Mohon tunggu...
Doddy Poerbo
Doddy Poerbo Mohon Tunggu... -

apalah arti sebuah nama

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Jodohku Entah Kemana (4)

14 Juni 2017   18:04 Diperbarui: 14 Juni 2017   21:56 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Keseharianku sudah tengelam dalam bisnis, sekitar 500 orang lebih pekerja bergantung  nafkahnya dari aku memutar otak. Yang mereka tahu hanya bekerja dan mendapat upah.

 Dalam system sebuah kegiatan usaha, beban itu dipecah sehingga tidak bertumpu pada saya. Ada yang menawarkan, ada menagih, ada yang bertanggung jawab terhadap produk, ada yang menjaga dan mencatat menjadi sebuah gerakan yang synergi.  Tugas akulah yang menjaga synergi itu agar tetap berkesinambungan.

 Tidak ada yang dapat membaca dari mana uang yang aku dapatkan, yang dilihat orang aku banyak uang, rumah besar, mobil berderet.

 Semua itu didapat dari pengalaman dan pergaulan serta talenta yang diberikan oleh Tuhan. Sebab, manusia lahir telanjang, belajar menggunakan otak dan otak itulah harta karun alami dari Tuhan.

 Yang dilakukan adalah membalancing antara hak dan kewajiban, jika kewajiban itu dijalankan dengan baik maka hak itu secara otomatis kita dapatkan.

 Ketika semua saudara aku berfikir hak waris peninggalan orang tua, sebaliknya aku berfikir kewajiban. Tak dapat berhitung  berapa besar beban untuk menyelesaikan kewajiban  yang ditinggalkan oleh orang tua, maka tidak terhitung pula hak yang kita dapatkan.

 Ketika hak itu aku dapatkan, semua berfikir hak yang aku dapatkan sehingga aku menjadi seorang bajingan tengik kalau tidak membagi apa yang aku dapatkan. Padahal, aku bukan siapa-siapa dan tidak memiliki apa pa kecuali kemampuan membuka sebuah peluang menjadi sebuah synergi yang berkesinambungan.

 Aku membutuhkan dana untuk membiayai proyekku  maka aku dapat berhubungan dengan bank. Dari perputaran uang itulah penghasilanku, satu persen saja dari perputaran milyaran rupiah adalah jumlah yang luar biasa untuk membiayai kehidupan sehari - hari.  Terjerat dalam kehidupan semacam itu, sangat sulit untuk melepaskan diri. Waktuku habis tercurah dalam menjaga synergi agar tidak menimbulkan masalah pada diriku.

 Aku terjebak dalam kehidupan semacam ini yang  dirasakan telah  menyisihkan Jendol. Aku selalu berkilah, bukankah  status seperti itu yang kamu kehendaki, kamu malu aku disebut sebagai pengangguran. Ketika status itu aku dapatkan, kamu merasa tidak diperhatikan adalah jawaban ketika aku baru dapat pulang larut malam.  Ketika hubungan itu mulai terjadi kerikil kerikil, anakku juga seperti tersisihkan. Kuputuskan mencari pendampingnya, kurekrut pegawai yang merangkap mengurusi segala keperluan anakku.

 Lia nama pegawai itu, sudah begitu  dekat dengan anakku sehingga pegawai lain suka menggodanya sebagai mama muda.  Dia suka digoda lantaran menjadi salah tingkah dan tersipu malu.  Akupun ikut pula iseng memanggilnya mama muda yang membuat wajahnya memerah. Mungkin saja candaan aku menjadi pikirannya diapun curhat dengan  salah seorang pegawai, kasihan dengan anakku, dia sudah sangat sayang. Ya sudah, kamu jadi isterinya bapak saja, canda yang lain. Rupanya, candaan itu sampai ditelinga Jendol isteriku sehiingga tak terelakkan terjadi perang tanding dan Lia mengundurkan diri. 

 Untuk mengurusi anakku, aku minta bantuan Nadya membantu. Maksudku agar Nadya memerintahkan pegawai yang lain menangani kebutuhan anakku.  Namun lama kelamaa anakku menjadi lebih dekat dengan Nadya, selalu minta antar Nadya jika ingin membeli sesuatu ke mall atau ke dokter. Apa apa Nadya yang membuat Jendol tampak sebal dengan Nadya.

 Tak ada yang menggoda Nadya  seperti kepada Lia namun suatu saat Nadya menemuiku diruanganku, dia menyatakan simpati dengan keadaan aku dan anakku.   Dreng deng deng deng aku menangkap sinyal, Nadya sudah menabuh gendang perang, kalau sampai Jendol dengar alamat perang dunia ketiga.

 Baru saja meletakkan bokong dikursi, Nadya memberitahu, pimpinan bank ingin bertemu aku, kalau bisa sekarang juga,  kata Nadya.

 " Ok, pakai mobilmu saja, si Udin  sedang mengantar bocah " kataku,   Mobil Nadya berkaca terang, tak enak dipandang orang lain, aku rebahkan jok yang aku duduki sementara Nadya yang menyetir.  Nadya menggunakan kaca mata hitamnya, nampak serasi dengan wajahnya yang berdagu runcing.

 Kupejamkan mata, suara Nadya yang agak serak itu mengikuti lagu  Endless Love yang dia putar. Pikiranku melayang membayangkan Nadya menjadi isteriku. Tubuh Nadya yang tingginya sekitar 170 cm bila memakai hak tinggi mungkin akan sama dengan tinggiku yang 180 Cm.

 Sepasang manusia jangkung berjalan bersama bisa menjadi perhatian, pikranku melayang berandai andai. Namun  lamunanku mendadak buyar, Nadya secara tiba-tiba menginjak rem.  Mobil dinas jendol isteriku melintang menghalangi mobil Nadya. Waduh duh duh ... bakal terjadi perang dunia.  Jendol turun dari mobilnya, meminta aku keluar dari mobil Nadya, kuminta Nadya kembali kekantor.

 " Papa mau ke bank, mobil dipakai Udin nganter bocah .." Kataku.

 " Sama mamah  aja " Katanya.

 Jalan sempat macet dibuat oleh Jendol yang berpakaian dinas mirip seragam hansip dengan tanda jabatan disakunya. Tak ada suara orang protes, mungkin dikira satpol pp menangkap tangan peselingkuh.  Aku hanya bisa garuk-garuk kepala mengikuti langkah isteriku, tidak bisa marah justru sebaliknya geli. Betapa tidak, mungkin dikira aku kena razia satpol PP.  Sepanjang jalan Jendol ngomel, tidak pantas jalan berdua dengan pegawai, jaga jarak, hargai diri papa, aku cuma cengar cengir mendengar ocehannya. 

 Di bank, para petugas  memberikan anggukan kepada jendol dan mengantar keruang pimpinan. Dunia terbalik,  jendol yang dikira ada keperluan dan aku pengawalnya.  Dengan kepala Bank yang aku sudah akrab itu, sebelum ditanya kenapa bersama ibu, aku pura2 mengaku sembari lewat ada keperluan ngurus proyek. Pimpinan bank langsung menawarkan pinjaman kalau ada proyek pemerintah.   Selesai menanda tangani berkas, aku segera mohon pamit. 

 " Mamah langsung ke kantor saja, biar papa dijemput Udin " kataku dipintu keluar bank.

 " Gak usah, mama anter " katanya. Kuturuti saja kemauanya, mungkin dia tidak percaya aku minta jemput Udin, curiga aku minta jemput Nadya.

 " Mah ... lain kali nanya nanya dulu, masa langsung nyegat begitu, mamah pakai seragam hansip gitu, pasti yang melihat papah ini ditangkep satpol PP, malulah mah ...." Kataku soal dia tadi memelintangkan mobil di jalan mencegat mobil Nadya.

 " Biarin ..... " Jawab Jendol namun dengan tertawa yang ditahan.

 " Untung aja gak ada wartawan, coba kalau ada wartawan, besok keluar berita, seorang pengusaha ditangkap satpol PP karena kepergok selingkuh ", malulah papah ... " Kataku menggoda Jendol.

 "Udah udah pah .... "Rupanya jendol malu dengan godaan aku, tumbenan merasa seperti itu.

 Memasuki kantor suasana begitu tegang walaupun kali ini tak seperti biasanya Jendol menunjukan sikap yang manis, tidak garang seperti biasanya.  Dia memasuki ruanganku sementara aku menanyakan kepada staff marketing apakah konsumen yang menghubungi aku telah datang.

 " Sudah datang pak, sedang ke lapangan sama Darwin " Jelas Juni petugas marketing.  Segera aku menyusul Jendol keruanganku, dia duduk di sofa membaca laporan keuangan yang belum sempat aku periksa.

 " Mah pala papa pusing ... " Aku rebahan disopa, kepalaku keletakkan dipangkuanya.Cie cie mesra2an yang tidak pernah terjadi.

 " ini untuk apa saja, kenapa besar sekali ...? Dia menanyakan jumlah pengeluaran yang cukup dalam laporan  yang belum aku baca.

 " Tanya aja sama Budi ... " Kataku.

 " Sebentar pah .... " Katanya seraya tangannya mengangkat kepalaku, dia bangkit  dan keluar ruangan membawa laporan itu.  Aku memang kurang tidur, kantuk berat mulai terasa, tak lama aku tertidur.  Entah berapa lama aku tertidur, aku  terbangun mendengar suara Jendol memanggilku. Kulihat Jendol menyuruh office boy meletakkan piring di meja.

 " Makan pah ... " Jendol menyiapkan makan siang buatku. Kalau seperti ini sikapnya, Jendol terlihat cantik, tidak seperti biasanya. Ah jendol, mestinya kamu bersikap seperti ini kalau ingin aku selalu dekatmu, kataku dalam hati.

 Selesai makan, Jendol melihat jam tangannya " Pah mamah kekantor dulu .." Katanya.

 Jendol memanggil office boy untuk memberesi sisa makanan  dan berlalu dari ruanganku. Tak lama kuintip dari Jendela, Jendol sudah meninggalkan kantorku.  Seperginya Jendol aku keluar ruanganku, kulihat para pegawai sedang ngobrol di ruang rapat, ada Nadya disitu.

 " Pengumuman pengumuman, ibu sudah ok, Nadya jadi mahmud ...." Kataku disambut tawa seisi ruangan.

 Nadya merengut " Pak, jangan begitu, nanti dikira betulan " Katanya.

 " Tadi kan ibu rundingan sama Nadya kan ...? Aku maen tebak disambut pegawai yang lain " Iya pak ..."

 Wajah nadya merona merah, senyum tersipu sipu. Berceritalah mereka suasana tegang sebelumnya, Nadya sangat kwatir, ketakutan kalau Jendol ngamuk. Lega setelah bapak dan ibu datang, ternyata ibu manis sekali, cerita mereka.

 " Mulai sekarang, kalian harus panggil bu Nadya sebagai ibu muda ..." Kataku sambil tertawa ngakak dan berlalu dari ruangan rapat.

 Menjelang jam kerja usai, kupanggil Nadya keruanganku.

 " Tadi ibu ngomong apa sama kamu ..." Tanyaku.

 "Iya pak, ibu minta maaf sudah terjadi salah faham ..." Katanya.

 "Gak marah sama kamu  ...? Tanyaku.

 "Nadya juga heran, koq ibu jadi baik sekali ..." Kata Nadya.

 " Iya, ibu sudah setuju kamu jadi bini saya .." Aku mengarang.menggodanya.

 "ihhhh bapak ini, kasihan sama Nadya ... "  Gubraaak, ini bahasa kode ok ok.

 " Dah pada pulang ..... " Kataku. Nadya bangkit dari duduknya.

 " Sebentar Nadya ... sun dulu .." Kataku sambil mendekati dia.

 " Jangan ah pak .... " Kata Nadya, tapi dia tidak mengelak ketika ciumanku mendarat dipipinya. Alamaaaak dikasih beneran, tepok jidat berulang ulang, api sudah disulut ... mampuslah aku, kalau Jendol tau, bakal diobrak abrik kantor ini.

Bersambung

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun