Ancaman, “Awas kalau berani bilang-siapa,” selalu dikatakan oleh para pembully pengecut yang takut aksinya ketahuan. Anak yang gemar mengadu lalu dikucilkan. Akibatnya? Asyiklah buat para pembully ini. Asyik buat para pelaku bila korbannya bungkam.
Apa anak jadi manja dan lembek kalau dikit-dikit mengadu? Oalah, anak jadi lembek kalau tidak pernah diberi tantangan dan tanggung jawab , manja kalau serba dilayani dan dituruti, tak pernah dilatih mandiri, bahkan untuk mencuci piringnya sendiri. Bukan karena bungkam. Di beberapa kasus, justru anak pemberanilah yang berani ‘speak up’.
Hukuman Ganda
Saya ingat waktu SD dulu anak-anak yang paling sering dapat hukuman di sekolah adalah anak-anak yang di rumah kenyang dengan kekerasan dari orangtuanya. Anak-anak yang paling sulit diatur (termasuk sulit berkomunikasi dan serba tak percaya diri), paling ndableg, dan paling malas BIASANYA adalah anak-anak yang diabaikan, yang digaplokin ortu setiap melakukan ‘kesalahan ’, yang dilecehkan kiri kanan di lingkungan tempat tinggalnya. Tak mengagetkan bila mereka bermasalah di sekolah. Mau ngerjain PR gimana wong rumahnya ribut melalu, mau berperilaku sopan gimana, wong di rumah mereka mendengar caci maki. Di sekolah… olala, dicubitin lagi sama gurunya.
“Lha gimana, saya emosi betul dikata-katain kasar sama siswa saya.”
“Masak anak nggak patuh didiamkan?”
“Masak saya nggak membalas kalau diserang?”
Begitu mungkin pembelaan para guru pelaku. Oh, ya jelas nggak boleh diam saja, seperti kita juga nggak bakal diam saja toh kalau diserang penjahat. Tapi kalau direnung-renungkan lagi, anak-anak itu bukan penjahat. Bahkan sebenarnya kita wajib berwelas asih pada anak-anak ‘ndableg’ ini. Karena seperti yang sudah pernah saya baca di Chicken Soup, “Saat anak-anak bertingkah mengesalkan, saat itulah dia sangat membutuhkan kita.” Percaya to, anak-anak ‘baik’ tak perlu diberi perhatian ekstra. Mereka bisa jalan sendiri. Tapi anak-anak ‘sulit’ inilah yang amat sangat butuh kasih sayang karena 90% mereka tidak mendapatkannya di rumah. Si anak yang berkata-kata kasar pastinya juga biasa mendengar kata-kata kasar di rumah. Si siswa yang ndableg nggak mau sholat, mungkin memang nggak pernah diajari sholat sama ortunya. Si anak yang ramai di kelas, kemungkinan adalah anak yang tidak pernah dapat kesempatan bicara dalam keluarganya –atau bosan setengah mati di dalam kelas yang memang menjemukan--. Percayalah, sudah Alhamdulillah banget anak-anak terabaikan ini mau berangkat sekolah di saat mereka lebih suka nongkrong di cakruk udat-udut.
Tak ada pilihan bagi guru selain punya sikap sabar dan kasih seluas samudera, nyaris seperti Nabi. Nabi Muhammad SAW itu, saya pernah mendengar kisahnya, pernah dilempari batu tiap hari oleh seseorang yang tidak menyukainya. Malaikat sudah menawarkan untuk menghukum si pengganggu itu. Tapi apa yang dilakuan Nabi? Mendoakan! Mendoakan agar si pelaku mendapat hidayah. Oke, guru bukan Nabi, tapi saya percaya guru itu ada di atas rata-rata manusia biasa.
Sudah Bermasalah sejak Dalam Perekrutan
Tak habis heran saya bila ada guru yang ringan tangan. Maksud saya, kok bisa manusia ringan tangan jadi guru? Harusnya kan jadi.... apa ya… pokoknya nggak jadi guru lah. Wong guru itu tugasnya membimbing sejuta umat. Tapi jebulane tes guru PNS itu cuma tes tertulis (yang semoga saja nggak pakai kongkalikong). Jadi wajar saja kalau ada guru yang ngomong saja nggak jelas, yang nggak kreatif dan nyuruh siswanya nyatet terus, yang ternyata nggak bisa berbahasa Inggris padahal dia guru bahasa Inggris. Wis bejo lah, bila nggak ada pedofil lolos jadi guru.