"Saya temannya Ibu, Pak. Kedatangan saya kemari untuk mengambil kunci motor saya yang tak sengaja tertinggal di tas Ibu". Pak Wijaya lalu menceritakan kembali semua yang telah ia ceritakan sebelumnya kepada Bu Darmi. Lelaki tua yang terlihat polos dan lugu ini, bercerita seadanya di hadapan anak muda yang berwajah penuh selidik di depannya.
Ketika Pak Wijaya sedang bercerita kepada suaminya, Bu Darmi baru ingat jika sesampainya di rumah ia sempat menemukan kunci motor di dalam tasnya ketika hendak mengambil HP, lalu seketika ia memoto dan mengirimnya ke WA group sekolahnya dengan disisipi pesan tentang siapa yang merasa kehilangan kunci motor, ada di tasnya untuk segera diambil. Ia jadi teringat, jika Pak Wijaya memang sudah beberapa kali kelupaan menaruh kunci motornya di sekolah akibat penyakit tua yang mulai menyerangnya.
"Ooo... jadi Bapak teman istri saya? Bapak satu sekolah dengan istri saya? Kenapa kunci itu sampai bisa masuk ke tas istri saya? Tolong jawab yang jujur!" Perintah suami Bu Darmi dengan nada yang masih terdengar emosi. Maklumlah jiwa mudanya masih bergelora, sehingga perasaan itu mengalahkan akal sehatnya.
Diberondong dengan pertanyaan seperti itu, Pak Wijaya yang sudah sepuh berusaha menanggapi dengan bijak dan memberikan jawaban apa adanya, sejujur-jujurnya, seraya meminta maaf jika gara-gara kunci motornya telah mengganggu keharmonisan di rumah tangganya.
Bu Darmi pun berusaha meyakinkan suaminya akan kebenaran cerita Pak Wijaya, sahabatnya yang sudah akan pensiun. Untuk lebih meyakinkan sang suami, Bu Darmi juga bercerita jika Pak Wijaya sudah beberapa kali mengalami hal yang sama di sekolah.
"Baiklah. Ambilkan kuncinya", perintah sang suami kepada Bu Darmi dengan nada tinggi. Sinar matanya menatap tajam kearah Pak Wijaya, menandakan bahwa ia merasa jengkel dan curiga kepada lelaki itu. Bu Darmi, tanpa pikir panjang, lalu bergegas mengambil tas yang berisi kunci motor itu.
"Tapi ingat, besok Bapak tolong datang lagi ke sini dengan membawa motor lengkap dengan surat-suratnya, sebagai bukti bahwa memang benar motor itu milik Bapak", pinta suami Bu Darmi masih dengan nada penuh kecurigaan.
Pak Wijaya pun mengiyakan permintaan suami Bu Darmi, seraya memohon pamit dengan motor pinjamannya meninggalkan Bu Darmi yang terlihat bengong dengan rawut muka terlihat malu. Malu akan perilaku suaminya yang berprilaku kurang sopan kepada orang tua, yang merupakan sahabatnya sendiri di sekolah.
Sepeninggal Pak Wijaya dengan kunci motor yang baru diambilnya, tidak lantas membuat suami Bu Darmi merasa tenang. Di batinnya masih berkecamuk, antara percaya dengan pengakuan lelaki yang bertamu ke rumahnya tadi atau hanyalah akal-akalan istrinya untuk menutupi aibnya. Lalu, sengaja meminta temannya untuk mengirim lelaki tua itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H