Dalam berbagai banyak teori sudah jelaskan bahwa ruang publik adalah ruang yang benar benar untuk kepentingan publik. Interaksi dan kominukasi masyarakat, baik secara personal maupun komunal. Juga tidak adanya batas waktu untuk masyarakat mengakses ruang publik tersebut. Jadi jam berapapun kita butuh, ruangpublik itu selalu ada dan tesedia. Selai itu, saat berada di ruang publik, kita tidak perlu khawatir saat kita dompet kita ketinggalan, karena sepenuhnya yang namanya ruang publik itu bebas alias gratis. Mengetahui itu rasanya sangat menyenangkan, apalagi sebagai warga yan selalu beraktivitas di dalam kota, jelas sangat membutuhkan ruang publik yang bisa menyegarkan dan membuat nyaman. Dalam hal ini ruan publik yang berupa taman kota, tempat hiburan rakyat.
Tapi nyatanya, saat kita hendak mengakses ruang publik yang ada, kita seakan dikecewakan, Seperti di taman kota, tempat duduk yang ada rusak ataupun hilang. Kalaupun ada dalam keadaan yang jorok. Atau jika berupa jalan setapak atau trotoar, yang ada banyak kerusakan yang belum juga diperbaiki meskin pemandangan tersebut sudah berbulan bulan. Atau dilain waktu, saya temukan, sebuah taman, sebenarnya cukup enak, nyaman, tapi sepi jarang ada yang datang untuk menikmatinya.
Dari serangkaian perjalanan di beberapa ruang publik yang ada, saya mencatat kenapa ruang publik yang sudah diusahakan oleh pemerintah, seperti tidak berguna,tidak berhasil alias gagal menjadi ruang publik yang mestinya mempunyai banyak fungsi. Seperti :
Kurangnya akses menuju ruang publik yang ada.
Akibatnya, banyak masyarakat yang enggan datang, karena merasa repot untuk pergi ataupun pulang.
Kurangnya sarana prasaaran yang memadai
Tidak jarang di taman kota, untuk tempat duduk yang ada terhitung minim. Sehingga pengunjung, yang tadinya pengin duduk menikmati pemandangan yang ada berpikir untuk lebih baik tidak, daripada duduk di tempat yang membuatnya risih. Di ruang publik seperti haltepun, bila tidak ada fasilitas duduk, akhirnya hanya menjadi tempat berkumpulnna debu jalanan.
Kurangnya perawatan dari ruang publik tersebut.
Taman yan penuh dengan sampah plastic, terminal di mana banyak bekas air minum dan tempat makan berserakan, semuanya membikin para pengguan sangat malas.
Dan masih banyak lagi yang mungkin bisa satu buku untuk menuliskan hal hal yang sejenis.
Dan ternyata itu bukan penyebab utama dari kegagalan fungsi ruang publik yang sudah diusahakan oleh pemerintah. Bila ditelusuri lebih jauh, ternyata kegagalan tesebut berawal dari hal hal berikut yang merupakan tantangan pembangunan dan pengelolaan ruang publik di masa datang.
Yang Pertama
SDM yang tidak mumpuni dalam merencanakan, mengolah dan mengeksekusi rencana strategis dari sebuah ruang publik. Memang tidak semua. Karena masih banyak juga SDM yang mumpuni dan benar benar peduli pada perencanaan ruang publik dalam tata ruang kota. Hanya saja, kalau pas kena apes, suatu kota di tangani “oknum” SDM yang tidak cakap tersebut, kasian kotanya. Ruang publik yang di harapkan, tidak bisa terwujud
Yang kedua
Anggaran yang setengah setengah. Sudah kita ketahui, bahwa eksekutif, dalam menjalankan semua proyeknya tentu berdasarkan rancangan anggaran yang diajukan. Sayangnya, anggaran yang ada seringkali tidak sesuai yang diharapkan. Terutama terjadi di daerah yang PAD nya minim. Seperti di kota saya tinggal, Purworejo. Pembangunan ruang publik terkesan asal asalan, yang penting jadi. Setelah itu tidak diurusi lagi. Hasilnya adalah kerusakan yang makin parah.
Yang ketiga
Kurangnya peran serta masyarakat. Ketika ruang publik yang berupa taman kota dibangun, biasanya euphoria masyarkat begitu tinggi. Tapi tidak dibarengi dengan kepedulian ikut merawat ruang publik yang ada. Dalam konteks taman kota, banyak orang orang yang kurang beretika buang air sembarang tempat. Tidak mengindahkan peraturan yang sudah dituliskan. Misal, tidak boleh merusak tanaman rumput hias yang baru ditanam. Dengan cuek saja menginjak injak taman yang ada. Hasilnya kerusakan. Dan bila hal ini tidak segera diperbaiki (dengan alasan anggaran yang tidak ada) tentunya menghasilkan ketidaknyamanan para pengguna ruang publik.
Yang keempat
Pemilik modal yang nakal. Di Surabaya, pernah terjadi sengketa soal kebun binatang Surabaya. Ada slentingan kabar, bahwa KBS akan segera dijadikan tempat pusat perbelanjaan. Ini menunjukan bahwa ada saja orang orang yang berduit, yang selalu mengedepankan keuntungan materi atau oportunis. Tanpa memperdulikan ruang ruang yang diperlukan dalam sebuah kehidupan perkotaan. Di kepalanya hanya terpikir, bagaimana mencari rupiah dalam setiap geraknya.
Yang Kelima
Perubahan Persepsi Masyarakat. Dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih, merubah pola kehidupan sosial masyarakat. termasuk persepsi masyarakat dalam interaksi sosial secara langsung. Dengan era digital saat ini, persepsi masyarakat merasa lebih nyaman hidup dalam ruang sempit sangat privasi, tetapi kehidupan sosialnya berpindah dari kehidupan nyata ke kehidupan maya. Akibatnya, ruang publik secara fisik, jarang sekali dipakai kecuali dalam hal hal tertentu saja.
Demikian, sekilas beberapa tantangan pembangunan ruang publik, yang mesti diperhitungkan bagi pemangku kebijakan tata ruang kota .
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H