DI SISA BENTANGAN EMPANG
Â
Masih ada yang terbentang,
di antara gagahnya tiang-tiang pancang,
angkuh menjulang,
merenggut asa kaumku bersawah-ladang.
Di sisa bentang itu,
kini bertumbuh tunas-tunas baru,
harapan akan bulir-bulirmu datang,
dari hamparan yang membentang.
Kaumku tentu kan bernyanyi riang,
ketika musim memetikmu datang.
Katak, keong, dan belut pun girang,
beradupandang dengan jengkrik, capung, dan belalang.
Anak-anakku masih kau beri ruang,
tuk bermain layang-layang,
ketika musim telah usang,
di bantaranmu yang membentang.
Di ujung ini, aku terpaku.
Berpikir dalam kelu.
Kenapa masih kau sisakan
sehamparan yang indah menawan?
Kenapa pula kau biarkan
pagar betonmu tak tertancapkan?
Dalam pikir, aku menaksir:
"Kau sisakan bentangan empang,
karena kau kehilangan ruang.
Tuk mencuci kotornya uang,
karena bapak mulai garang.
KPK siap menghadang
dirimu yang berhati curang.
Hai ...tikus-tikus berdasi lantang!"
#Denpasar 31/12/17*Sibetanrumahinspirasi#
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H