Mohon tunggu...
Kens Hady
Kens Hady Mohon Tunggu... Seorang yang biasa, yang kadang suka menulis

Black Dew

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Suatu Hari di Tanah Impian

17 Juni 2016   05:45 Diperbarui: 17 Juni 2016   07:29 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Let me go..."

Matanya membundar. Menatapku lama. Ada rasa tidak percaya. Ada kabut basah di mata itu. Genggaman tangan lembutnya perlahan melemah dan berpindah ke pangkuan. Rambut panjang menutup wajah putih Akemi yang menunduk. Isak sesak lirih pun ku dengar.

'Kenapa?" tanyanya tanpa menoleh ke arahku.

"Tidak kenapa kenapa," jawabku dengan dada sesak pula. Ku lemparkan pandangan pada air bening telaga Inokhasira di depanku. "Hanya saja memang sudah waktunya aku harus berjalan kembali. Tidak berhenti di sini."

Akemi menoleh ke arahku. Terlihat wajah  sudah ada telaga mungil di matanya. "Ada yang salah dengan denganku?"

Angin sepoi menerbangkan rambut halus  Akemi ke wajahku. Aku biarkan. Aku tidak segera menjawab. Beberapa bunga sakura jatuh ke telaga. Pelan menjauh mengikuti arus air telaga. Langit bersih tanpa awan, sementara matahari memerah di  ujung telaga.

"Tidak, tidak ada salah apapun darimu. Hanya saja aku merasa, sudah cukup melihatmu tidak seperti dulu. Hapuslah air matamu. mestinya engkau tidak perlu menangis. Tidak ada yang perlu ditangisi." Ada rasa terisis di dalam dada, saat mendengar kata kataku sendiri. "Semua akan baik baik saja."

"Tidak, tidak boleh, engkau tidak boleh pergi. Bagaimana jika bayangan hitam itu datang kembali. Lalu menyergapku setiap harinya? Engkau tahu sendiri saat bayangan hitam itu datang. Tegakah engkau?" Suara Akemi terdengar tanpa semangat. "Tidak ingatkan engkau, saat aku hampir membuang  diriku mencebur ke telaga ini, demi terhindar dari bayangan itu?”

“Iya, aku masih ingat. Sangat ingat. Dan karena itulah aku di sini. Menemanimu.” Kataku.

“Tapi baru tujuh hari ini, engkau hendak pergi meninggalkanku bersama bayangan hitam yang siap kapan saja menyergapku? Membiarkan diriku kembali  bergelut dengan kesakitan yang tidak ada habisnya?”

Aku menatap wajah ayu di sampingku. Meraih tangan kanannya lalu menggenggam erat, “Ketahuilah, bayangan hitam sebenarnya tidak ada. Bayangan hitam itu hanyalah ilusi yang tumbuh dari dalam dirimu saat engkau tidak yakin pada dirimu sendiri. Dia hanyalah bayang ketakutan yang tanpa engkau sadari engkau pelihara.”

“Aku pelihara?”

“Iya, engkau pelihara dengan membiarkan dirimu tidak yakin dengan dirimu sendiri. Bayang itu akan selalu berusaha mencekik atau mungkin membunuhmu. Dia adalah bagian dari dalam dirimu sendiri. Sisi hitammu. Sampai kapanpun dia akan selalu ada.”

Akemi menarik nafas. “Tidak bisakah aku bahagia dengan tidak lagi berurusan dengan kegelapan itu?

“Bisa, dan harus bahagia. Aku tidak ingin engkau  tidak bahagia, Akemi.”

“Maka dari itu, janganlah pergi. Temani aku, jaga aku dari sisi gelapku sendiri.”

Aku terdiam. Menatapnya dengan hati terasa penuh. Sesak. Kuraih wajahnya lalu kuusap pipi yang masih basah oleh tetesan air di matanya.

“Akemi, aku pergi juga demi kebaikanmu.” kataku dengan senyum. Sangat perih di hati.

“Bagaimana bisa?” Matanya tidak berkedip dengan kerlip kerlip pelangi di  bulatan matanya.

“Karena akan datang orang lain yang terbaik untukmu,” sahutku.

“Tidak, engkau bohong, Tidak ada orang selain dirimu yang datang ke sini!” Sedikit berteriak Akemi menahan tangis.

“Belum saatnya, karena aku masih ada di sini, nanti saat aku sudah pergi, sosok itu akan menggantikanku. Aku bisa melihat begitu banyak pasang mata yang sebenarnya tertuju ke sini. Tertuju padamu, Akemi.”

Akemi menutup wajah. Tangisnya pecah. Segera ku dekap erat Akemi. Mengusap rambut panjang serta punggungnya. Kedua mataku panas. Tidak bisa ku tahan setetes air dari kelopak mataku. Ku tarik nafas panjang. Akemi, akupun seperti dirimu. Sakitmu juga seperti sakitku. Tapi inilah yang terbaik. Semua demi dirimu meskipun aku sendiri tidak inginkan semua terjadi seperti ini, batinku. Aku semakin erat memeluk Akemi. Akemi masih saja menangis. Semakin erat memeluk.

Beberapa bunga  yama zakura jatuh di depanku.  Perlahan aku renggangkan pelukan. Sebentar aku mengambil  bunga sakura yang terjatuh tadi. Ku sibak wajah Akemi yang masih tertunduk lalu mengangkat lembut wajah itu. Ku tatap dalam-dalam mata basah itu. Dengan senyum yang berat ku berkata,” Senyumlah Akemi.”Tanganku segera menyelipkan Yama Zakura ke telinga kirinya. “Senyumlah Akemi, senyumlah untukku. Karena ini mungkin  yang terakhir untukku.”

Aku tak kuasa menahan satu tetes  dari kelopak mataku. Lagi. Apalagi Akemi. Segera ia memelukku dengan tangis pecah.

Matahari semakin tenggelam. Tinggal separuh di horizon.

“Saatnya sebentar lagi, Akemi. Jangan pernah merasa sendiri. Akan datang orang terbaik untukmu. Aku yakin itu. Meskipun aku tidak lagi bersamamu. Sungguh diriku akan selalu menatapmu dari jauh. Memastikan dirimu baik baik saja. Tetaplah kuat. Jangan mudah terpengaruh oleh bisikan bayangan hitam itu. Karena dari situlah cahayamu akan semakin indah.”

Akemi tidak menjawab. Hanya semakin mempererat pelukan. Aku menarik nafas. Lalu ikut mempererat pelukan. Bersama cahaya terakhir dari matahari, perlahan tubuhku memudar.

“Bisikankanlah pada angin, jika engkau ingin berbicara padaku.” Bisikku di telinga Akemi.

Semakin lama  pandanganku terasa menjauh. Wadagku telah menyatu dengan angin yang berhembus menjauhi Akemi.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun