Tiga puluh menit berlalu, akhirnya baju impian Quenna selesai. Kain renda akan menjadi sentuhan akhir sebagai hiasan. Itu bisa dilanjutkan lagi nanti malam.
Aku akan melakukan apa pun untuk membuat putri kecilku selalu tersenyum. Membuat bahagia adalah tugasku.
~~
Malam hari aku berlomba dengan suara jangkrik. Menghasilkan perpaduan suara yang menurutku indah antara mesin jahit dengan bunyi alam. Ketika Quenna terlelap, maka aku akan begadang. Menyicil satu per satu baju pelanggan. Meski penjahit kecil tetapi lumayan sudah memiliki beberapa pelanggan tetap.
Khusus malam ini aku ingin meneruskan baju spesial untuk putri tercinta. Mulai dari memasang kain renda dan juga pita sebagai hiasan. Resleting juga tidak ketinggalan.
Punggung pegal itu sudah biasa. Melihat senyum tercetak di wajah mungilnya itu baru luar biasa.
Tepat jam sebelas malam aku berbaring di sebelah Quenna. Ciuman selamat tidur tidak pernah terlupa. Seakan sudah menjadi tradisi.
Aku membelai lembut rambut tipisnya. Air mata akan selalu menetes saat malam seperti ini.
"Maafkan, Ibu, Sayang ... Ibu belum bisa memberikan semua keinginanmu. Tapi, Ibu janji akan selalu berusaha menjadikanmu seperti putri dengan caraku."
Setelah menumpahkan segala risau, aku memejamkan kedua mata. Tak lupa baju dan sepatu kuletakkan di samping Quenna. Supaya ia langsung melihatnya ketika bangun.
"Bu ... Ibu! Bangun!" Suara teriakan Quenna membangunkan tidurku. Kepala terasa berat karena semalam bergadang. Aku melirik jam dinding, ternyata jam lima pagi. Aku kesiangan.