Mohon tunggu...
Kertas Putih Kastrat (KPK)
Kertas Putih Kastrat (KPK) Mohon Tunggu... Dokter - Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM IKM FKUI 2022

Kumpulan intisari berita aktual // Ditulis oleh Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM IKM FKUI 2022 // Narahubung: Jansen (ID line: jansenjayadi)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kematian George Floyd, Pelatuk bagi Negeri untuk Kembali Mengevaluasi Brutalisme Aparat terhadap Papua (Bagian Kedua)

12 Juni 2020   21:58 Diperbarui: 12 Juni 2020   22:11 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Tude R. Standar ganda orang Indonesia sikapi rasisme. Indonesia: Suara Papua; 2020 May [cited 2020 Jun 11].

Keotoriteran yang terlibat merenggut tanggung jawab aparatur negara sebagai individu untuk membentuk moral pribadi. Proses rutinisasi memungkinkan mereka untuk mengabaikan peluang dalam mengajukan pertanyaan terkait moral pribadi sehingga dehumanisasi dalam tindak kekerasan dianggapnya sebagai perintah yang tidak perlu dihubungkan dengan istilah moral.

Berikut merupakan kutipan dari seorang polisi dalam sebuah wawancara:

"Penyiksaan masih terjadi di mana-mana tetapi terutama di Papua karena rendahnya tingkat pendidikan petugas kepolisian. Pukul, lalu wawancara si tersangka, begitulah polanya. Ketika saya berada di akademi polisi, saya melihat senior saya meletakkan kaki meja di atas kaki tersangka. Meja itu terbuat dari baja. Tentu saja, kaki itu tertusuk. Kukunya tertarik. Prakteknya masih ada sampai saat ini, namun dilakukan secara lebih "halus" tanpa meninggalkan bekas. Biasanya menampar atau meninju. Akademi polisi mencemari sikap saya. Ketika saya melakukan pelatihan di akademi polisi, suasana sangat mendukung untuk berlaku kekerasan. Saya menembak penjahat sampai dia harus diamputasi Kemudian saya berhenti. Saya tidak pernah memukul siapapun lagi sebab apabila seorang perwira memukul seseorang, pengikutnya pula akan meniru."

Menurut Hukum, Adakah Situasi di Mana Kekerasan Boleh Dilakukan oleh Aparat?

Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mengembangkan instrumen seperti Kode Etik PBB untuk Petugas Penegak Hukum (1979) dan Prinsip-prinsip Dasar PBB tentang Penggunaan Kekuatan dan Senjata Api oleh Petugas Penegak Hukum (1990) yang berlaku bagi setiap personil penegak hukum, termasuk personil militer yang menjalankan kuasa kepolisian.

Dalam kondisi terpaksa dan mendesak, penggunaan kekerasan wajib mematuhi empat prinsip-prinsip berikut: (1) Legalitas, yakni untuk mencapai tujuan yang sejalan dengan hukum dan standar-standar HAM internasional, (2) Keterpaksaan, yakni tidak ada upaya non-kekerasan lain yang bisa digunakan demi menegakkan hukum, (3) Proporsionalitas, yakni tidak melampaui tujuan yang sah sesuai hukum, (4) Akuntabilitas, yakni adanya mekanisme akuntabilitas terhadap pihak pelanggar hukum serta adanya kompensasi dan pemulihan bagi korban.

Prinsip Dasar 9 menyatakan bahwasanya mereka tidak diperbolehkan melakukan tindakan mematikan pada seorang pelanggar hukum kecuali apabila mutlak dibutuhkan demi menyelamatkan atau melindungi nyawa orang lain. Senjata api juga hanya boleh dipergunakan untuk melindungi nyawa manusia, hal ini juga diatur dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perkapolri). Dalam Perkapolri dinyatakan pula bahwa kerusakan dan luka-luka akibat tindakan kekerasan harus seminimal mungkin dan kekerasan tersebut hanya boleh dilakukan demi mencegah kejahatan, membantu melakukan penangkapan terhadap pelanggar hukum sesuai dengan peraturan penggunaan kekerasan.

Rekomendasi

Terdapat banyak elemen yang diperlukan dalam memperjuangkan penghapusan brutalisme aparat terhadap Papua. Langkah-langkah yang perlu diprioritaskan antara lain adalah sebagai berikut:

  1. Berkaitan dengan tindakan-tindakan yang tidak adil dan kejam di masa lampau, Papua berhak memperoleh 'historical justice.' Hal ini dapat dimulai dengan mengadili para pelaku kekerasan, dan bahkan pembunuhan, yang selama ini dibiarkan bebas tanpa hukuman.
  2. Dalam mengamankan unjuk rasa, aparat harus dapat membedakan kelompok yang membahayakan atau menggunakan kekerasan dengan kelompok yang berunjuk rasa secara damai.
  3. Aparat keamanan wajib mematuhi standar-standar Kode Etik PBB bagi Petugas Penegak Hukum dan Prinsip Dasar PBB tentang Penggunaan Kekuatan dan Senjata Api oleh Petugas Penegak Hukum serta hukum nasional yang ada.
  4. Memastikan tentara sudah terlatih dalam penggunaan kekerasan dan senjata api sesuai hukum di saat mereka menjalankan peran polisi.
  5. Penyelidikan terhadap kasus kekerasan harus memenuhi prinsip independen, efektif, dan imparsial.
  6. Proses penyelidikan dan penuntutan tidak terbatas pada pelaku namun perlu juga diarahkan pada kemungkinan keterlibatan pemberi perintah.
  7. Membatasi penanganan internal pada perkara disiplin saja, aparat keamanan yang diduga melakukan kekerasan terkait pelanggaran HAM harus diadili oleh pengadilan sipil yang independen.
  8. Merevisi Undang Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Pengadilan Militer sehingga tentara bisa diadili oleh pengadilan sipil yang independen.
  9. Laporan dan investigasi internal aparat atas dugaan kekerasan harus diterbitkan secara rinci.
  10. Memberi mandat pada Komnas HAM agar dapat menjalankan penyelidikan kasus kekerasan terkait pelanggaran HAM secara efektif dan dapat melimpahkan kasus kepada jaksa untuk diadili.
  11. Terdapat badan pengawas yang beroperasi tanpa campur tangan pemerintah dan tanpa pengaruh dari pihak aparat.
  12. Menjamin para korban dan keluarganya bisa memperoleh perkembangan mengenai penyelidikan kasus serta memperoleh pemulih yang maksimal dan bukan hanya dengan metode ganti rugi tradisional.

Oleh: Chyntia Diva S.

Referensi
1. Ferninda I, Nazalya S, Marisan F, et al. Penyiksaan di Papua: kekerasan yang terus berlanjut [Internet]. Indonesia: AJAR, TAPOL, EIDHR [cited 2020 Jun 11]. Available from: http://asia-ajar.org/wp-content/uploads/2015/11/Torture-Report-Bahasa.pdf
2. Hermawan B. From 'stone-age' to 'real-time': exploring Papuan temporalities, mobilities, and religiosities. Indonesia: ANU Press; 2015. Chapter 8, Torture as a mode of governance: reflections on the phenomenon of torture in Papua, Indonesia; p. 195--220.
3. Taum YY. Kekerasan dan konflik di Papua: akar masalah dan strategi mengatasinya. Jurnal Penelitian [Internet]. 2015 Nov [cited 2020 Jun 11]; 19(1):1--13. Available from: https://e-journal.usd.ac.id/index.php/JP/article/view/980
4. Al-Rahab A. Operasi-operasi militer di Papua: pagar makan tanaman [Internet]. [cited 2020 Jun 11]. Available from: http://ejournal.politik.lipi.go.id/index.php/jpp/article/viewFile/420/234
5. Use of force: guidelines for implementation of the UN basic principles on the use of force and firearms by law enforcement officials [Internet]. Amsterdam: Amnesty International; 2015. [cited 2020 Jun 11]. Available from: https://www.amnestyusa.org/wp-content/uploads/2017/04/amnesty_international_guidelines_on_use_of_force-2.pdf
6. Pembunuhan dan impunitas di Papua [Internet]. Jakarta: Amnesty International Indonesia; 2018. [cited 2020 Jun 11]. Available from: https://www.amnesty.org/download/Documents/ASA2181982018INDONESIAN.PDF
7. Tobing L. Jika polisi melakukan kekerasan kepada masyarakat [Internet]. Indonesia: HukumOnline; 2014 [cited 2020 Jun 11]. Available from: https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt53c01f86596bb/jika-polisi-melakukan-kekerasan-kepada-masyarakat/
8. Tude R. Standar ganda orang Indonesia sikapi rasisme [Internet]. Indonesia: Suara Papua; 2020 May [cited 2020 Jun 11]. Available from: https://suarapapua.com/2020/05/29/standar-ganda-orang-indonesia-sikapi-rasisme/
9. Santoso B, Aranditio S. Aktivis: kasus George Floyd di AS tak beda jauh dengan rasisme Papua [Internet]. Indonesia; 2020 Jun [cited 2020 Jun 11]. Available from: https://www.suara.com/news/2020/06/01/075544/aktivis-kasus-george-floyd-di-as-tak-beda-jauh-dengan-rasisme-papua

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun