Persoalannya, walaupun korban gusuran mendapat kompensasi yang diperhitungkan dengan uang muka, walaupun syarat uang muka terpenuhi namun kelayakan sebagai kreditur akan lebih menentukan dapat didaknya diberikan kredit. Yang menjadi pertanyaan, apakah wacana Anies - Sandi ditujukan kepada siapa ? Apakah  ditujukan kepada masyarakat wilayah gusuran atau masyarakat DKI pada umumnya ?
Kalau  wacana tersebut ditujukan kepada masyarakat yang tergusur, tak pelak lagi menjadi komoditas politik untuk meraih dukungan sekaligus menohok langkah penggusuran yang telah dilakukan Ahok yang banyak mendapat tentangan tersebut.  Namun jika wacana tersebut ditujukan kepada masyarakat yang kesulitan mendapatkan hunian karena mahalnya harga tanah, bangunan vertikal seperti pembangunan rumah susun menjadi sebuah solusi tanpa mengabaikan prinsip2 perbankan yang berlaku.
Dari sudut pengembang yang terpenting adlah terjual dan dibayar. DP sesungguhnya diterima oleh pengembang yang merupakan safety margin kalau pelunasan penjualannya menggunakan pembiayaan bank.Â
Seperti yang pernah saya alami sebagai pengembang di Kota Bandar Lampung, ketika saya membuka lokasi baru yang bukan areal perumahan, banyak pihak mengganggap apa yang saya lakukan tidak prospektif apalagi saya mengambil segment kelas menengah. Faktanya, setelah 20 tahun, wilayah tersebut menjadi daerah mahal, tanah yang sewaktu saya melakukan pembebasa hanya Rp 10 ribu permeter, sekarang sudah diatas Rp 1 juta diwalayah pemukiman sedangkan areal komersial sekitar Rp. 10 juta bahkan lebih permeternya.
Sesungguhnya, harga property itu diciptakan oleh pengembang, ketika  satu unit dagangannya laku terjual, maka seluruh dagangan yang belum terjual mengalami revaluasi dengan sendirinya. Dan inilah sebetulnya merupakan keuntungan dimuka dari investasi pengembang dimana umunya perbankan bekerjasama dengan perbankan seperti yang saya lakukan.  Ketika satu areal kita buka, harga dengan sendirinya melejit berlipat2 melebihi beban bunga bank yang membuat harga property semakin mahal dan sulit terjangkau.
Menghadapi situasi yang demikian, pemerintah menerapkan program subsidy perumahan dengan harga yang sudah dipatok. Namun kendalanya, antara pemerintahan pusat daerah tidak ada sinkronisasi dalam penerapan programnya dimana perizinan dan syarat2 nya menjadi keputusan pemerintah daerah. Mudah dihitung beban pengembang yang harus mensplitzing sertifikat terlebih dahulu sesuai izin lokasi. Tinggal dikalikan saja berapa jumlah persil dikalikan tarif splitzing persertifikat yang dikenakan oleh BPN dan itu harus dibayakan terlebih dahulu sebelum dapat melakukan transaksi agar uang berputar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H