Mohon tunggu...
Absah
Absah Mohon Tunggu... -

Mampir ngguyu...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Daging Sapi, Batu Akik, Gelombang Cinta, Ikan Louhan, Hanya di Indonesia

10 Juni 2016   14:47 Diperbarui: 10 Juni 2016   16:44 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seharusnya orang Indonesia kembali ke jatidiri Indonesia. Makan tempe, tahu, apa salahnya? Tempe juga bergizi tinggi, dan sehat. Dan masih banyak ragam jenis makanan berbahan dasar biji-bijian, sayuran dan buah lokal Indonesia yang selama ini telah biasa dikonsumsi. Ilmu kesehatan modern juga menunjukkan banyak efek buruk kesehatan dari konsumsi daging merah.

Dan Indonesia negeri maritim, yang sekarang sedang direformasi oleh ibu Menteri Susi, seharusnya ke depan membentuk rakyat Indonesia sebagai pengkonsumsi ikan. Ikan melimpah di lautan Indonesia yang luas. Ditangkap saja masih berlebih, belum lagi bila nanti juga dikembangkan budidaya ikan di lautan.

Kalau sapi, sudah sulit sekarang untuk menternakkan sejumlah sekian juta sapi agar nanti memenuhi untuk mencapai rasio konsumsi daging sapi per kapita yang diharapkan. Lahan yang ada tak mencukupi. Persawahan saja menyempit banyak beralih fungsi, apalagi untuk beternak sapi dan lahan tanam pakannya. Sapi juga tidak bisa digembala di hutan, hehe..

Maka sebaiknya biarkanlah harga daging sapi semau gua. Biarkan hukum ekonomi pasar nanti yang akan mengatur. Harga membumbung tinggi, rakyat tak suka makan daging sapi, biar nanti berkombinasi melenyapkan konsumsi daging sapi dari bumi Indonesia, kalau perlu. Yang masih perlu makan daging sapi, bisa menikmati dengan harga yang ada.

Kembali ke judul, daging sapi, akik, gelombang cinta, louhan, harganya tidak mengikuti kaidah hukum ekonomi klasik, tapi mengikuti hukum ekonomi klenik tahayul di Idonesia. Harus diakui, tahayul dan klenik masih ada, masih berperan dalam kehidupan sehari-hari di Indonesia, dari strata rakyat terbawah sampai strata birokrasi tertinggi.

Jadi, harga itu ditetapkan, lalu dipercayai, diterima dan diikuti oleh semua pembeli, tanpa protes. Akan membuang energi dan biaya bila mencoba mengatur-atur haga daging sapi, tidak efisien dengan hasil yang diraih.

Seseorang membutuhkan daging sapi untuk suatu keperluan, lalu pergi ke pasar, menuju los penjual daging, lalu bertanya,

"Daging sapi sekarang berapa harganya?"

"Harga daging sapi seratus duapuluh ribu rupiah..." kata bakul daging.

"Siap, Gan... beli setengah kilo, tunai, ga pake lama...." kata pembeli, tanpa bimbang ragu.

"Naah.... gitu... yang mantap, jangan percaya isyu-isyu tak bertanggung jawab....." bakul daging tersenyum lebar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun