Quenna kembali bermain dengan boneka Barbie pemberian tetangga. Aku pun juga kembali menjahit.
Aku pandangi bahan brukat yang lumayan tersisa banyak. Ada rasa ingin meminta pada pemiliknya. Aku berpikir ingin membuat baju tuan putri untuk Quenna dari sisa bahan pelanggan. Kebetulan pemiliknya akan mengambil hari ini.
"Assalamu'alaikum, Ibu Quenna ...."
Suara sapaan terdengar di runguku. Sepertinya itu suara Bu Endang, pemilik baju yang memiliki bahan sisa.
"Wa'alaikumsalam. Bu Endang ... masuk, Bu. Silakan duduk."
"Bajuku sudah jadi belum, Bu?" tanyanya setelah duduk di kursi plastik.
"Sudah, Bu. Sebentar saya ambilkan." Aku berdiri mengambil baju yang sudah disetrika tadi pagi. Aku berharap semoga beliau menyukai hasil kerja kerasku.
"Ini, Bu. Silakan dicoba dulu. Takutnya ada yang kurang pas. Nanti bisa sekalian dibetulin," ucapku sambil memberikan bajunya.
Bu Endang menerima dengan senyum yang entah artinya apa. Ia mencoba baju di ruangan yang memang kusediakan di sebelah mesin jahit.
Aku merasa takjub melihat penampilan Bu Endang. Cantik. Ada rasa bangga kalau tangan kecil ini mampu menghasilkan karya yang disukai orang lain.
"Pas sekali, Bu. Saya sangat suka. Memang kamu yang terbaik," pujinya sembari memutar badannya berkali-kali di depan cermin.