Mohon tunggu...
Kenong Veyza
Kenong Veyza Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Baperan

Pecinta dunia aksara dan suara ....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Batas Rasa

18 April 2023   19:21 Diperbarui: 18 April 2023   19:30 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Batas Rasa

Oleh: Kenong Auliya Zhafira

Mencintai seseorang memang hak setiap orang. Bahkan ketika rasa itu berlabuh di atas batas yang tidak bisa ditembus, cinta tetaplah bukan suatu dosa. Karena bagaimanapun kita menghindar, rasa itu akan menjadi sebuah cadar. Cadar yang menutupi rasa sadar bahwa apa yang tengah dijalani hanyalah asa tanpa pijar.

Aku tahu batas yang ada di antara kita tidak hanya sekedar bias tanpa balas, tetapi sebuah dinding tinggi menjulang yang mustahil kubuang. Mencintai seorang   Ray Devanka---pria yang telah berpunya---membawaku  ke jurang perasaan penuh ribuan debaran bertabur kepedihan. Walaupun ini kesalahan, setidaknya tidak pernah ada penyesalan telah mengenalnya dalam ketiadaan ikatan.

Akulah Zevanya Azami, wanita yang menantang batas rasa untuk sebuah bimbang tanpa harus membuang segala kenangan indah selama bertahan dan saling berjuang. Bahkan ketika perjuangan itu tanpa ujung pun, aku masih mencoba terus bertahan untuk sesuatu keyakinan yang jelas tidak akan mendapat restu Tuhan.

"Ray ... harus aku apakan separuh hati ini jika batas kita begitu kuat? Sanggupkah raga ini hanya melihat tanpa bisa menyentuhmu? Aku tahu, batas dinding antara kita tidak mungkin akan bisa retak apalagi runtuh? Inikah hukuman untuk sebuah rasa tanpa ketentuan?" lirihku sembari membayangkan dinding kaca menyekat rapat kisah yang terlanjur merekat.

Lamunan kesakitan akan sebuah kerinduan kian melemahkan iman. Terkadang air mata tanpa sadar menetes begitu saja layaknya rintik gerimis di sudut mataku. Memohon pada semesta pun itu percuma. Aku tetap saja tidak bisa lari dari jeruji perasaan sendiri.

"Vanya ...."

Satu suara yang sangat aku rindukan tiba-tiba terdengar layaknya nyanyian. Di balik dinding kaca, Ray Devanka selalu berdiri gagah dan memberikan tatapan penuh kasih. Walaupun belum bisa melakukan hal layaknya pasangan, melihatnya seperti ini sudah cukup membuat hati bahagia dan berantakan. Kenapa? Karena mencintai tanpa bisa memiliki itu sungguh hal yang membutuhkan banyak kesabaran dan keikhlasan tanpa harus merajuk banyak alasan.

"Ray ... kamu ngapain ke sini?" tanyaku dengan perasaan campur aduk.

"Aku hanya ingin melihatmu. Itu saja. Kamu baik-baik ya ... aku tahu kamu pasti terluka karena hubungan ini, tapi memang ada batas yang tidak bisa kita runtuhkan sesukanya. Aku harap kamu akan selalu bahagia meski jalan kita nantinya berbeda," ujar pria yang selalu bisa menyembunyikan isi hati. Padahal jauh di lubuk jiwanya mungkin tengah menjerit menahan segalanya.

Aku tertunduk, bersembunyi dari air mata yang kadang tidak bisa tertahan. Setelah kuat, aku berusaha mencuri tatap agar bisa menyimpan keindahan seorang Ray Devanka dalam ingatan.

"Apa ini sebuah perpisahan?" tanyaku setegar mungkin.

Ray tersenyum manis, seolah tidak pernah menyimpan sesal untuk hubungan yang selama ini terjalin di atas batas garis.

"Ingatlah aku meski kisah kita tidak pernah menjadi satu rumah. Bagiku, kamu tetap satu-satunya hati yang membuat betah. Denganmu aku belajar pasrah. Batas rasa antara kita selamanya tidak akan musnah. Hanya hati kita yang akan selamanya terikat rasa bersalah. Aku pergi."

Aku bergeming ketika punggung kuat itu menjauh. Apa yang ia katakan semuanya benar. Merelakan adalah jalan terbaik. Sekuat apa pun berusaha memaksa menjalani, batas rasa yang ada tidak akan sirna apalagi hancur. Menyimpan tentangnya dalam kenangan adalah cara terbaik mencintai tanpa harus memiliki.

Gerimis di bumiku, 18 April 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun