Mohon tunggu...
Kertas Putih Kastrat (KPK)
Kertas Putih Kastrat (KPK) Mohon Tunggu... Dokter - Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM IKM FKUI 2022

Kumpulan intisari berita aktual // Ditulis oleh Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM IKM FKUI 2022 // Narahubung: Jansen (ID line: jansenjayadi)

Selanjutnya

Tutup

Politik

How to Get Away with Murder: Minuman Topping Arsenik Spesial untuk Cak Munir

12 Agustus 2022   21:20 Diperbarui: 16 Agustus 2022   19:54 665
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: Munir Said Thalib, Aktivis HAM Indonesia

Arsenik: Kawan atau Lawan?

Sola dosis facit venenum. Segala sesuatunya adalah racun, tidak ada yang tanpa racun, hanya dosislah yang membedakan antara racun dengan yang bukan. Begitulah ucapan Paracelsus, sang Bapak Toksikologi. Dalam dosis tertentu, ternyata arsenik berpotensi menjadi alternatif terapeutik. Tahun 1786, Thomas Fowler mengenalkan "Fowler's solution" yang berisi kalium arsenit sebagai obat untuk mengobati berbagai jenis penyakit, seperti malaria, sifilis, asma, kolera, eksema, dan psoriasis. Tak lama setelah leukemia ditemukan pada tahun 1845, "Fowler's solution" kembali digunakan karena efeknya yang menurunkan kadar sel darah putih. Namun, sayangnya karena menimbulkan efek karsinogenik jangka panjang, akhirnya ramuan tersebut terpaksa ditarik. (1,12,13)

Hingga sekitar tahun 1970, peneliti menemukan bahwa arsenik dalam bentuk arsenit trioksida efektif untuk pengobatan leukemia promielositik akut. Biasanya, pengobatan standar untuk pasien leukemia promielositik akut adalah kemoterapi berbasis antrasiklin dan all-trans asam retinoat (ATRA). Namun, sekitar 20%--30% pasien kembali kambuh. Dengan penambahan arsenit trioksida, pasien mengalami perbaikan secara lebih efektif dengan efek samping yang lebih ringan dibandingkan terapi biasa dan bersifat self-limiting sehingga tidak dibutuhkan intervensi. Contohnya, pasien tidak mengalami kerontokan rambut, bahkan mielosupresi (penurunan komponen sel darah lain seperti hemoglobin, leukosit, trombosit dan neutrofil). Selain itu, arsenit trioksida juga tidak menimbulkan resistensi terhadap ATRA ataupun agen antikanker lainnya. (12,14,15)

Terlepas dari potensi manfaat yang ada, tampaknya arsenik lebih populer digunakan untuk meregangkan nyawa. Salah satunya adalah untuk meregangkan nyawa seorang aktivis HAM Indonesia, Munir Said Thalib. Ia tewas 2 jam sebelum tiba di Bandara Schipol, Amsterdam akibat racun arsenik yang dipercaya dicampurkan ke dalam minumannya. Pada pemeriksaan forensik, ditemukan 3,1 miligram per liter arsenik dalam darah dan 465 miligram dalam lambungnya yang masih belum dicerna. (17)

Menghitung Menit-Menit Kematian Munir

Gambar 3. Munir Said Thalib, Aktivis HAM Indonesia (16)
Gambar 3. Munir Said Thalib, Aktivis HAM Indonesia (16)

Hampir 18 tahun yang lalu, tepatnya pada tanggal 7 September 2004, Munir hendak pergi ke Belanda untuk melanjutkan studi S2. Selepas mendirikan KontraS (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan), menjadi Direktur Imparsial, dan turut serta menangani berbagai kasus pelanggaran HAM di Indonesia, sudah merupakan waktu yang tepat baginya untuk kembali menuntut ilmu. Ia berangkat menggunakan pesawat Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA 974 pukul 21.30 WIB. Di dekat pintu masuk Kelas Bisnis, ia bertemu dengan Pollycarpus Budihari Priyanto, seorang pilot Airbus 330 Garuda Indonesia yang hadir sebagai extra crew, dan berbincang sejenak. Munir yang seharusnya duduk di kursi 40G Ekonomi akhirnya menempati kursi 3K Kelas Bisnis milik Pollycarpus. Kemudian, Munir memesan mi goreng dan jus jeruk. Sekitar 1 jam 38 menit kemudian, pesawat mendarat di Singapura pukul 00.40 waktu setempat. Sebelum melanjutkan perjalanan ke Amsterdam, penumpang diberikan waktu 45 menit oleh awak kabin untuk jalan-jalan di Bandara Changi. Munir mampir ke Coffee Bean dan beberapa saksi mata melihatnya di sana bersama Pollycarpus. Pollycarpus nampak membawa dua cangkir minuman di kedai kopi tersebut. Tak lama, Munir kembali ke pesawat dan duduk di kursi mulanya, sementara Pollycarpus hanya sampai di Singapura. Sebelum lepas landas pukul 01.53, Munir sempat meminta obat maag kepada awak kabin. Sekitar 15 menit kemudian, Munir mulai sering ke toilet karena merasa muntaber. Tiga jam kemudian, seorang pramugara senior melapor kepada pilot bahwa seorang penumpang bernama Munir sakit setelah beberapa kali ke toilet. Munir akhirnya sempat mendapat pertolongan dari seorang dokter yang duduk di kursi 1J dan kemudian dipindahkan ke samping bangku dokter itu. Keadaannya pada saat itu masih tenang, tetapi takdir berkata lain. Sekitar 05.10 GMT di atas langit Rumania, Munir didapatkan sudah meninggal dalam posisi miring menghadap kursi, dengan mulut mengeluarkan air liur tak berbusa, telapak tangannya biru, dan tubuhnya dingin. (17)

Banyak sekali kejanggalan yang ditemukan dalam kasus ini. Pertama, tim polisi yang segera berangkat ke Belanda menyimpulkan bahwa arsenik dicampurkan ke dalam jus jeruk yang diminta Munir dalam pesawat. Padahal, jika dimasukkan ke dalam air dingin, arsenik akan mengendap. Skenario yang paling mungkin adalah dicampurkannya arsenik ke dalam air panas agar tidak meninggalkan jejak, dalam kasus ini kemungkinan besar dalam minuman yang dipesan Munir di Coffee Bean Bandara Changi. Kemudian, pertemuan pertama Tim Pencari Fakta yang dibentuk oleh Presiden SBY justru dipimpin oleh Wakil Direktur Tindak Pidana Korupsi Polri yang tidak ada sangkut paut ataupun keahlian dalam kasus pembunuhan. Selanjutnya, soal surat penugasan Pollycarpus. Pihak maskapai menyampaikan bahwa penugasan Pollycarpus kala itu adalah untuk mencari tahu tentang Boeing 747 rute Singapura-Amsterdam yang mengalami permasalahan pada roda pendarat. Pertanyaannya, mengapa justru pilot Airbus 330 yang dikirim, bukan pilot Boeing 747 atau bahkan mekanik yang lebih paham perkara ini? Lalu, mengapa Pollycarpus hanya mampir 4--5 jam pada malam hari di Singapura dan langsung terbang kembali ke Jakarta? (17)

Akhirnya pada tanggal 1 Desember 2005, Pollycarpus dituntut hukuman penjara seumur hidup. Ia mengajukan kasasi dan pada tahun 2006, Mahkamah Agung memutuskan vonis penjara Pollycarpus hanya menjadi 2 tahun penjara karena menganggap ia tidak terbukti melakukan pembunuhan, hanya bersalah penggunaan surat palsu untuk pergi ke Singapura. Tak puas, Kejaksaan Agung melayangkan Peninjauan Kembali atas vonis tersebut. Akhirnya, Pollycarpus dijatuhkan hukuman 14 tahun penjara, walaupun akhirnya bebas menghirup udara segar setelah 8 tahun dibui dengan pembebasan bersyarat. 

Untuk alasan apa Munir dihabisi? Banyak spekulasi yang terbentuk demi memecahkan teka-teki pembunuhan Munir. Terutama, banyak dugaan bahwa Munir dibunuh karena memegang bukti-bukti penting terkait pelanggaran HAM di Indonesia, seperti Peristiwa Talangsari 1989, penculikan aktivis 1998, hingga--dugaan paling kuat--kampanye hitam Pemilihan Presiden 2004 putaran pertama. Kemudian, mengapa Garuda Indonesia bisa ikut terlibat dalam pembunuhan ini dan siapa pula yang sesungguhnya menugaskan Pollycarpus? Hingga kini, betapa menyedihkan melihat negara tidak juga berhasil mengungkap kebenaran di balik pembunuhan Munir. 

Ironi Hidup di Negeri Ini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun