Mohon tunggu...
M Bayu Dwi Saputro
M Bayu Dwi Saputro Mohon Tunggu... Wiraswasta - Seorang debt collector

Hobi membaca, tertarik pada bidang filsafat, literasi, sastra, sejarah, seni, dll.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Membaca Gadis Kretek dengan Feminisme Eksistensialis Simone De Beauvoir

3 Desember 2024   20:09 Diperbarui: 3 Desember 2024   20:17 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Gadis Kretek merupakan serial web yang diadaptasi dari novel karya Ratih Kumala dengan judul yang sama terbitan Gramedia Pustaka Utama di tahun 2012. Serial garapan BASE Entertainment dan Fourcolours Films ini sukses menggarap film dengan salah satu isu tema yang masuk ke dalam list pertama Annual Kartini Conference on Indonesian Feminisms (KCIF) pada 2023 lalu.

Serial web yang disutradarai oleh pasangan istri-suami Kamila Andini dan Ifa Isfansyah ini bercerita tentang seorang pemilik pabrik kretek DR bernama Soeraja---diperankan oleh Pritt Timothy---yang sedang sakit keras, meminta kepada anak bungsunya, Lebas, untuk mencari Jeng Yah, mantan kekasihnya.

Dalam pencariannya mencari Jeng Yah, Lebas---yang diperankan oleh Arya Saloka---bertemu dengan seorang buruh batil yang mengungkap asal-usul Kretek DR hingga merajai pasar dan menguak kisah cinta Soeraya dengan Jeng Yah.

Serial Gadis Kretek ini menggunakan alur maju-mundur. Latar waktu masa kini, yaitu tahun 2001, bercerita tentang Lebas, Anak bungsu dari Raja alias Soeraya yang mendapat permohonan dari ayahnya itu untuk mencari seseorang bernama Jeng Yah.

Pada latar masa lalu, tepatnya di tahun 1960-an, menceritakan tentang seorang gadis bernama Dasiyah---yang diperankan oleh Dian Sastrowardoyo---membantu ayahnya menjalankan usaha pabrik kretek, lalu bertemu Soeraja muda---diperankan oleh Ario Bayu.

Serial yang rilis pada 2 November 2023 ini sangat kental dengan isu feminisme. Dengan menggunakan kacamata feminisme eksistensialis Simone De Beauvoir---Seorang filsuf yang pemikirannya juga banyak dipengaruhi oleh Sartre---kita akan membaca bagaimana perjuangan seorang gadis membantu usaha pabrik rokok kretek ayahnya pada masa itu yang mana "perempuan hanya boleh menjadi pelinting saja."

Mitos

Dasiyah, atau yang biasa disapa Jeng Yah, kerap menerima perlakuan diskriminatif di lingkungannya, seperti cemoohan "perempuan tahu apa soal kretek; cah wedok kok dolanane kretek. Nanti tidak ada yang mau kalau tangannya bau tembakau; tugasmu itu bersih-bersih rumah sama cari suami!" Jeng Yah juga tidak diperbolehkan masuk ke pintu biru. "Gerbang menuju cita-citanya" yang sangat ingin dia sambangi, ruang peracikan saus. Dibjo, orang yang dipercaya Idroes untuk meracik saus meyakini bahwa jika seorang perempuan masuk ke ruang peracikan saus, "nanti rasa kreteknya jadi asem dan tidak enak."

Dibjo mempertegas mitos yang diyakininya, bahwa perempuan tidak boleh masuk ke ruang peracikan, dengan menebar dupa-dupa di sekitar pabrik untuk menghilangkan "bau perempuan."

Dalam buku The Second Sex, Simone De Beauvoir menulis bahwa dalam budaya patriarki, kaum laki-laki memiliki kekhawatiran akan terkikisnya eksistensi maskulinitas mereka sehingga mereka mendiskriminasi kaum perempuan dan mengukuhkan kekuasaannya. Salah satunya melalui legitimasi budaya dengan melanggengkan mitos-mitos. Seperti mitos-mitos yang sering kita dengar di tengah masyarakat bahwa perempuan sejatinya perasa dan tidak bisa berpikir rasional.

Mitos-mitos itu juga ditanamkan hampir dalam semua instansi baik itu pemerintahan, perusahaan, sekolah, agama, bahkan keluarga sehingga sulit bagi kaum perempuan di tengah budaya patriarki untuk menduduki posisi-posisi penting dalam perusahaan, maupun pemerintahan.

Tentu kita patut bercuriga dengan Dibjo bahwa alasan yang sebenarnya kenapa dia melarang perempuan masuk ke ruang peracikan dengan legitimasi mitosnya adalah karena dia tahu bahwa Dasiyah memiliki selera yang bagus dalam meracik saus dan itu tentu mengancam kedudukannya sebagai peracik saus di pabrik itu. Namun Raja dan Jeng Yah berhasil meyakinkan Idroes, ayah Dasiyah yang diperankan oleh Rukman Rosadi, bahwa putri sulungnya itu memiliki bakat istimewa. Mereka lalu meluncurkan produk baru hasil racikan Dasiyah dengan nama "Kretek Gadis" yang sarat dengan cita rasa feminin.

Kekhawatiran akan terkikisnya eksistensi maskulinitas juga tergambar pada time line 2001 ketika Lebas bereaksi secara spontan saat Arum, yang diperankan oleh Putri Marino, hendak memperbaiki genteng rumahnya. Dalam budaya patriarki di Indonesia, terdapat stigma bahwa memperbaiki genteng rumah adalah tugas laki-laki sementara menyapu dan mengepel lantai adalah tugas perempuan.

Itu sebabnya Lebas bereaksi menawarkan diri untuk membantu Arum memperbaiki genteng. Namun Lebas menjadi ragu karena Arum justru meminta bantuannya untuk mengepel lantai yang kebanjiran. Itu menunjukkan bahwa Lebas, tanpa dia sadari, juga terbentuk dalam budaya patriarki.

Hell Is The Other

Pada diri Dasiyah, ada perasaan campur aduk antara cinta dan kecemburuan sosial. Di episode ke-2 kita jadi tahu bahwa ternyata yang meminta Idroes untuk menolong Raja ketika dikeroyok di pasar adalah Dasiyah. Tentu diterimanya Raja di pabrik rokok Merdeka Djaja menjadi kebahagiaan tersendiri bagi Dasiyah karena tanda-tanda kasmaran sudah mulai terlihat ketika pertama kali tatapan mereka bertemu. Terdapat narasi dari surat yang ditulis Dasiyah yang bunyinya "tatapannya melihat kebebasan dalam diriku."

Tetapi kepercayaan yang diberikan Idroes kepada Raja membuat Dasiyah cemburu. Kehadiran Raja di pabrik itu membuat Idroes tidak perlu merisaukan lagi siapa yang akan membantunya di pabrik. Dan tanpa kekhawatiran itu lagi, jalan perjodohan Dasiyah dengan Seno menjadi lapang.

Seperti kata Sartre, bahwa "neraka adalah orang lain," konflik yang dihadapi Dasiyah adalah "neraka" yang disebabkan oleh eksistensi orang-orang di sekitarnya, bahkan pujaan hatinya sendiri.

La Mauvaise

Jeng Yah juga dihadapkan pada intrik perjodohan. Dia tahu, bahwa perempuan tidak punya kebebasan untuk menentukan jalan hidupnya sendiri dan salah satu persoalan Jeng Yah yang juga menjadi persoalan perempuan-perempuan di zaman itu adalah sukarnya meraih kemerdekaan terhadap dirinya sendiri. Selain setting waktu di mana kemerdekaan Indonesia sedang hangat diperbincangkan, nuansa keinginan untuk merdeka dari ke-tak-berdaya-an berkehendak juga diperkuat dengan simbol burung dalam sangkar dan nama merek rokok kretek milik keluarga Jeng Yah sendiri, Merdeka Djaja.

Sebagai perempuan yang dituntut untuk selalu patuh, Dasiyah telah menerima secara terpaksa bahwa dia harus bersiap menjadi wanita sejati menurut pandangan masyarakat di sekitarnya.

Sedari awal, kita diperlihatkan tentang karakter Dasiyah yang memiliki keinginan dan kehendak yang bebas, namun karena kekangan sosial sebagai perempuan, dia tidak menentang secara terang-terangan apa yang sudah direncanakan untuk masa depannya, melainkan menghindar secara halus. Seperti ketika dia mengajak ayahnya untuk pergi ke pasar saat ibunya hendak membicarakan perjodohan. Padahal sebelumnya Dasiyah tidak pernah mau ikut ayahnya ke pasar karena dia tidak suka dengan hiruk-pikuk pasar. Juga ketika dia menghindari ayahnya yang hendak membicarakan perjodohan dengan alasan "tadi dipanggil ibu."

Dilihat dari bagaimana Dasiyah merespons intrik perjodohannya, nampaknya Dasiyah terus berusaha untuk tidak memilih antara kepatuhan dan kebebasan. Tetapi, seperti kata Simone De Beauvoir, "keputusan untuk tidak memilih juga merupakan pilihan tersendiri" yang juga memiliki konsekuensi di kemudian hari.

Pilihan jalan tengah itu menimbulkan apa yang disebut Sartre sebagai la mauvaise atau bad faith. Yakni kondisi ketika seseorang menjual kebebasannya kepada sesuatu yang lebih besar darinya sehingga dia melupakan kesadarannya sendiri. Dan itu juga merupakan penderitaan karena sejatinya, "manusia dikutuk untuk bebas."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun