Sementara bagi pendukung 02, 'Propaganda Rusia' adalah blunder petahana. Mereka menganggap Presiden gegabah karena tak memiliki dasar yang kuat dalam penggunaan istilah tersebut. Presiden Jokowi dianggap sengaja merusak hubungan diplomatik RI-Rusia.
Sehingga dengan begitu heroik, Fadli Zon lewat akun Twitter meminta maaf ke Kedubes Rusia atas pernyataan Presiden tersebut. Permintaan maaf ini tentu merupakan sebentuk nyinyir yang dipersembahkan untuk mendelegitimasi reputasi Jokowi.
Sementara hubungan baik Indonesia-Rusia tidak akan terpengaruh oleh isu ini, apalagi Presiden Jokowi secara langsung dan terang benderang telah mengklarifikasi istilah 'Propaganda Rusia' tidak berkaitan sama sekali dengan entitas negara yang dipimpin oleh Vladimir Putin tersebut.
Kecuali menggorengnya dalam urusan diplomasi dua negara, para pendukung Paslon 02 juga yakin, ucapan 'Propaganda Rusia' terlontar karena Jokowi panik menyusul terkoreksinya elektabilitas belakangan ini. Petahana disangka memainkan kampanye ofensif untuk mendongkrak marjin elektoral. Suatu strategi yang dianggap tidak lazim sebagai inkumben.
Padahal, dengan sikap ofensif, Jokowi beserta tim kampanye nasional sepertinya memang tengah berupaya membalikkan ketidaklaziman itu. Di sejumlah negara, petahana seperti diharuskan untuk bertahan, sementara tidak ada larangan untuk menyerang. Karena, penantang juga harus diuji kredibilitas dan kapasitasnya. Apakah layak menggantikan petahana, atau justru memble gagasan dan ide untuk memimpin negeri.
Kemudian apa relasi 'Propaganda Rusia' dengan strategi penantang petahana?
Di banyak negara, petahana yang cenderung bertahan bisa kalah. Lebih-lebih, petahana yang diserang habis-habisan dengan hoaks, tanpa ada perlawanan berarti. Minimnya ide dan prestasi basanya membuat penantang lebih gemar menjual ketakutan dan pesimisme kepada rakyat.
Narasi pesimisme itu ditempuh melalui propaganda atau modus operandi penyebaran hoaks yang disebut Operasi Semburan Fitnah atau Firehose of Falsehood. Alih-alih mengampanyekan diri pantas menggantikan petahana, penantang lebih gemar memproduksi kebohongan.
Pada titik itu, tampaknya Jokowi sadar, melawan semburan fitnah tidak lagi cukup dengan senyuman. Toh, sudah sejak lama, Jokowi meneguhkan sikapnya yang santun dan woles menghadapi fitnah yang setiap saat datang bak air bah. Sehingga, tidak ada salahnya Jokowi mencoba menempuh cara baru untuk menyudahi swasembada dusta......
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H