Feminisme bukanlah ideologi yang bertujuan atau menghasilkan sikap untuk menebar kebencian pada kaum pria. Feminis berjuang untuk wanita yang terseret dalam lingkaran patriarki. Tetapi bukan berarti feminis membenci atau tidak membantu aktor yang ada di dalam lingkaran patriarki (laki-laki).
Salah satu ironi politik di zaman kita adalah bahwa momen budaya paling kuat dari feminisme bersamaan dengan munculnya ekstrem misoginis. Ini membuat kaum maskulin menjadi semakin berfikir bahwa prinsip dasar dari feminis pada saat baru dicetuskan mengenai kesetaraan gender menjadi ke arah "kesetaraan perempuan" saja. Tanggapan yang sudah semakin luas terjadi menjadi salah persepsi karna beberapa kejadian yang terjadi beberapa tahun belakangan.
Sejatinya, Feminis bukan hanya untuk kaum feminin tapi juga untuk maskulin, bahkan tujuan awal feminis adalah untuk menegakkan hak-hak dasar manusia (humanist, equalist). Namun sering disalah artikan karena dengan nama "Feminis" ini dianggap lebih mendukung kaum feminin. Feminis dinamakan Feminis karna para ahli Feminis harus memberi garis merah pada permasalahan yang diangkat, dalam hal ini perempuan lah yang tidak dimasukkan dalam hal-hal maskulinitas yang sebagian besar memegang peranan penting dalam sosial, budaya, ekonomi, politik, ruang pribadi dan ruang publik.
Apa saja kesalahpahaman Feminis yang sering salah dimengerti? penulis disini akan memberikan beberapa contoh yang diangkat dari permasalahan sehari-hari.
1. Mitos: Feminis menuntut hak atau derajat yang lebih tinggi dari laki-laki
Feminisme diciptakan untuk memperbaiki keseimbangan gender yang terjadi sejak jaman dulu, dimana wanita tidak memperoleh hak yang sama, bahkan di jaman Victoria bila ada wanita yang menggunakan nama aslinya untuk menulis buku untuk tujuan publik, buku tersebut akan sulit untuk diterbitkan, karena wanita masih dianggap terlalu emosional dalam mengkaji dan meneliti suatu hal, menyebabkan sikap tidak netral dalam buku tersebut. Wanita tersebut harus menggunakan nama yang berbau maskulin atau menulis namanya dengan "unknown" pada buku tersebut. Feminis hanya menginginkan kesetaraan gender (Sumber). Feminis tidak akan mengorbankan suatu gender untuk mengambil alih dunia, feminis gak akan sejahat itu, kok!
2. Mitos: Feminisme melawat kodrat alami manusia yang sudah diberikan oleh Tuhan
Ini yang sering salah diartikan, peran kodrat dan hak sangat berbeda. Feminis meyakini bahwa kodrat feminin dan maskulin berbeda. Kodrat yang dimaksud adalah kodrat wanita untuk memiliki vagina, untuk hamil, untuk menyusui, dan untuk mengalami menstruasi setiap bulannya. Laki-laki juga memiki kodrat untuk mempunyai penis, sperma, testosteron, dll ini adalah kodrat. Namun Feminis tidak menuntut laki-laki untuk hamil dan mengalami menstruasi, kan? Feminis hanya menuntut soal persamaan hak. "Itukan kodrat perempuan untuk mencuci, memasak, dan belanja" ini bukan kodrat, ini adalah peran gender (kegiatan yang bisa dilakukan oleh feminin atau maskulin). Kegiatan memasak tidak harus selalu dilakukan oleh feminin, bagaimana kalau tidak ada perempuan utuk masak, apakah akan menunggu hingga kelaparan? Tentu tidak. Sama juga ketika genteng dirumah bocor. Apakah harus menunggu laki-laki selagi air terus merembes ke bawah? Tentu tidak. Sebenarnya, secara alami kita memiliki sifat mandiri, tetapi struktur sosial yang mebeda-bedakan berdasarkan gender. Inilah yang diperjuangkan oleh Feminis, kesetaraan hak setiap gender.
3. Mitos: Feminis selalu mengkritisi laki-laki
Tidak. Feminis tidak mengkritisi laki-laki. Lebih dari itu, Feminis memperjuangkan hak laki-laki. Paham feminis mendobrak paradigma masyarakat terhadap laki-laki. Feminisme akan mengubah peran gender, praktik seksis, dan norma seksual yang masih membatasi diri. Siapa bilang hanya laki-laki yang memiliki kewajibam untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga? Siapa bilang laki-laki dianggap tabu bila sering pergi ke salon untuk merawat diri? Siapa bilang laki-laki dianggap lemah bila menangis karena terluka? Feminis memperjuangkan hak bahwa laki-laki bisa melakukan apa yang mereka mau tanpa harus memandang stigma dan paradigma masyarakat. Banyak ditemui pasangan dimana mereka berdua bekerja tanpa memandang peran gender. Laki-laki bisa merasa sedih dan menangis karena semua manusia memiliki perasaan, normal kok untuk menangis! Disini bisa dilihat bahwa feminis tidak hanya mendukung wanita dalam prakteknya, tapi juga laki-laki yang menjadi korban dalam struktur sosial.
4. Mitos: Feminis benci laki-laki, Feminis tidak ingin memiliki anak