Mohon tunggu...
Wayan Kerti
Wayan Kerti Mohon Tunggu... Guru - Guru SMP Negeri 1 Abang, Karangasem-Bali. Terlahir, 29 Juni 1967

Guru SMP Negeri 1 Abang, Karangasem-Bali. Terlahir, 29 Juni 1967

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kristalisasi Nilai Pendidikan Karakter

14 Februari 2018   14:12 Diperbarui: 14 Februari 2018   15:31 1511
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekspresi antara senang dan malu dari Mahardika saat menerima bingkisan dari teman sekelasnya (Dokumentasi Pribadi)

Sasaran akhirnya adalah mempersiapkan "Generasi Emas" di tahun 2045, yang bertaqwa, nasionalis, tangguh, mandiri, dan memiliki keunggulan bersaing secara global. Contoh kasus di atas merupakan wujud nyata sebuah keteladanan yang menyentuh hati, lalu mereka berpikir, selanjutnya muncul ide untuk berdonasi, selanjutnya melakukan tindakan nyata. Jika dikaitkan dengan nilai-nilai utama dari "kristalisasi" nilai-nilai pendidikan karakter, maka nilai gotong royong telah tertanam pada anak-anak kelas 8-H SMP Ngeri 1 Abang.

Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) sesungguhnya merupakan kelanjutan dan revitalisasi gerakan nasional pendidikan karakter yang telah dimulai pada 2010. Gerakan penguatan pendidikan karakter menjadi semakin mendesak diprioritaskan karena berbagai persoalan yang menganca keutuhan dan masa depan bangsa seperti maraknya tindakan intoleransi dan kekerasan atas nama agama yang mengancam kebinekaan dan keutuhan NKRI, munculnya gerakan-gerakan separatis, perilaku kekerasan dalam lingkungan pendidikan dan di masyarakat, kejahatan seksual, tawuran pelajar, pergaulan bebas dan kecenderungan anak-anak muda pada narkoba. 

Selain persoalan yang mengancam keutuhan dan masa depan bangsa, Indonesia juga menghadapi tantangan menghadapi persaingan di pentas global, seperti rendahnya indeks pembangunan manusia Indonesia mengancam daya saing bangsa, lemahnya fisik anakanak Indonesia karena kurang olah raga, rendahnya rasa seni dan estetika serta pemahaman etika yang belum terbentuk selama masa pendidikan. Berbagai alasan ini telah cukup menjadi dasar kuat.

Pemerintah, melalui kemendikbud kembali memperkuat jati diri dan identitas bangsa melalui gerakan nasional pendidikan dengan meluncurkan Gerakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang dilakukan secara menyeluruh dan sistematis pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Semua hal di atas tentulah normatif adanya dan terkesan sangat ideal untuk menghasilkan "Generasi emas" pada tahun 2045 seperti mimipi-mimpi para pemimpin negeri ini. 

Sesungguhnya, cara efektif untuk menanamkan nilai-nilai pendidikan karakter pada anak didik menjadi hal yang sangat sederhana, yaitu dengan memberikan keteladanan dari mereka-mereka yang semestinya menjadi panutan di mata siswa, seperti: guru-guru, orang tua, para pejabat eksekutif, yudikatif, maupun legislatif. Bentuk keteladanan yang dinerikan/ditunjukkan adalah hal-hal konkret yang bisa menimbulkan; olah raga (kinestika), oleh hati (etika), oleh pikir (literasi), dan leh karsa (estetika).

Pendidikan yang diterapkan di sekolah-sekolah bukan semata-mata menuntut untuk memaksimalkan kecakapan dan kemampuan kognitif,  sebenarnya ada hal lain dari anak yang tak kalah penting yang tanpa kita sadari telah terabaikan,yaitu memberikan pendidikan karakter pada anak didik. Pendidikan karakter penting artinya sebagai penyeimbang kecakapan kognitif. 

Beberapa kenyataan yang sering kita jumpai bersama, seorang pengusaha kaya raya justru tidak dermawan, seorang politikus malah tidak peduli pada tetangganya yang kelaparan, atau seorang guru justru tidak prihatin melihat anak-anak jalanan yang tidak mendapatkan kesempatan belajar di sekolah. Itu adalah bukti tidak adanya keseimbangan antara pendidikan kognitif dan pendidikan karakter.

Ada sebuah kata bijak mengatakan " ilmu tanpa agama buta, dan agama tanpa ilmu adalah lumpuh". Sama juga artinya bahwa pendidikan kognitif tanpa pendidikan karakter adalah buta. Hasilnya, karena buta tidak bisa berjalan, berjalan pun dengan asal nabrak. Kalaupun berjalan dengan menggunakan tongkat tetap akan berjalan dengan lambat. Sebaliknya, pengetahuan karakter tanpa pengetahuan kognitif, maka akan lumpuh sehingga mudah disetir, dimanfaatkan dan dikendalikan orang lain.

Untuk itu, penting artinya untuk tidak mengabaikan pendidikan karakter anak didik. Dengan kata lain perkembangan dan pembentukan karakter memerlukan pengembangan keteladanan yang ditularkan, intervensi melalui proses pembelajaran, pelatihan, pembiasaan terus-menerus dalam jangka panjang yang dilakukan secara konsisten dan penguatan serta harus dibarengi dengan   nilai-nilai luhur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun