Mohon tunggu...
Kerisnarendra
Kerisnarendra Mohon Tunggu... -

Hanya seorang pekerja yang suka mengamati sesuatu dan kini berusaha menuangkannya dalam tulisan

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Banjir Bandang Terjadi di Paru-paru Bali

9 Oktober 2016   21:28 Diperbarui: 10 Oktober 2016   16:22 592
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu hutan Jembrana tahun 2002

Kemarin, Minggu (9/10), beberapa kawasan di Jembrana menjadi trending topic lokal di media sosial sekitar Jembrana. Iya, memang tidak seheboh dan seramai reklamasi Teluk Benoa, pula tidak seheboh dan seramai demo tolak reklamasi di Bali. Mungkin karena posisi Jembrana yang jauh dari pusat kota (sekitar 100 Km dari Denpasar), atau mungkin karena Jembrana yang dipandang sebelah mata karena kurangnya objek wisata dan kurangnya pengaruh gemerlap bisnis pariwisata.

Tapi mau tidak mau, Jembrana adalah kawasan yang memiliki hutan yang cukup luas, kawasan yang menentukan iklim lokal di Bali, kawasan hutan yang maha penting untuk iklim dan pertanian serta pengairan di Bali, bagian dari Taman Nasional Bali Barat. Tidak salah namanya Jembrana, berasal dari kata jimbar dan wana, jimbar artinya luas dan wana artinya hutan. 

Tetapi hari kemarin membuktikan bahwa di Jembrana ada sesuatu yang sangat parah dan massif yang sedang terjadi. Berikut adalah beberapa foto di media sosial yang mengabarkan banjir bandang di kabupaten ini. 

Air meluap sampai jalan Denpasar Gilimanuk. Sumber foto: istimewa
Air meluap sampai jalan Denpasar Gilimanuk. Sumber foto: istimewa
Air membanjiri rumah warga
Air membanjiri rumah warga
Bagaimana mungkin kawasan yang memiliki hutan terluas di Bali bisa mengalami banjir bandang, bahkan air meluap hingga jalan nasional Denpasar Gilimanuk. Penulis berpikiran pasti ada sesuatu yang sedang terjadi di di hutan Jembrana. Penulis memang belum pernah memasuki kawasan kawasan tersebut, tapi dengan teknologi yang bisa diakses secara publik sekarang ini, sangat gampang mengetahui kawasan itu dulu dan sekarang. Penulis mencoba melihat kawasan kawasan tersebut dari citra satelit, perbedaannya sungguh luar biasa, berikut perbedaan citra satelit salah satu kawasan hutan pada tahun 2002 dan 2014.

Salah satu hutan Jembrana tahun 2002
Salah satu hutan Jembrana tahun 2002
Salah satu hutan Jembrana tahun 2014
Salah satu hutan Jembrana tahun 2014
Citra satelit di atas membuktikan sangat tidak mungkin kawasan hutan yang dulu hijau (2002) kini memiliki begitu banyak daerah yang berwarna coklat (2014).

Mungkin banjir bandang ini adalah baru awal, tidak menutup kemungkinan 1 minggu berikutnya apabila hujan datang lagi, beberapa kawasan akan hanyut lagi di kawasan ini.

Menurut penulis, di hutan ini sedang terjadi 'reboisasi' secara besar-besaran dan hal ini akan berdampak lebih parah daripada reklamasi di Teluk Benoa, karena iklim Bali dan kehidupan pertanian di Bali mau tidak mau sangat bergantung kepada paru-paru Bali di Jembrana. 

Kenapa rakyat Jembrana ikut-ikutan mendirikan baliho-baliho Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa padahal di tanahnya sendiri sedang terjadi penghancuran secara massif. #SaveJimbarwana 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun