Mohon tunggu...
Ken Satryowibowo
Ken Satryowibowo Mohon Tunggu... Freelancer - Covid Bukan Canda

Pencari pola. Penyuka sepak bola.

Selanjutnya

Tutup

Money

Warisan (Manfaat) Utang bagi Anak-Cucu

28 September 2021   12:40 Diperbarui: 28 September 2021   13:09 506
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kembali ke soal teman saya tadi. Dia lebih suka mengorkestrasikan kenaikan nominal utang. Di era pemerintahan Presiden Jokowi, kata dia, kenaikan utang jor-joran. Namun untuk apa dan bagaimana mengelola utang, dia kurang singgung.

Utang negara yang kini jadi bendungan raksasa, waduk untuk irigasi, jalan tol, bandara, pelabuhan, jaringan fiber optic, pendidikan gratis, beasiswa, hingga bantuan tunai untuk warga miskin terdampak Covid-19 tidak pernah dia gubris.

Model berpikir dangkal berlumur vonis macam kolega saya tersebut lazim terbaca di media sosial. Sumbunya pendek.

Manfaat Utang

Generasi mendatang butuh bekal yang mumpuni. Agar mereka kompetitif, baik di dalam negeri maupun bersaing di level internasional. Itu sebabnya, penyiapan bekal itu tidak bisa ditunda. Kalau ditunda, kelak mereka akan minim daya saing dan karenanya bakal tersisih di pojok-pojok kehidupan.

MRT, waduk Jatigede, jaringan fiber optic, dan beasiswa antara lain merupakan bekal mereka di masa depan. Untuk efektivitas mobilitas, untuk produktivitas petani, untuk kecepatan akses internet, serta untuk meningkatkan kapasitas otak generasi mendatang. Dengan bekal itu semua pula, perekonomian Indonesia akan tangguh bahkan melaju kencang di masa mendatang.

Demi mempersiapkan bekal yang cukup itulah, negara membutuhkan anggaran begitu besar. Jauh lebih besar ketimbang pendapatan negara. Karena tidak bisa terus ditunda, kebijakan utang mesti ditempuh. Memang rada terasa 'pahit' di awal.

Bagaimana kalau negara tidak usah repot-repot berutang dan menunda pembangunan sektor prioritas? Ya bisa aja kalau mau begitu. Namun, jika pilihan itu diambil, siap-siap saja menjadi bangsa memble, berdaya saing loyo, dan terhisap keterpurukan.

Toh, kalau mau mundur ke belakang, pemerintah di masa lalu sudah melakukannya: ragu-ragu membangun infrastruktur dan SDM. Lebih memilih popularitas dengan tidak berutang banyak di tengah keterbatasan keuangan negara. Sehingga kedua pekerjaan rumah yang sangat fundamental itu tidak maksimal ditunaikan.

Hasilnya? Kita sama-sama tahu: daya saing Indonesia saat ini kedodoran. Lalu, kita mengeluh di sana-sini. Menyalahkan ini-itu. Pekerjaan rumah yang urung dikerjakan di masa lalu, akhirnya bertumpuk dan makin ruwet saat ini.

Lantas, siapa bakal membayar utang pemerintah Indonesia yang nominalnya per Agustus 2021 ini sudah mencapai angka di sekitar Rp6.600 triliun? Dan, bagaimana akan dibayar?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun