau lain di Indonesia dari 1854 hingga 1862.
Dalam penjelajahannya di Borneo (Kalimantan), Wallace menjelaskan secara rinci tentang pengalamannya terhadap durian. Dari mulai Orangutan yang kerap terlihat memakan buah ini, cara memanennya, hingga pujiannya terhadap rasa durian.
Sebelum Wallace memuji buah ini, dia mengutip catatan masa lalu. Dia menulis:
"Seorang penjelajah atau pengelana tua Linschott, yang menulis di tahun 1599, mengatakan: ..."Buah ini memiliki rasa yang sangat enak melebihi rasa buah-buah lainnya di dunia."
Wallace, naturalis yang terkenal dengan pencipta Garis Wallace itu, juga memiliki kasus yang mirip dengan orang-orang yang awalnya tidak suka durian.
Dia pertama kali mencoba buah tersebut di Malaka. Ketika durian dibawa masuk ke rumah, dia tidak tahan dengan aromanya.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!