Ketukan musik tradisional khas Indonesia timur mengiringi sepanjang jalan menuju pintu masuk SD Wali Ate. Sambutan mewah dikemas dalam barisan, terlihat anak-anak mengenakan pakaian adat, kain Sumba yang diikat di kepala, dan aksesoris khas timur.
Saya sudah dengar ini berkali-kali, tapi tetap saja selalu tersihir dan takjub. Saya pikir, cerita teman-teman terdahulu yang pernah menyambangi NTT hanyalah romantisasi.
Ternyata, mereka tidak dusta. Pengalungan kain, upacara adat, dan beberapa keistimewaan langka saya dapatkan ketika lakukan perjalanan dinas bersama Yayasan Taman Baca Inovator dan menjadi tamu di tanah timur.
Sampai pada akhirnya, saya kembali menjadi pemikir ketika bercakap dengan beberapa guru. Ada beberapa hal yang membuat saya penasaran. (1) Kenapa guru honorer itu selalu lebih banyak daripada PNS, selain alasan tes masuk yang susah? (2) Kenapa para guru tetap menikmati profesinya, meskipun mendapat gaji yang tidak manusiawi? (3) Bagaimana supaya potensi guru daerah terpencil bisa juga dikembangkan dan dipublikasikan? (4) Apakah pendekatan kontekstual adalah model pendidikan yang cocok di semua wilayah? (5) Kenapa anak di daerah dengan akses terbatas selalu lebih menghargai pendidikan?
Setiap perjalanan, saya selalu sempatkan menulis jurnal. Entah di handphone, buku catatan, atau saya taruh di dalam pikiran dulu jika belum sempat menyalin. Jurnalnya sederhana, hanya berisi kumpulan rasa penasaran saya soal pendidikan. Harapannya, di perjalanan selanjutnya saya bisa temukan atau menjadi penemu jawaban--dari segala semua rasa penasaran saya yang tercatat.
Dalam perjalanan dari Sumba ke Kupang, saya berkesempatan mengunjungi tujuh sekolah. Semuanya memiliki track yang menantang, jauh dari kota, signal, air, dan listrik. Bahkan, ada satu sekolah yang harus saya lewati dengan cara menyebrang sungai dengan jalanan yang curam penuh kerikil.
Kondisi sekolah dan guru di Nusa Tenggara Timur (NTT) adalah contoh baik sebagai referensi pemerintah jika bingung dalam menyusun anggaran. Daripada digunakan tidak karuan untuk rapat anggota DPR atau tokoh politik di lingkup Senayan dan sekitarnya.
Saya rasa, gelontoran dana yang paling besar harusnya bisa diberikan untuk pelatihan para guru. Setidaknya, para guru selalu menghargai kelas dan tidak ada yang tidur sampai akhir sesi.
***
Manajemen Kelas, adalah materi pelatihan pertama yang kami berikan. Materi ini merupakan dasar bagi para guru untuk mengaplikasikan cara pembelajaran kreatif dalam kelasnya, membahas tentang: kesepakatan kelas, sinyal, intruksi, grouping, dan apresiasi.
Pada kesepakatan kelas, semua guru terlibat untuk membuat perjanjian di atas lembar kertas plano yang disepakati hingga akhir sesi, agar kelas berjalan dengan lancar. Kemudian sinyal, adalah referensi untuk para guru sebagai cara dalam mengkondisikan kelas, seperti: "yang dengar suara ibu tepuk tangan dua kali".