Mohon tunggu...
Ken Satryowibowo
Ken Satryowibowo Mohon Tunggu... Freelancer - Covid Bukan Canda

Pencari pola. Penyuka sepak bola.

Selanjutnya

Tutup

Money

Tutup Kuping dari Segala Hasutan Juru Nyinyir

2 September 2021   13:13 Diperbarui: 2 September 2021   13:27 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tentang rasio-rasio utang yang kata para juru nyinyir itu sudah membahayakan? Begini, Tuan. Setiap kebijakan disusun dengan mekanisme yang jelas. Utang telah dirancang di APBN. Artinya, telah disetujui oleh DPR. 

Utang bukan ujug-ujug datang dari mimpi, bukan juga kebijakan di bawah meja. Semuanya terang benderang dikalkulasi di atas meja, termasuk risiko-risikonya.

Rasio utang---entah terhadap PDB, penerimaan pajak, net export, dan lainnya---berapa pun angkanya atau berapa pun tinggi-rendahnya akan disebut bahaya bagi si juru nyinyir. 

Sebaliknya, tidak punya utang pun, akan tetap dinyinyiri. Namanya juga tukang nyinyir. Sehingga yang terpenting, berapa pun utang pemerintah saat ini, tidak ada undang-undang atau regulasi yang dilanggar. Seluruhnya telah sesuai dengan aturan yang disepakati.

Lalu, bukankah besarnya utang negara membebani rakyat? Kalau itu dipandang sebagai beban, boleh saja. Tapi mayoritas yang bayar pajak itu dunia usaha. Utamanya industri besar. 

Bukan rakyat kecil. Malahan kaum papa diberikan sejumlah insentif oleh negara. Mereka dilindungi dari kutipan pajak yang memberatkan. Toh, rakyat di semua negara ya wajib bayar pajak, termasuk untuk bayar utang. Kalau mau bebas pajak, mungkin bisa-bisa saja, asal mau pindah ke planet Mars.

Kemudian, para juru nyinyir itu kerap berucap: pemerintahan Presiden Jokowi mewariskan utang jumbo. Hey sadarlah, Bung! Semua presiden pasti mewariskan utang. Mulai dari era Soekarno, Soeharto, Gus Dur, Habibie, Megawati, SBY, hingga Jokowi tidak ada yang mewariskan apartemen. Semua mewariskan utang. Hanya berbeda nominalnya. Tapi bukankah semua presiden juga punya legacy yang bernilai bagi masa depan rakyat?

***

Dalam diskusi ngalor ngidul tentang utang ini, saya sengaja tidak menampilkan angka-angka. Kita sudah sama-sama tahu datanya. Namun, di sini, saya ingin mengajak siapapun yang gampang terprovokasi para tukang nyinyir itu, mulai saat ini tutuplah telinga, agar segera move on dari suasana batin yang nestapa karena utang negara.

Sadarlah bahwa mereka yang tampaknya antipati soal utang negara itu tidak semuanya murni. Mereka sedang menambang pengaruh. 

Dengan memuja junjungannya sembari merundung pemerintah berkuasa. Lihat saja, jika kelak mereka diberi amanah mengelola negeri, narasinya akan terbalik: membela kebijakan utang sang junjungan itu. Utang tidak akan lagi mereka pandang secara nista, bahkan najis---sebagaimana saat ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun