Mohon tunggu...
Kertas Putih Kastrat (KPK)
Kertas Putih Kastrat (KPK) Mohon Tunggu... Dokter - Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM IKM FKUI 2022

Kumpulan intisari berita aktual // Ditulis oleh Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM IKM FKUI 2022 // Narahubung: Jansen (ID line: jansenjayadi)

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Menjangkau Masyarakat: Potensi Terabaikan Kader Kesehatan di Indonesia

20 Desember 2022   17:34 Diperbarui: 20 Desember 2022   18:51 1028
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penulis: Sydney Tjandra

Setelah delapan tahun Indonesia ditetapkan bebas polio oleh WHO, kasus polio tipe 2 kembali ditemukan di Aceh sehingga dideklarasikan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) pada 19 November 2022 yang lalu. [1] Kendati sudah ditemukan vaksinnya sejak tahun 1955 [2], juga diresmikan dosisnya dalam rangkaian imunisasi dasar lengkap Kementerian Kesehatan sebagai dosis oral (OPV) dan suntik (IPV), mengapa penyakit mematikan ini dapat kembali menghantui? Cakupan imunisasi yang terus menurun selama 10 tahun terakhir adalah petunjuknya. 

[1] Dari percakapan dengan tenaga kesehatan di Aceh serta pengamatan kentalnya adat Aceh, kepercayaan masyarakat tampaknya menjadi salah satu faktor kepatuhan imunisasi yang rendah.[3] Untuk menarik kembali masyarakat agar berpihak pada kesehatan, keterlibatan elemen masyarakat--seperti kader--berpotensi menjadi kunci. 

Kader Kesehatan untuk Masyarakat, Ujung Tombak Kesehatan Layanan Primer

"Kader itu garda terdepan kita, ..., tanpa dukungan kader, puskesmas bukan siapa-siapa karena kader itu juga sudah bagian dari masyarakat dan dipercaya oleh masyarakat sehingga apapun yang diinformasikan oleh kader itu akan diterima oleh masyarakat." (IN, Penanggung Jawab Program Imunisasi Puskesmas, DKI Jakarta) 

Kutipan tersebut menjadi gambaran bagaimana pentingnya peran kader untuk menjangkau masyarakat sebagai bagian dari masyarakat. Menurut literatur, kader terlibat dalam menyukseskan berbagai intervensi, misalnya untuk pembasmian malaria [4], edukasi tumbuh kembang anak [5], edukasi resistensi antibiotik [6], dan lainnya. Dengan digaungkannya penguatan layanan kesehatan primer sesuai Deklarasi Astana 2018, peran kader masyarakat sebagai bagian dari sumber daya manusia (SDM) puskesmas menjadi salah satu praktik terbaik respons sistem kesehatan dalam era COVID-19 di negara berpendapatan rendah dan menengah ke bawah. [7]

Secara historis, kehadiran kader sebagai tenaga sukarela dapat ditarik kembali ke saat posyandu (pos layanan terpadu) pertama diperkenalkan pada zaman Soeharto (1984). [8] Hingga saat ini, kader masih aktif dan terbagi ke dalam berbagai ranah kerja, misalnya jumantik (juru pemantau jentik), posyandu, dasawisma PKK (Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga), dan lainnya. Karena kemampuannya untuk menyesuaikan diri dengan konteks masyarakat, potensi kader untuk kesehatan besar, baik dari preventif, promotif, hingga kuratif. 

[6] Di Indonesia, peran penyuluhan dari kader, misalnya untuk melakukan pemeriksaan kesehatan rutin, telah berhasil meningkatkan kualitas hidup lansia. [9] Sebuah kajian sistematis juga menunjukkan bahwa intervensi kader membawa dampak positif pada berbagai parameter, dari indikator klinis penyakit, tingkat screening, hingga perubahan perilaku pasien. Intervensi kader juga dapat meningkatkan akses layanan kesehatan. [10]

Status Quo Kader di Indonesia

Kementerian Kesehatan beberapa kali mengikutsertakan peran kader dalam berbagai pedoman ataupun petunjuk teknisnya. [11-13] Di lapangan, puskesmas juga masih mengandalkan para kader untuk mengeksekusi berbagai program, seperti operasi timbang bayi-bayi untuk surveilans stunting, operasi sweeping, dan program lainnya. Selain itu, para kader juga menjalankan fungsi edukasi dengan menyuluh masyarakat ataupun menjawab pertanyaan/keraguan yang ada di masyarakat. Sebagai perpanjangan tangan puskesmas di masyarakat, kader memiliki hubungan erat dengan para petugas maupun tenaga kesehatan (nakes) di puskesmas.

Potensi para kader sangat besar karena altruismenya yang tinggi. Di tengah pandemi dan ketakutan masyarakat untuk mendatangi puskesmas, beberapa kader bercerita bagaimana mereka mengantarkan sendiri para orangtua bayi untuk imunisasi. Tim kader kesehatan juga tampak solid dan bersemangat; dari diskusi penulis dengan beberapa kader Posyandu, ilmu yang mereka dapatkan saat ini biasanya merupakan turun-temurun dari kader-kader sebelumnya. 

Walau kebingungan mereka dapat ditanyakan langsung kepada nakes, belum ada pelatihan resmi guna meningkatkan pengetahuan para kader. Tingkat pengetahuan kader juga diteliti dan direkomendasikan pelatihannya dalam sektor-sektor lain seperti resistensi antibiotik. [6] Agar efektif, pelatihan harus dilakukan secara rutin dengan mempertimbangkan kebutuhan masyarakat. [14]

"Kalau seperti [kader] jumantik dan dasawisma itu kan ada [pendapatannya], ada operasionalnya. Kalau Posyandu itu nggak ada, Bu. Dulu pernah ada, 1 bulan 300 ribu, itu untuk tambahan PMT (Pemberian Makanan Tambahan), tapi semenjak pandemi itu semua ditiadakan. Jadi kader Posyandu itu memang bekerja dengan ikhlas, dengan sukarela, nggak punya [pendapatan] sama sekali, nggak punya uang kehormatan atau apapun itu tidak ada satu rupiah pun." (MA, Kader Posyandu, DKI Jakarta)

Meskipun jasanya besar bagi masyarakat, kader-kader Posyandu yang diwawancarai penulis mengaku minim remunerasi. Hal ini, termasuk tidak adanya lagi uang transportasi, tampaknya sudah dikomunikasikan oleh puskesmas bersamaan dengan kesepakatan deskripsi tugas para kader di awal. Komunikasi tersebut merupakan proses manajemen ekspektasi yang dilakukan puskesmas. 

Walaupun para kader tampak tetap semangat bekerja secara sukarela dengan sekadar apresiasi verbal dari para petugas puskesmas, mereka mengakui akan lebih semangat bila diberi remunerasi. Terlebih lagi, remunerasi sebanyak 500 ribu rupiah per bulan didapatkan oleh rekan-rekannya di sektor lain (jumantik, dasawisma, dll.). Hal ini berujung pada fenomena rangkap tugas, misalnya orang yang sama menjadi kader Posyandu sekaligus kader dasawisma. Selain itu, banyak kader yang telah bekerja bertahun-tahun sebagai kader dengan rentang 5 hingga 23 tahun.

Sebagai perbandingan, sebuah riset pemberian insentif kader di Nigeria memiliki rentang lama kerja kader satu hingga tiga tahun. [15] Tren periode bekerja yang relatif lama, disertai dengan minimnya remunerasi, mungkin menjelaskan bagaimana para kader di Indonesia mengaku sulit mencari kader baru.

"Sekarang gini, kita kerja sosial itu kan tidak semua orang mau, mau meluangkan waktunya dari pagi sampai siang, menulis laporan yang begini-begini kan tidak semua orang mau, makanya kadernya dia lagi dia lagi." (YL, Kader Posyandu, DKI Jakarta)

Untuk hal ini, pemberian insentif sebaiknya mempertimbangkan status kader, yakni sebagai sukarelawan, atau justru sebagai karyawan. [13,16] Adapun insentif tidak harus berupa gaji uang tunai; asuransi, bonus sesuai performa, pinjaman, dan ongkos juga bisa diberikan. Selain itu, insentif nonfinansial meliputi (1) kepuasan dari pekerjaan yang dapat didapatkan dari kejelasan peran, dukungan, dan pekerjaan yang dapat ditangani; (2) akses menuju layanan seperti pendidikan, kesehatan, dan rumah; (3) pengembangan profesional; dan (4) pengakuan formal maupun informal.

[16] Hal ini memang berkaitan dengan motivasi, yang pada akhirnya berpengaruh pada rekrutmen, retensi, dan performa para kader. [17] Gabungan dari berbagai jenis insentif tersebut, dalam berbagai program, telah terbukti dapat mempertahankan motivasi. [13,18] Manajemen ekspektasi, seperti yang telah dilakukan puskesmas daerah narasumber penulis, dan menghindari janji-janji insentif yang tidak dipenuhi juga penting. [18 Kecemburuan antarsektor layanan kader juga perlu dihindari dengan memberikan insentif yang sesuai. [16]

Arah ke Depan: Optimalisasi Kader

Potensi yang dibiarkan akan selamanya diam sebagai potensi. Agar potensi kader dapat diterjemahkan menjadi peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang lebih jauh, setidaknya dua hal masih perlu diperhatikan: kapasitas dan insentif. Salah satu cara untuk memaksimalkan peran kader adalah melalui pelatihan. Selain itu, remunerasi yang sesuai dan adil juga perlu diatur untuk mengapresiasi jasa para kader lebih jauh lagi. Dalam pengaturan kebijakan tersebut, retensi dan regenerasi kader juga perlu diperhatikan agar masa depannya terjaga. 

Dengan demikian, kader yang berasal dari masyarakat dan dipercaya masyarakat dapat menjadi ujung tombak program-program kesehatan yang menghujam langsung ke targetnya: masyarakat itu sendiri. Upaya preventif, promotif, dan kuratif dapat dilakukan dengan lebih efektif sesuai konteks masyarakat yang ada. Bila sistem kader kesehatan sudah matang dalam sektor-sektor yang ada, kader dapat diperluas ke dalam bidang-bidang kesehatan yang menjadi perhatian, seperti penyakit tidak menular, kesehatan mental, dan lainnya. 

Mari kita wujudkan sistem kesehatan yang kuat dari tingkatan primer, dasarnya: dari masyarakat, untuk masyarakat. 

Referensi

  1. BBC. Indonesia tetapkan Kejadian Luar Biasa Polio -- delapan tahun setelah ditetapkan bebas polio oleh WHO [Internet]. Jakarta: BBC; 2022 Nov 19 [updated 2022 Nov 20] [cited 2022 Dec 1]. Available from: https://www.bbc.com/indonesia/articles/c041gz8kkx1o 

  2. Tan SY, Ponstein N. Jonas Salk (1914-1995): A vaccine against polio. Singapore Med J [Internet]. 2019 Jan [cited 2022 Dec 1];60(1):9-10. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6351694/ doi: 10.11622/smedj.2019002. 

  3. Wijaya C. Vaksinasi masih terhambat isu haram-halal di sejumlah daerah: KLB difteri dan campak 'berpotensi terulang' [Internet]. Jakarta: BBC; 2019 Jun 19 [cited 2022 Dec 1]. Available from: https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-48633226 

  4. Sunguya BF, Mlunde LB, Ayer R, Jimba M. Towards eliminating malaria in high endemic countries: the roles of community health workers and related cadres and their challenges in integrated community case management for malaria: a systematic review. Malar J [Internet]. 2017 Jan 3 [cited 2022 Dec 1];16(1):10. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5209914/ doi: 10.1186/s12936-016-1667-x. 

  5. Friska D, Kekalih A, Runtu F, Rahmawati A, Ibrahim NA, Anugrapaksi E, et al. Health cadres empowerment program through smartphone application-based educational videos to promote child growth and development. Front Public Health [Internet]. 2022 Oct 13 [cited 2022 Dec 1];10:887288. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/pmc9611201/ doi: 10.3389/fpubh.2022.887288.

  6. Christanti JV, Setiadi AP, Wibowo YI, Presley B, Halim SV, Setiawan E, et al. A cross-sectional assessment of Indonesian female health cadres' knowledge and attitude towards antibiotics. J Infect Dev Ctries. 2021 Oct 31;15(10):1453-61. doi: 10.3855/jidc.14325. 

  7. Peiris D, Sharma M, Praveen D, Bitton A, Bresick G, Coffman M, et al. Strengthening primary health care in the COVID-19 era: a review of best practices to inform health system responses in low- and middle-income countries. WHO-SEAJPH [Internet]. 2021 Feb 26 [cited 2022 Dec 1];10(3):6-25. Available from: https://www.who-seajph.org/article.asp?issn=2224-3151;year=2021;volume=10;issue=3;spage=6;epage=25;aulast=Peiris 

  8. Wardaningsih, S. Melatih dan memberdayakan kader kesehatan dalam pelaksanaan program kesehatan jiwa di masyarakat [Internet]. Jakarta: Indonesian Scholars Network; 2017 Oct 8 [cited 2022 Dec 1]. Available from: https://isnet.or.id/melatih-dan-memberdayakan-kader-kesehatan-dalam-pelaksanaan-program-kesehatan-jiwa-di-masyarakat/ 

  9. Setyoadi, Ahsan, Abidin AF. Hubungan peran kader kesehatan dengan tingkat kualitas hidup lanjut usia. J Ilmu Keperawatan [Internet]. 2013 Nov [cited 2022 Dec 17];1(2):183-192. Available from: https://media.neliti.com/media/publications/99431-ID-hubungan-peran-kader-kesehatan-dengan-ti.pdf 

  10. Sharma N, Harris E, Lloyd J, Mistry SK, Harris M. Community health workers involvement in preventative care in primary healthcare: a systematic scoping review. BMJ Open [Internet]. 2019 Dec 17 [cited 2022 Dec 17];9(12):e031666. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/pmc6937114/ doi: 10.1136/bmjopen-2019-031666. 

  11. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Petunjuk teknis pelacakan bayi dan baduta belum/tidak lengkap imunisasi. Jakarta: Kemenkes RI; 2019. 

  12. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman praktis manajemen program imunisasi di puskesmas. Jakarta: Kemenkes RI; 2021. 

  13. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Petunjuk teknis pelayanan imunisasi pada masa pandemi COVID-19. Jakarta: Kemenkes RI; 2020. 

  14. Bhattacharyya K, Winch P, LeBan K, Tien M. Community health worker incentives and disincentives: how they affect motivation, retention, and sustainability [Internet]. Virginia: BASICS II; 2001 Oct [cited 2022 Dec 1]. Available from: https://web.worldbank.org/archive/website01539/WEB/IMAGES/PNACQ722.PDF 

  15. Gray HH, Ciroma J. Reducing attrition among village health workers in rural Nigeria. Socio-Econ Plan Sci. 1988;22(1):39-43.

  16. Colvin CJ, Hodgins S, Perry HB. Community health workers at the dawn of a new era: 8. Incentives and remuneration. Health Res Policy Syst [Internet]. 2021 Oct 12 [cited 2022 Dec 1];19(Suppl 3):106. Available from: https://health-policy-systems.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12961-021-00750-w doi: 10.1186/s12961-021-00750-w. 

  17. Daniels K, Odendaal WA, Nkonki L, Hongoro C, Colvin CJ, Lewin S. Incentives for lay health workers to improve recruitment, retention in service and performance. Cochrane Database Syst Rev [Internet]. 2019 Dec 3 [cited 2022 Dec 1];2019(12):CD011201. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6999880/ doi: 10.1002/14651858.CD011201.pub2.

  18. Ormel H, Kok M, Kane S, Ahmed R, Chikaphupha K, Rashid SF, et al. Salaried and voluntary community health workers: exploring how incentives and expectation gaps influence motivation. Hum Resour Health [Internet]. 2019 Jul 19 [cited 2022 Dec 1];17(1):59. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/pmc6642499/ doi: 10.1186/s12960-019-0387-z.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun