Balik lagi ke diskusi saya di gerbong MRT tadi. Kolega saya masih ngotot, utang akan jadi beban bagi generasi mendatang. Logika yang sama sebenarnya juga bisa dipakai: utang di masa lalu jadi beban kita saat ini. Namun kenyataannya, utang di masa lalu juga melahirkan manfaat yang begitu besar, yang kita nikmati hari ini.
Pada sisi lain, pelunasan utang pemerintah di masa lalu dilakukan oleh pemerintah sekarang ini. Melalui pendapatan perpajakan dan lainnya. Semakin baik dan besar perekonomian, semakin ringan kewajiban bayar utang. Perekonomian akan kuat jika prasyaratnya dipenuhi, utamanya terkait infrastruktur yang tangguh dan SDM yang unggul. Dan, itu kerja jangka panjang.
Betapa pun di masa lalu kita tidak dibekali dengan infrastruktur tangguh dan SDM unggul, toh hari ini kemampuan bayar utang terdeteksi sangat baik. Tidak pernah tercatat Indonesia gagal bayar utang.
Apalagi generasi mendatang. Mereka kini betul-betul tengah dipersiapkan untuk punya daya saing yang kuat, di mana pembiayaan penyiapan itu antara lain melalui instrumen utang. Generasi yang kompetitif tidak hanya akan ringan bayar utang, tapi juga kalau mau: bisa memberi utang.
Jadi, secara tidak langsung, yang membayar utang di masa nanti adalah serangkaian hasil/manfaat yang diciptakan oleh utang yang ditarik hari ini. Utang yang dipakai untuk kegiatan produktif akan melahirkan aset luar biasa besar. Manfaat dari aset itulah yang akan diwariskan untuk generasi anak-cucu.
Manfaat utang di masa lalu, kita pakai untuk membayar utang saat ini. Manfaat utang yang ditarik di masa kini, akan mereka pakai untuk melunasi utang di masa mendatang. Dan, memang begitulah cara perekonomian bekerja. Jadi, jangan sekonyol kawan saya tadi: mencaci maki utang di atas gerbong MRT hasil ngutang. Heuheuheu....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H