Di Indonesia ini peristiwa apa sih yang nggak jadi santapan di dunia maya? Berita serius tentang terorisme sampai seleb-nggak-bisa-ngupas-salak sama-sama bikin riuh. Apalagi kalau menyangkut kasus asmara. Walah, ramainya nggak ketulungan. Kadang (eh selalu) komentatornya lebih ribut daripada yang terlibat langsung. Komentarnya kadang menukik, nguncek-nguncek bahasa Jawanya, kayak mereka kenal banget sama si pelaku atau minimal tetanggaan.
Misal, beberapa saat lalu meledak kasus affair  antara penyanyi gambus lagu relijus dan keyboardisnya (yang sudah berkeluarga). Langsung deh caci maki ditambahi bumbu nasihat sok bijak juga berhamburan. Hal-hal kecil nggak penting naik ke permukaan. Soal panggilan sayang lah, sangkaan hamil gara-gara ngelus perut lah, sampai andai-andai nggak penting kalau mereka beneran menikah.
Ramai pula kasus anak presiden yang putus dari pacarnya. Segala macam sisi dikulik, meski porsi besarnya tetap menghujat si anak presiden yang KONON tega-teganya meninggalkan si kekasih begitu saja. Kata 'konon' saya kasih capslock karena yah, kita kan nggak tahu apakah dia benar-benar pergi begitu saja.
Yang juga bikin heboh dunia maya beberapa bulan lalu adalah beredarnya video mesum seorang seleb perempuan. Dia sudah bercerai dari suaminya yang juga seleb. Masalahnya, video itu konon direkam saat mereka masih berstatus sebagai suami istri. Hujatan turun sederas banjir bandang.
Aduh, kalau begini kadang saya jadi bertanya-tanya apa benar sih bangsa kita itu berkarakter ramah, sopan, dan berwatak luhur?
Justru karena itulah, yang salah harus diluruskan. Kalau jelas salah mereka harus diingatkan? Mungkin begitu pembelaan netijen.
Hm, tapi nggak perlu dihujat kan? Ada banyak cara lain yang lebih beradab untuk merespon kesalahan. Toh, siapa sih yang nggak pernah berbuat salah? Anda, saya, pasti berbuat salah. Cuma untungnya nggak ketahuan. Atau kalau nggak ketahuan, nggak kesebar di dunia maya. Atau kalau kesebar di dunia maya, berhubung bukan seleb, nggak begitu viral.
Satu hal yang perlu diingat: mereka salah itu kan di mata kita. Alias sejauh kita bisa memandang aja. Dan kita ini hanya memandang dari luar. Nggak cuma luar pagar, tapi luar pulau --saking jauhnya-- Kita nggak tahu lho apa yang sebenarnya terjadi, wong kita cuma baca berita (yang belum tentu benar), atau lihat foto (yang bisa jadi dimanipulasi) atau lihat video (yang cuma sepotong).
Masalahnya, kita memang suka yang simpel-simpel aja. Hitam-putih. Pokoknya dia selingkuh. Selingkuh itu salah. Titik! Jadi kalau ada perempuan yang udah menikah tapi berhubungan dengan laki-laki lain, apalagi sampai bikin rekaman, mau apa pun alasannya, gimana pun berkelitnya, pokoknya dia bersalah. Titik!
Kita nggak mau tahu apa yang terjadi di balik foto. Padahal di balik foto yang cuma selembar, bisa jadi ada berlembar-lembar peristiwa yang menumpuk-numpuk ruwet. Intinya ada banyak peristiwa lain yang nggak kita ketahui kalau kita nggak ada di sana. Berada di sana pun nggak cukup. Kita harus benar-benar dekat. Dekat pun nggak cukup kalau kita nggak pernah berada di posisi yang sama dengan pelaku --ini nyaris mustahil--.
Yang kita lihat mungkin istri yang selingkuh. Kita nggak lihat selama dia menikah, dia mungkin nggak mendapat nafkah secara layak. Dia dilarang kerja. Dilarang ini itu. Diancam dan ditakut-takuti. Kita juga nggak lihat kan kalau misalnya aja si suami melakukan KDRT atau perselingkuhan. Bisa jadi ia melakukan semua itu, tapi nggak ketahuan. Bukan berarti perselingkuhan si istri jadi benar. Tapi kalau kita tahu apa yang dia alami, mungkin pandangan kita akan berbeda.