Mohon tunggu...
Rika Keniatun
Rika Keniatun Mohon Tunggu... Mahasiswa - Writing poetry its like peeing on yourself. Everyone can see it, but only you can feel the warmth.

24 Years Old. Student of English Literature Universitas Pamulang, Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jurang yang Mematikan

4 Januari 2022   17:43 Diperbarui: 4 Januari 2022   18:03 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku yang sedari tadi sedih, kesal karena kelakuan Bapak, bahkan bersiap mencaci jika terjadi keributan dibawah tadi, malah sebaliknya. Sekuat tenaga menahan tangis, berusaha tegar dan memasang wajah puas penuh kebencian di depan adikku.

Ketika mesin mobil mulai di nyalakan, terbesit di kepala untuk berlari menemuinya sekedar mengucapkan kata perpisahan. Namun egoku masih begitu besar, malam itu yang ku fikirkan hanya dia harus segera pergi dari hidup kami.

"Sudah pergi ya kak?"
Dengan tatapan polos adikku bertanya pelan.

Namun tatapan itu membuat lidahku kelu untuk menjawabnya, aku kehabisan kata-kata.

Hatiku menangis sejadi-jadinya, menatap malang adik kecilku yang mungkin perasaannya sedang hancur, yang mungkin hati kecilnya berkata tidak ingin Bapak pergi atau bingung kenapa Bapak tega. Aku ingin memeluknya tapi gengsi seakan menahanku melakukannya.

"Sudah, memang seharusnya dia pergi, anggap aja nggak ada. Kasian kan ibu kalau harus diperlakukan kayak gitu. Suatu hari pasti dia nyesel udah ninggalin kita demi perempuan yang lebih jelek dari Ibu." Jawabku dengan nada sinis dan wajah mengantuk.

Hampir tengah malam dan aku memutuskan untuk menuju kasur dan membaringkan badanku ke arah dinding. Menangis sejadi-jadinya, karena aku tahu betul bukan hanya dia yang akan menyesal karena meninggalkan kami, tapi aku juga akan sangat menyesal karena tidak sempat mengucapkan selamat tinggal atau menatapnya lebih dekat untuk terakhir kalinya.

Hingga kini, sejak malam itu, aku tak pernah melihatnya lagi. Walau adikku masih saling bertemu satu atau dua bulan sekali, aku tetap tak mau menatapnya lagi.

Aku berada di jurang kebencian dan kerinduan yang mematikan.

whatsapp-image-2022-01-04-at-17-21-48-61d424dc2da23736c9057fc2.jpeg
whatsapp-image-2022-01-04-at-17-21-48-61d424dc2da23736c9057fc2.jpeg

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun