Mohon tunggu...
Wayan Kerti
Wayan Kerti Mohon Tunggu... Guru - Guru SMP Negeri 1 Abang, Karangasem-Bali. Terlahir, 29 Juni 1967

Guru SMP Negeri 1 Abang, Karangasem-Bali. Terlahir, 29 Juni 1967

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kristalisasi Nilai Pendidikan Karakter

14 Februari 2018   14:12 Diperbarui: 14 Februari 2018   15:31 1511
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekspresi antara senang dan malu dari Mahardika saat menerima bingkisan dari teman sekelasnya (Dokumentasi Pribadi)

Ketika foto-foto tentang hasil home visit saya dan guru BK ke rumah I Kadek Mahardika pada hari Sabtu, 3 Februari 2018 saya perlihatkan kepada teman-teman sekelasnya, ditambah cerita saya tentang keadaan Mahardika yang sebenarnya kepada seluruh siswa kelas 8-H SMP Negeri 1 Abang, barulah mereka pada sadar dan terenyuh akan nasib teman mereka. 

Hal itu jelas terlihat dari ekspresi raut muka para siswa yang masih terbilang lugu-lugu, sehingga tidak ada terbersit sinar mata kepura-puraan tentang perasaannya terhadap nasib temannya, I Kadek Mahardika.

Sebelum itu, ketika saya selaku guru dan wali kelas bertanya tentang atau terhadap Mahardika tentang kemalasannya hadir ke sekolah, sepertinya ada semacam cibiran atau perasaan kurang senang terhadap Mahardika. Mereka seakan memberikan vonis negatif terhadap Mahardika sebagai anak yang tidak baik, malas, atau hal-hal negatif lainnya. 

Namun, foto-foto yang saya perlihatkan dan alamat web kompasiana terkait tentang tulisan saya yang berjudul: "Kisah Home Visit Seorang Wali Kelas" yang bercerita tentang keadaan Mahardika yang sesungguhnya, barulah semua temannya sadar dan terhenyuh hatinya sepertinya turut merasakan penderitaan dan kepedihan yang dialami Mahardika, sahabatnya.

Dan, pada hari Sabtu, 11 Februari 2018 anak-anak kelas 8-H menemui saya, menyampaikan maksud bahwa mereka berniat berdonasi secara sukarela kepada Mahardika. Selaku wali kelas, saya merasa terenyuh dan sekaligus bangga dengan niat dan gagasan dari anak-anak berusia belasan tahun yang sudah memiliki kepekaan sosial dan kepedulian antar sesamanya. 

Sungguh ide dan tindakan yang luar biasa. Lalu mereka pun mengumpulkan uang untuk memberikan bantuan kepada Mahardika bersama teman-teman sekelasnya. Dalam laporannya kepada saya, mereka sepakat untuk memberikan sumbangan sembako sekadarnya kepada Mahardika. Niat tulus dari anak-anak tersebut lalu  saya berikan pujian, tetapi saya berikan alternatif lain agar uang yang telah terkumpul sebaiknya diberikan sumbangan berupa alat-alat keperluan sekolah yang belum dimiliki oleh Mahardika.

Saran saya dituruti. Mereka lalu membelikan Mahardika alat-alat kebutuhan sekolah yang memang belum dimiliki oleh Mahardika, seperti: LKS, buku tulis, bolpoint, penggaris, kacu, dasi, sampai kaos kaki. Hal itu bertujuan agar Mahardika menjadi lebih rajin hadir ke sekolah, dan tidak menjadikan ketidaktersediaan sarana sekolah sebagai alasan malas sekolah. 

Upaya tersebut nampaknya membuahkan hasil. Selasa, 13 Februari 2018 anak-anak kelas 8-H yang diwakili oleh pengurus kelas (Krisna dan Suci) menyerahkan bantuan tersebut secara langsung di kelas di hadapan saya selaku wali. 

Mahardika dengan malu-malu namun sedikit sumringah menerima bantuan rekan-rekannya tersebut. Kepadanya (Mahardika) saya berpesan agar rajin-rajin masuk ke sekolah, dan agar menyampaikan terimakasih kepada rekan-rekannya yang sudah memperdulikannya. Saya sampaikan kepada mereka semua, bahwa mereka adalah saudara, berbagilah sedikit jika ada saudara kita yang kekurangan dan bermasalah. Semua siswa nampak paham dan mengangguk. Sebagai pertanda mungkin sependapat dengan apa yang saya sampaikan.

Jika dikaitkan dengan penguatan karakter bangsa diharapkan melalui budi pekerti dan pembangunan karakter peserta didik sebagai bagian dari revolusi mental untuk mewujudkan generasi yang berkepribadian dalam kebudayaan. 

Penguatan pendidikan karakter pada anak-anak usia sekolah pada semua jenjang pendidikan untuk memperkuat nilai-nilai moral, akhlak, dan kepribadian peserta didik dengan memperkuat pendidikan karakter yang terintegrasi ke dalam mata pelajaran. 

Sasaran akhirnya adalah mempersiapkan "Generasi Emas" di tahun 2045, yang bertaqwa, nasionalis, tangguh, mandiri, dan memiliki keunggulan bersaing secara global. Contoh kasus di atas merupakan wujud nyata sebuah keteladanan yang menyentuh hati, lalu mereka berpikir, selanjutnya muncul ide untuk berdonasi, selanjutnya melakukan tindakan nyata. Jika dikaitkan dengan nilai-nilai utama dari "kristalisasi" nilai-nilai pendidikan karakter, maka nilai gotong royong telah tertanam pada anak-anak kelas 8-H SMP Ngeri 1 Abang.

Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) sesungguhnya merupakan kelanjutan dan revitalisasi gerakan nasional pendidikan karakter yang telah dimulai pada 2010. Gerakan penguatan pendidikan karakter menjadi semakin mendesak diprioritaskan karena berbagai persoalan yang menganca keutuhan dan masa depan bangsa seperti maraknya tindakan intoleransi dan kekerasan atas nama agama yang mengancam kebinekaan dan keutuhan NKRI, munculnya gerakan-gerakan separatis, perilaku kekerasan dalam lingkungan pendidikan dan di masyarakat, kejahatan seksual, tawuran pelajar, pergaulan bebas dan kecenderungan anak-anak muda pada narkoba. 

Selain persoalan yang mengancam keutuhan dan masa depan bangsa, Indonesia juga menghadapi tantangan menghadapi persaingan di pentas global, seperti rendahnya indeks pembangunan manusia Indonesia mengancam daya saing bangsa, lemahnya fisik anakanak Indonesia karena kurang olah raga, rendahnya rasa seni dan estetika serta pemahaman etika yang belum terbentuk selama masa pendidikan. Berbagai alasan ini telah cukup menjadi dasar kuat.

Pemerintah, melalui kemendikbud kembali memperkuat jati diri dan identitas bangsa melalui gerakan nasional pendidikan dengan meluncurkan Gerakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang dilakukan secara menyeluruh dan sistematis pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Semua hal di atas tentulah normatif adanya dan terkesan sangat ideal untuk menghasilkan "Generasi emas" pada tahun 2045 seperti mimipi-mimpi para pemimpin negeri ini. 

Sesungguhnya, cara efektif untuk menanamkan nilai-nilai pendidikan karakter pada anak didik menjadi hal yang sangat sederhana, yaitu dengan memberikan keteladanan dari mereka-mereka yang semestinya menjadi panutan di mata siswa, seperti: guru-guru, orang tua, para pejabat eksekutif, yudikatif, maupun legislatif. Bentuk keteladanan yang dinerikan/ditunjukkan adalah hal-hal konkret yang bisa menimbulkan; olah raga (kinestika), oleh hati (etika), oleh pikir (literasi), dan leh karsa (estetika).

Pendidikan yang diterapkan di sekolah-sekolah bukan semata-mata menuntut untuk memaksimalkan kecakapan dan kemampuan kognitif,  sebenarnya ada hal lain dari anak yang tak kalah penting yang tanpa kita sadari telah terabaikan,yaitu memberikan pendidikan karakter pada anak didik. Pendidikan karakter penting artinya sebagai penyeimbang kecakapan kognitif. 

Beberapa kenyataan yang sering kita jumpai bersama, seorang pengusaha kaya raya justru tidak dermawan, seorang politikus malah tidak peduli pada tetangganya yang kelaparan, atau seorang guru justru tidak prihatin melihat anak-anak jalanan yang tidak mendapatkan kesempatan belajar di sekolah. Itu adalah bukti tidak adanya keseimbangan antara pendidikan kognitif dan pendidikan karakter.

Ada sebuah kata bijak mengatakan " ilmu tanpa agama buta, dan agama tanpa ilmu adalah lumpuh". Sama juga artinya bahwa pendidikan kognitif tanpa pendidikan karakter adalah buta. Hasilnya, karena buta tidak bisa berjalan, berjalan pun dengan asal nabrak. Kalaupun berjalan dengan menggunakan tongkat tetap akan berjalan dengan lambat. Sebaliknya, pengetahuan karakter tanpa pengetahuan kognitif, maka akan lumpuh sehingga mudah disetir, dimanfaatkan dan dikendalikan orang lain.

Untuk itu, penting artinya untuk tidak mengabaikan pendidikan karakter anak didik. Dengan kata lain perkembangan dan pembentukan karakter memerlukan pengembangan keteladanan yang ditularkan, intervensi melalui proses pembelajaran, pelatihan, pembiasaan terus-menerus dalam jangka panjang yang dilakukan secara konsisten dan penguatan serta harus dibarengi dengan   nilai-nilai luhur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun