Buku ini adalah salah satu bacaan yang saya senangi. Sebuah hadiah ulang tahun dari rekan kerja, Ratih Ardianti namanya. Saya menamati buku ini saat perjalanan ke Lampung minggu lalu, persis saat dalam kondisi ragu dan sering bertanya "Kenapa harus saya?"
Buku ini ditulis oleh dr. Andreas Kurniawan, Sp. KJ yang dikenal @dr.ndreamon di sosial media. Ia merupakan seorang psikiater dan banyak bercerita tentang kehilangan anaknya yang bernama Hiro.
Kisahnya dalam buku ini, bagi saya sangat membantu pembaca dalam proses penerimaan kehilangan seseorang agar tidak terpuruk dalam keadaan, tapi menjalani hidup dan menikmati seada-adanya.
Pada bab "Tutorial Mencuci Piring" misalnya, buku ini menuntun pembaca untuk "release" melalui aktivitas mencuci piring secara mindful dengan perumpamaan melalui enam langkah: (1) Buang sisa makanan ke tempat sampah; (2) Bilas piring dengan air mengalir; (3) Rendam alat makan di dalam air, tambahkan sabun bila ada noda yang lengket; (4) Cuci piring dan alat makan dengan spons, mulai dari yang paling sedikit nodanya; (5) Keringkan peralatan makan yang sudah selesai dicuci; dan (6) Rutin membersihkan spons di area pencucian.
Bab ini memantik saya untuk mendukung revisi UU Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan Pasal 93, agar memperbarui jumlah cuti berkabung tidak hanya dua hari.
Buku ini tidak hanya mengekspos sebuah cerita kehilangan, tapi pembaca juga dibantu untuk menata hati dan cara berpikir. Bahwasanya, kesedihan, rasa sakit, kekecewaan itu semua bersifat sementara.
Tapi, kita punya pilihan untuk meletakkan rasa itu ke dalam wadah yang lebih besar, yaitu penerimaan melalui sebuah kebiasaan. Salah satunya, melalui duka dengan aktivitas mencuci piring.
Konon, dalam operasi jantungnya tahun 1983, ia mendapatkan transfusi darah yang mengandung virus HIV. Setelah tersebar ke penjuru dunia, ia mendapat surat dari penggemar yang berisi, "Mengapa Tuhan memilihmu untuk mengalami kejadian ini?"
Lalu, ia menjawab:
"Ketika aku mengangkat piala juara, aku tidak menanyakan kepada Tuhan, Mengapa Aku?"
"Ketika mengalami rasa sakit, aku seharusnya tidak menanyakan kepada Tuhan, Mengapa Aku?"
"Dan, aku berharap suatu hari aku bisa berhenti bertanya, Mengapa Aku?"
Terima kasih dr. Andreas!
Terima kasih Kak Ratih!
Fighting!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI