"Om Swastiyastu!" Ayahnya I Luh menyapa, yang dibalas dengan salam yang sama oleh lelaki paruh baya berpakain putih-putih yang keluar dari dalam ruang praktek.
"Nampaknya, Beliau itu adalah dokter spesialis kenalan ayah sejak kecil," pikir I Luh. Sepertinya dugaannya tidaklah salah. Sebentar saja, kedua lelaki paruh baya itu telah nampak akrab. Mereka seperti sedang bereuni mengenang masa kecilnya dahulu ketika sama-sama tinggal dan bermain bersama.
"Tumben kau bertandang ke sini," sapa dokter itu. "Ayo masuk saja. Kita kumpul dan ngobrol di dalam. Lagian, jarang ada pasien yang periksa ke sini," imbuh sang dokter.
Rombongan keluarga ini sepakat dengan ajakan dokter. Mereka ramai-ramai memasuki ruang praktik dokter kandungan itu. Lalu, ayah I Luh mengutarakan maksud kedatangan mereka kepada karibnya. Sang dokter nampak antusias mendengar semua cerita dan keluhan yang secara bergilir di ceritakan oleh keluarga ini. Intinya, tentang kerinduan keluarga ini yang belum dikaruniai momongan. Berbagai upaya medis dan nonmedis yang sudah dilakoni diceritakan semua, lengkap dengan catatan medis yang masih disimpan oleh I Luh.
"Luh, masuklah ke ruang itu," ujar dokter sambil menunjuk salah satu sudut ruang yang tersekat kain gorden warna biru. Tak nampak perawat atau bidan yang membantu buka praktik.
"Berbaringlah!" perintah sang dokter. I Luh pun menuruti petunjuknya. Tubuhnya direbahkan di ranjang kamar periksa itu. Sambil memasang stetoskop di telinganya, dokter itu memutar-mutar alat USG di perut I Luh. Beliau bercerita dan bertanya berbagai hal kepada I Luh. Perbincangan mereka nampak akrab sekali, bahkan sesekali terdengar canda-tawa menghasi ruang pemeriksaan,
Tiba-tiba, dokter itu bertanya, "Luh apakah kamu pernah bermaksud menunda kehamilan?"
"Maksud Dokter?" sanggah I Luh dengan nada heran dan kebingungan.
"Maksudku, kamu mungkin pernah berniat ingin menunda punya anak, lalu kalian sepakat memakai alat kontrasepsi," kata dokter itu.
"Tentu saja tidak dokter! Saya menikah justru bermaksud segera memiliki keturunan. Tidak pernah terbersit di benak untuk menunda kebahagian keluarga kami. Ada apa dengan diri saya?" cecar I Luh dengan nada penasaran.
"Baiklah! Aku panggilkan keluargamu untuk melihat apa yang sebenarnya menimpa dirimu." Dokter itu pun memanggil keluarga I Luh untuk ikut bergabung di ruang pemeriksaan.