Dan ternyata itu bukan penyebab utama dari kegagalan fungsi ruang publik yang sudah diusahakan oleh pemerintah. Bila ditelusuri lebih jauh, ternyata kegagalan tesebut berawal dari hal hal berikut yang merupakan tantangan pembangunan dan pengelolaan ruang publik di masa datang.
Yang Pertama
SDM yang tidak mumpuni dalam merencanakan, mengolah dan mengeksekusi rencana strategis dari sebuah ruang publik. Memang tidak semua. Karena masih banyak juga SDM yang mumpuni dan benar benar peduli pada perencanaan ruang publik dalam tata ruang kota. Hanya saja, kalau pas kena apes, suatu kota di tangani “oknum” SDM yang tidak cakap tersebut, kasian kotanya. Ruang publik yang di harapkan, tidak bisa terwujud
Yang kedua
Anggaran yang setengah setengah. Sudah kita ketahui, bahwa eksekutif, dalam menjalankan semua proyeknya tentu berdasarkan rancangan anggaran yang diajukan. Sayangnya, anggaran yang ada seringkali tidak sesuai yang diharapkan. Terutama terjadi di daerah yang PAD nya minim. Seperti di kota saya tinggal, Purworejo. Pembangunan ruang publik terkesan asal asalan, yang penting jadi. Setelah itu tidak diurusi lagi. Hasilnya adalah kerusakan yang makin parah.
Yang ketiga
Kurangnya peran serta masyarakat. Ketika ruang publik yang berupa taman kota dibangun, biasanya euphoria masyarkat begitu tinggi. Tapi tidak dibarengi dengan kepedulian ikut merawat ruang publik yang ada. Dalam konteks taman kota, banyak orang orang yang kurang beretika buang air sembarang tempat. Tidak mengindahkan peraturan yang sudah dituliskan. Misal, tidak boleh merusak tanaman rumput hias yang baru ditanam. Dengan cuek saja menginjak injak taman yang ada. Hasilnya kerusakan. Dan bila hal ini tidak segera diperbaiki (dengan alasan anggaran yang tidak ada) tentunya menghasilkan ketidaknyamanan para pengguna ruang publik.
Yang keempat
Pemilik modal yang nakal. Di Surabaya, pernah terjadi sengketa soal kebun binatang Surabaya. Ada slentingan kabar, bahwa KBS akan segera dijadikan tempat pusat perbelanjaan. Ini menunjukan bahwa ada saja orang orang yang berduit, yang selalu mengedepankan keuntungan materi atau oportunis. Tanpa memperdulikan ruang ruang yang diperlukan dalam sebuah kehidupan perkotaan. Di kepalanya hanya terpikir, bagaimana mencari rupiah dalam setiap geraknya.