“Aku pelihara?”
“Iya, engkau pelihara dengan membiarkan dirimu tidak yakin dengan dirimu sendiri. Bayang itu akan selalu berusaha mencekik atau mungkin membunuhmu. Dia adalah bagian dari dalam dirimu sendiri. Sisi hitammu. Sampai kapanpun dia akan selalu ada.”
Akemi menarik nafas. “Tidak bisakah aku bahagia dengan tidak lagi berurusan dengan kegelapan itu?
“Bisa, dan harus bahagia. Aku tidak ingin engkau tidak bahagia, Akemi.”
“Maka dari itu, janganlah pergi. Temani aku, jaga aku dari sisi gelapku sendiri.”
Aku terdiam. Menatapnya dengan hati terasa penuh. Sesak. Kuraih wajahnya lalu kuusap pipi yang masih basah oleh tetesan air di matanya.
“Akemi, aku pergi juga demi kebaikanmu.” kataku dengan senyum. Sangat perih di hati.
“Bagaimana bisa?” Matanya tidak berkedip dengan kerlip kerlip pelangi di bulatan matanya.
“Karena akan datang orang lain yang terbaik untukmu,” sahutku.
“Tidak, engkau bohong, Tidak ada orang selain dirimu yang datang ke sini!” Sedikit berteriak Akemi menahan tangis.
“Belum saatnya, karena aku masih ada di sini, nanti saat aku sudah pergi, sosok itu akan menggantikanku. Aku bisa melihat begitu banyak pasang mata yang sebenarnya tertuju ke sini. Tertuju padamu, Akemi.”